Reporter: Ranimay Syarah | Editor: Rizki Caturini
Sebagai pengusaha mainan anak dari kayu, Ngadi Raharja harus bersaing dengan maraknya peredaran mainan anak berbahan dasar plastik. Mayoritas mainan plastik diimpor dari China dengan harga yang murah meriah.
Ngadi mengamati, kendati mainan plastik berisiko buat anak–anak, namun permintaan mainan asal China ini tetap tinggi di pasaran. Banyak orang tua yang tertarik membeli mainan plastik ini karena harganya murah. "Padahal mainan plastik itu mengandung zat kimia berbahaya, seperti timbal dan mudah terbakar," kata Ngadi.
Namun, kata Ngadi, di beberapa kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya, kesadaran para orang tua tentang pentingnya mainan yang aman bagi anaknya sudah mulai tumbuh.
Tidak heran Ngadi menerima pesanan tertinggi dari tiga kota itu, dibandingkan kota–kota lainnya. Meski harganya relatif lebih mahal, tetap saja peminatnya sangat banyak.
"Perilaku anak yang suka memasukkan mainan dan menggigit mainan itu yang menjadi pertimbangan mereka. Lagi pula, kayu lebih ramah lingkungan, dari awal pembuatannya tidak dicampur dengan bahan sintesis, " jelasnya.
Ngadi sendiri mengaku, kompetitor mainan anak dari kayu belum terlalu banyak. Soalnya, banyak orang enggan terjun ke industri ini karena khawatir kalah bersaing dengan mainan plastik.
Kendati bersaing dengan mainan plastik yang berharga murah, ia tetap optimistis bisnisnya bisa terus berkembang. Untuk itu, ia gencar melakukan inovasi agar produk yang dihasilkan tetap diminati para orang tua.
Menurutnya, mainan bikinannya bukan sekadar mainan. Tapi juga memberi nilai manfaat bagi tumbuh kembang otak anak.
Makanya, dalam pembuatannya tidak boleh asal. Mulai dari desain, warna dan bentuk harus dikonsep jelas agar tidak hanya menyenangkan, tapi juga memberi manfaat. "Jadi si anak bisa tahu warna dan bentuknya, " katanya.
Ngadi mengaku, di tengah gempuran mainan plastik, bisnisnya tetap berkembang. Selama tiga tahun terakhir penjualan terus meningkat pesat.
Kini ia rutin memasok ke toko–toko mainan hingga pusat–pusat perbelanjaan. Biasanya dalam seminggu, ia bisa memasok minimal 200 unit mainan ke toko–toko. Namun, untuk toko ritel di pusat perbelanjaan seperti mal, pesanannya lebih sedikit. "Tidak sampai 50 unit dalam seminggu," ujarnya.
Ke depannya, Ngadi ingin Abadi Toys lebih dikenal banyak orang. Untuk itu, ia fokus memperluas jaringan pasarnya ke daerah lain, terutama ke Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Untuk memudahkan pemasaran ini ia terus memperkuat branding Abadi Toys. Banyak program penguatan branding yang sudah digagasnya. Salah satunya dengan memaksimalkan pemasaran via internet. "Saya terus memperbaiki blog Abadi Toys agar lebih menarik," katanya.
Terkait dengan layanan dan produk, ia juga akan membuat mainan berdasarkan usia anak. Untuk memudahkan para orang tua, nanti di setiap produk akan dicantumkan batasan usia anak yang cocok dengan mainan itu. n
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News