kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tempe ini produksi ibu-ibu rumah tangga Desa Geneng, Klaten (2)


Minggu, 29 April 2018 / 09:15 WIB
Tempe ini produksi ibu-ibu rumah tangga Desa Geneng, Klaten (2)


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Meski baru berdiri setahun lalu, pusat produksi tempe di Desa Geneng, Kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah sudah tersohor. Maklum saja, pembukaan pabrik tempe Echo Sari ini  dulunya diresmikan langsung oleh Bupati Klaten dan Gubernur Jawa Tengah.  

Menempati lokasi produksi yang terbatas, para perajin tempe tidak bisa bekerja secara bersamaan. Mereka terbagi dalam tim-tim kecil yang berisi tiga orang. Tim tersebut bekerja secara bergiliran satu minggu sekali.

Selly Marfiana, salah satu perajin tempe menjelaskan,  sistem ini untuk mempermudah penghitungan keuangan. Asal tahu saja, total penjualan yang dihasilkan dalam satu bulan akan dibagi tiga bagian, untuk kas desa, kaum duafa dan perajin. Total dalam setahun omzet yang dikantongi sekitar Rp 30 juta.

Lainnya, proses produksi dilakukan setiap hari mulai pukul 07.00 WIB sampai 14.00 WIB. Setiap harinya, minimal 20 kilogram kedelai yang diolah menjadi tempe.

Untuk bahan bakunya, mereka menggunakan kedelai impor yang dibeli dari warga sekitar yang menjadi pemasok kedelai. Agung Saputro Kepada Desa Geneng bilang, belum mau menggunakan kedelai lokal karena takut susah dicari di pasaran serta masalah kualitas.  

Karena, menurut Selly, kunci pembuatan tempe premium terletak pada saat pembersihan kedelai. "Kulit ari bungan, dan tunasnya harus benar-benar dihilangkan tidak boleh ada yang tertinggal," jelasnya. Perajin telah menggunakan mesin sederhana untuk proses sortir.  

Setelah itu, kedelai direndam selama dua jam kemudian direbus. Tidak dapat langsung diberi ragi, kedelai harus direndam dulu selama 24 jam.

Baru setelah itu, kedelai ditiriskan dan diberi ragi sesuai dengan kebutuhan. Setelah tercampur rata, kedelai beragi dimasukkan dalam kemasan. Untuk tahap ini, suhu ruangan harus dijaga tetap dalam kondisi hangat. Kemasan tempe juga harus tertutup sempurna.  Bila tidak proses fermentasi tidak dapat terjadi. Lalu, tempe dibiarkan semalaman, hingga siap untuk dipasarkan.

Untuk pemasarannya, mereka tidak perlu berkeliling atau membuka lapak di pasar, karena sudah ada pedagang yang mengambil hasil produksi tempe Echo Sari.

Tak berhenti hanya memproduksi tempe, para perajin juga mengembangkan produknya. Mereka membuat  produk tempe siap makan dan turunannya. Seperti, keripik tempe, risol isi tempe, donat tabur tempe, cookies tempe, jadah tempe, kroket, dan lainnya.

Yuli Sulistiowati, perajin tempe lainnya mengaku ide untuk berbagai inovasi menu itu berasal dari Youtube. Setiap satu orang di satu RW ditugaskan untuk menciptakan formula satu produk. Bila dianggap sudah pas dan berhasil baru ditularkan kepada anggota lainnya.

Hasil produksinya digunakan untuk memenuhi permintaan saat acara desa atau acara kecamatan. Harga jualnya pun cukup terjangkau yakni Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per bungkus..

Yuli menjelaskan produk turunan tempe ini sengaja dibuat untuk lebih mudah mensosialisasikan kepada khalayak bila tempe tidak hanya dapat digunakan sebagai lauk tapi juga sebagai kue. Selain rasanya enak untuk dijadikan olahan lainnya, kandungan protein yang tinggi juga baik untuk kesehatan.        

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×