kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tempe ini produksi ibu-ibu rumah tangga Desa Geneng, Klaten (3)


Minggu, 29 April 2018 / 09:20 WIB
Tempe ini produksi ibu-ibu rumah tangga Desa Geneng, Klaten (3)


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Meski sudah berhasil memproduksi tempe dengan kualitas premium, para perajin tempe di Desa Geneng, Kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah harus kembali bergelut dengan pemasaran. Bagi mereka, tak mudah menjual tempe Echo Sari ke pasar.

Sebab, penetapan harga jual sebesar Rp 3.000 per bungkus dianggap terlalu tinggi untuk konsumen di sana. Alhasil, mereka harus tepat membidik target pasarnya.  

Pantang menyerah, para perajin terus melakukan edukasi dan promosi ke masyarakat di sekitar Desa Geneng tentang keunggulan tempe produksinya. Bahkan, mereka juga rajin mengikuti pameran atau bazar di wilayahnya untuk memperkenalkan teme Echo Sari secara langsung kepada konsumen.

Yuli Sulistiowati, salah satu perajin, sering membawa contoh produk saat menghadari acara keluarga dan teman-teman sang suami. Kini, sebagian dari mereka menjadi pelanggan.  

Asal tahu saja, ibu dua anak ini menjadi perajin tempe sejak setahun lalu, setelah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh PT Sarihusada Generasi Mahardhika. Dari ketrampilan membuat tempe ini, Yuli juga mendapatkan penghasilan untuk membantu sang suami memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Dia pun berharap, tempe buatan desanya dapat dikenal dan diterima pasar. Sehingga, dapat meningkatkan produksi saban harinya.

Rio JP Purnomo, fasilitator pengrajin tempe bilang tidak mudah bagi perajin memproduksi tempe premium ini. Mereka membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk melewati masa trial and error. "Yang paling susah itu tahap pencucian dan perendaman. Saat pelatihan itu terus diperbaiki karena saat itu adalah masa kritis untuk tumbuhnya jamur," jelasnya.

Sama seperti lainnya, Rio juga mengeluhkan susahnya membuka pasar untuk tempe premium ini. Pasalnya,  sudah terlalu banyak produsen tempe dan pasar menganggap semua tempe sama saja.

Sehingga, mau tidak mau para perajin tempe Desa Geneng harus aktif mengedukasi pasar tentang keunggulan produk Echo Sari yang menerapkan proses produksi higienis serta rasa yang enak dan lebih tahan lama.

Dia bilang tahun ini, perajin telah memasuki tahun kedua. Artinya, mereka harus memantapkan ketrampilannya dalam memproduksi tempe serta masuk ke pasar menengah atas melalui toko-toko ritel modern.

Masuk tahun ketiga, mereka bakal dibimbing untuk membuat diferensiasi produk dari tempe. Saat ini yang sudah eksis dan diproduksi secara berkelanjutan adalah kripik tempe.

Lainnya, rumah produk tempe ini bakal dijadikan pusat pelatihan untuk seluruh warga desa yang hendak mau belajar. Dan diharapkan akan muncul satu rumah produksi disetiap RW. Sehingga Desa Geneng dapat dikukuhkan sebagai desa tempe.                          

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×