Reporter: Mona Tobing, Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi
Sebagai produk khas anak muda, bisnis tas denim semakin kuat dengan sentuhan motif lokal khas Indonesia. Satu produsen bisa mengantongi omzet antara Rp 20 juta hingga Rp 30 juta per bulan dari tas dengan harga maksimal Rp 100.000. Permintaan tas denim bermotif lokal produksi dalam negeri ini naik rata-rata 20% setiap tahun.
Denim alias jins telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat saat ini. Saking digemari sebagai produk celana jins, banyak orang yang menciptakan berbagai produk berbahan baku denim yang ternyata juga banyak disukai penggemarnya.
Tas denim digemari karena dinilai cocok pada gaya hidup sehari-hari. Selain karena bahannya yang kuat dan warna yang tak mudah luntur, denim dinilai mewakili ciri khas anak muda.
Meski produk tas denim begitu banyak di pasaran, hanya sedikit yang menonjolkan motif etnik Indonesia pada desain tas. Eka Riani, pemilik Gurita Indonesia memilih produksi tas denim motif etnik. "Budaya Indonesia begitu luas sehingga tidak akan ada habisnya untuk digali," jelas wanita berusia 36 tahun ini. Alhasil, berbagai model tas denim bermotif khas Indonesia seperti ondel-ondel, wayang, dan gadis penari Bali tercipta dari tangan Eka.
Sejak mematenkan nama Gurita Indonesia tahun 2010, Eka mengaku prospek bisnis tas denimnya masih cerah. Produk tas denimnya makin diminati konsumen dan laris manis saat ia mengadakan pameran. "Keunikan produk kami yang mengangkat tema-tema Indonesia yang banyak dilirik pembeli," tutur sarjana biologi ITB ini.
Selain menonjolkan motif pada tas denim, Eka juga menjaga kualitas bahan denim yang dipakainya. "Kami menggunakan bahan kain yang kaku agar motif yang kami buat terlihat lebih jelas," imbuh Eka.
Ia menggunakan satu warna denim, yakni biru dongker. "Kami pernah menggunakan warna cokelat dan hitam tapi ternyata responnya kurang bagus," kata Eka.
Selain motif etnik, Eka pun menggunakan motif umum seperti daun, nada, dan berbagai motif binatang. Total jumlah motif tas denim Eka saat ini telah mencapai 20 jenis.
Di hari-hari biasa, Eka mampu memproduksi hingga 20 buah tas per hari dengan bermacam-macam motif. Namun, ketika menjelang pameran, Eka yang pernah mengikuti pameran di Malaysia mampu memproduksi 800 tas dalam waktu dua bulan. Ia membanderol tasnya mulai dari Rp 60.000 sampai Rp 80.000 per unit. Saat mengikuti pameran Inacraft pada pekan lalu, Eka mengantongi omzet Rp 30 juta dalam lima hari dari penjualan 400 tas.
Pemain lainnya adalah Mary Sulistyowati pemilik Denim Nusantara. Wanita asal Bandung ini sudah menekuni usaha pembuatan tas denim sejak tiga tahun lalu. Awalnya ia membeli dari rekannya yang menjual tas denim di Jakarta. Karena sejak kecil memang hobi mendesain, Mary pun mencoba untuk membuat sendiri. Ternyata produknya disukai oleh rekan-rekannya.
Wanita 31 tahun ini lebih menyukai desain wayang dan alat-alat kesenian khas Sunda. "Selain lebih kental nuansa lokalnya juga karena memang para langganan menyukainya," ujarnya. Produk tas Mary lebih dominan warna terang.
Meski kental dengan nuansa lokal, desain tasnya sendiri tetap mengikuti perkembangan zaman. Apalagi menurut Mary, sekitar 70% konsumennya berusia 19 tahun hingga 30 tahun.
Dengan memasang harga Rp 50.000 sampai Rp 100.000, Mary mampu menjual 200 hingga 300 tas per bulan. Saat ini memang penjualannya baru di sekitar kawasan Bandung dan Jabodetabek. Namun, ia berencana memperluas pasarnya di akhir tahun ini agar mencapai Sumatra. Ia juga sudah menambah karyawan yang awalnya tiga orang menjadi lima orang untuk mendukung rencana perluasan pasar.
Ia juga menyebutkan bahwa tren tas denim dengan produk lokal mengalami peningkatan yang cukup signifikan. "Orang saat ini tidak malu lagi membeli produk lokal," ujarnya. Permintaan tas Mary naik sekitar 20% per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News