kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Terkendala penjahit dan mesin jahit (3)


Rabu, 16 Juli 2014 / 15:43 WIB
Terkendala penjahit dan mesin jahit (3)


Reporter: Rani Nossar | Editor: Rizki Caturini

Jumlah produsen pakaian bayi di Jalan Hantap Antapani, Kecamatan Kiaracondong, Bandung, kini lebih sedikit dibandingkan tahun 1990-an. Sarno Hadi Purnomo, salah seorang produsen pakaian bayi bilang, di tahun 90-an, hampir setiap rumah memproduksi pakaian bayi.

Ia memperkirakan, jumlah produsen pakaian bayi saat itu lebih dari 40 unit usaha, dan mempekerjakan ratusan orang. Namun sejak terjadi krisis moneter di tahun 1998-1999, banyak pelaku usaha gulung tikar.

Baru sekitar tahun 2000-an, mereka bangkit lagi. "Saat itu krisis sudah selesai dan produsen sudah berhasil mengumpulkan modal lagi," kata Sarno.
Hingga saat ini, terdapat sekitar 23 unit usaha dengan melibatkan 65 pengrajin. Menurut Sarno, usaha konveksi pakaian bayi di wilayah ini sudah berlangsung secara turun temurun. Sarno sendiri merupakan generasi kedua yang meneruskan usaha orangtuanya.

Saat ini, ia mengelola dua tempat konveksi. Satu miliknya sendiri dengan jumlah karyawan 28 orang, dan satu lagi milik orangtuanya dengan karyawan 20 orang. Karyawannya sebagian besar tetangga terdekat yang terdiri dari ibu rumah tangga dan remaja.

Sebelum terjun langung, Sarno lama membantu orang tuanya di usaha ini. Selama itu juga ia banyak belajar dari orang tuanya. Menurutnya, salah satu kendala yang dihadapi orang tuanya adalah minimnya tenaga kerja.

Kendala itu juga dirasakan Sarno saat awal-awal ia mulai mengelola usaha sendiri. Namun, persoalan itu sedikit terbantu dengan adanya program Karang Taruna Kiaracondong yang sering menggelar pelatihan menjahit bagi ibu-ibu rumah tangga dan gadis remaja.

Sarno mengaku, sering mengambil tenaga kerja yang sudah mengikuti pelatihan di karang taruna itu. "Tapi tetap saja masih kurang," katanya.
Karena keterbatasan tenaga kerja ini, Sarno terpaksa kerap menolak order yang masuk. Menurutnya, jika saja tenaga kerja lebih banyak, kapasitas produksi yang normalnya 300 lusin per hari bisa ditingkatkan hingga dua kali lipatnya.

Sarno mengaku, sangat membutuhkan tenaga penjahit. Sementara untuk melatih tenaga baru, Sarno tidak sempat karena sibuk mengurus pengadaan bahan baku dan pendistribusian.

Untungnya untuk tenaga penyablonan tidak ada masalah. Ia merekrut remaja putus sekolah dari Kebumen, Jawa Tengah. Total ada 10 karyawan dari wilayah ini yang kini menetap di sekitar kediaman Sarno.

Namun demikian, tidak semua produsen pakaian bayi di wilayah ini terkendala persoalan tenaga kerja. Contohnya Asep Aji yang mempekerjakan enam orang karyawan. Ia mengaku, jumlah karyawan itu sudah cukup. "Saya dengan isteri juga ikut menjahit," katanya. Bagi Asep, kendala utama yang dihadapinya adalah minimnya pengadaan peralatan pendukung, seperti mesin jahit.       

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×