Reporter: Teodosius Domina | Editor: S.S. Kurniawan
Para produsen camilan tradisional di Desa Keranggan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan tidak pernah mengenal kata libur. Musim liburan justru mendatangkan berkah bagi mereka karena penjualan meningkat pesat.
Dari luar memang tidak tampak aktivitas di rumah warga di desa ini. Namun bila menengok ke dapur di tiap-tiap rumah, Anda akan mendapati ibu-ibu sedang sibuk menggoreng atau menyiapkan bahan camilan.
Munawaroh, seorang produsen camilan mengaku, setiap hari membuat makanan ringan, baik itu keripik singkong, keripik pisang, rengginang, dan lain-lain.
"Tergantung bahannya ada atau tidak. Selain itu saya juga melihat harga bahan baku di pasar. Kalau pas di pasar bahan bakunya mahal saya tidak buat," terangnya.
Untuk membuat keripik pisang atau singkong, bahan yang dibutuhkan cukup sederhana, yakni pisang, singkong dan tepung beras. Namun demikian, akhir-akhir ini harga bahan baku tersebut semakin menanjak.
Produsen lainnya, Abdul Muis juga mengeluhkan hal ini. Sekarang bahan bakunya susah. Tidak ada petani khusus singkong sama pisang. Istilahnya, menanam singkong dan pisang kan cuma sambilan," jelasnya.
Sementara membeli dari pasar, harganya sudah mahal. Apalagi saat pasokan singkongnya sedang sedikit. Saat lagi banyak, harga singkong dibanderol Rp 3.000 per kilogram (kg). Namun ketika langka, harganya naik hampir 70% menjadi sekitar Rp 5.000 per kg.
Tapi untungnya ada koperasi. "Dengan ikut koperasi lumayan gampang dapat modal, walau tidak banyak," ungkapnya.
Alwani, ketua Koperasi Cipta Boga yang menaungi beberapa pengusaha makanan ringan di sini mengakui kendala tersebut. "Sekarang ini banyak mengeluhkan harga bahan baku," ujarnya.
Ia mensinyalir, sulitnya mendapatkan bahan baku singkong dan pisang itu karena maraknya pembangunan perumahan. Lahan-lahan yang dulunya kebun sekarang semakin habis.
Persoalan bahan baku ini benar-benar menghambat, terutama saat bulan puasa dan Lebaran. Sebab, saat itu pesanan sedang banyak-banyaknya.
Supiah, salah satu produsen mengatakan, "Kalau pas puasa dan lebaran bikin berapa saja pasti habis. Tinggal kami punya tenaga dan bahan baku atau tidak."
Untuk memenuhi pesanan, mereka pun meningkatkan kapasitas produksi. Jika biasanya hanya membuat 20 kg per hari, menjelang puasa dan Lebaran naik menjadi rata-rata 50 kg dalam sehari.
"Tapi kalau pas Lebaran kami cuma bikin yang kiloan saja. Yang bungkus-bungkus kecil malah tidak laku," imbuhnya.
Menurut Supiah, pada hari-hari pasca Lebaran, pesanan tetap banyak. Hal itu disebabkan karena banyak masyarakat yang menggelar hajatan.
Jadi, pesanan banyak dari mereka yang akan menhggelar hajatan. "Kondangan kan adanya satu atau dua bulan setelah Lebaran. Di hari-hari itu pesanan juga tetap banyak," tutur Supiah.
Setelah itu, pesanan akan normal lagi. Mereka hanya produksi untuk memenuhi pesanan para pedagang yang menjadi langganannya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













