kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.966.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.764   96,00   0,57%
  • IDX 6.740   17,14   0,25%
  • KOMPAS100 972   3,88   0,40%
  • LQ45 756   2,25   0,30%
  • ISSI 214   1,06   0,50%
  • IDX30 392   1,04   0,27%
  • IDXHIDIV20 469   -1,33   -0,28%
  • IDX80 110   0,60   0,55%
  • IDXV30 115   -0,25   -0,22%
  • IDXQ30 128   -0,02   -0,02%

Tetap eksis, meski sempat diterpa krisis (1)


Senin, 15 Juli 2013 / 14:46 WIB
Tetap eksis, meski sempat diterpa krisis (1)
ILUSTRASI. Kurs Dollar-Rupiah di BCA Hari Ini Jumat 11 Februari 2022, Cek Sebelum Tukar Valas. KONTAN/Baihaki/29/12/2013


Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Dupla Kartini

Kota Bandung tak hanya penghasil produk fesyen dengan factory outlet yang tersebar di berbagai sudut kota, ibukota provinsi Jawa Barat ini juga dikenal sebagai salah satu daerah  sentra tembikar dan keramik. Bahkan ada sentra kerajinan ini di sana, namanya Kiara Condong. Letaknya persis berada di Jalan Kebon Jayanti, Kecamatan Kiaracondong, Bandung.

Di sana terdapat hunian  yang sebagian warganya berbisnis aneka tembikar dan keramik, mulai dari guci, berbagai hiasan, hingga cangkir. Mereka tidak membuka toko atau kios khusus. Dagangan ditata rapih di garasi rumah.

Untuk mencapai lokasi itu, tidak sulit. Sebab, letak sentra ini tepat bersebelahan dengan Stasiun Kereta Api Kiaracondong.

Kisah perjalanan sentra ini terbilang menarik. Cikal bakal sentra keramik ini sudah ada sejak tahun 1950-an. Kala itu, Belanda memiliki satu perusahaan keramik yang berlokasi di Cicaheum, Bandung. Nah, salah satu pegawainya, Tuan Dibua, memutuskan keluar dari perusahaan itu, dan mendirikan usaha keramik sendiri di Kiara Condong pada 1950-an.

Salah seorang pedagang di sentra keramik Kiara Condong, Oma Rukman bercerita, beberapa tahun kemudian, jejak Tuan Dibua pun diikuti para tetangganya, lantaran melihat penjualan yang cukup bagus. Ia termasuk salah satunya. "Waktu itu sekitar tahun 1960-an, sudah ada sekitar 7 perajin, dan 20-an pedagang," tutur pria 72 tahun ini.

Sejak saat itu produksi keramik di sentra ini berlangsung mulus. Nama sentra ini pun terkenal hingga luar provinsi. Makanya, sampai sekarang mayoritas pembeli tembikar dan keramik di sana berasal dari luar Jabar.

Namun, krisis moneter 1998 menghantam usaha para perajin dan pedagang keramik. "Banyak yang kolaps. Hingga kini hanya tersisa saya yang produksi keramik, sisanya ada 9 pedagang," ujar Oma.

Sekadar gambaran, sejak awal, hasil produksi keramik di Kiaracondong mengikuti gaya keramik buatan China. Karena sekarang tersisa 1 produsen, kebanyakan pedagang mengambil suplai keramik yang juga bergaya China dari Ciranjang dan Garut di Jawa Barat.

Asep Supriatna, salah satu pedagang di sentra ini bilang, para perajin bangkrut, karena harga minyak tanah sebagai bahan bakar melejit kala krisis moneter terjadi. Para perajin keramik tidak sanggup membeli minyak tanah.

"Harganya naik terus, dari Rp 1.000 per liter menjadi Rp 4.000 per liter. Tidak masuk akal pada waktu itu. Akhirnya banyak yang gulung tikar," ujar pria yang telah berjualan di sentra ini sejak tahun 1985.

Kata Asep, kejadian itu berlangsung hanya berselang enam tahun setelah Walikota Bandung meresmikan  kawasan Kebon Jayanti, Kiaracondong, sebagai satu-satunya sentra kerajinan keramik di Bandung.

Untunglah, kondisi sekarang mulai membaik. Para pedagang bisa meraih penjualan cukup bagus. Oma, yang memproduksi sekaligus menjual keramik bisa mendulang omzet Rp 50 juta sebulan. Sementara, Asep mengaku bisa meraih pendapatan berkisar Rp 15 juta-Rp 50 juta per bulan. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×