kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tumpukan rupiah dari bisnis limbah sampah


Jumat, 16 Oktober 2015 / 15:18 WIB
Tumpukan rupiah dari bisnis limbah sampah


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Tri Adi

Bertekad ingin mengubah nasib, Sumarmi sukses menjadi pengusaha kerajinan tangan dari limbah sampah plastik. Antara lain, keranjang sampah, tas jinjing, tas belanja, tudung saji hingga bronjong yang diberi label merek Mbarek. Produknya dibanderol Rp 12.000-Rp 180.000 per buah. Dalam sebulan, Sumarmi bisa meraup omzet hingga Rp 60 juta per bulan.

Ide usaha memang tak harus mengandalkan modal besar. Terkadang, ide usaha bisa datang dari kejelian dan kreativitas dalam melihat peluang bisnis. Contohnya seperti yang dilakukan Sumarmi. Lewat tangan kreatifnya, wanita asal Kayen, Pati, Jawa Tengah ini, menyulap limbah plastik jadi barang bernilai ekonomis.

Semua berawal dari tumpukan sampah. Ketika itu, pada medio 1988, Sumarmi kerap melihat banyaknya tumpukan sampah plastik yang tidak dimanfaatkan di sekitar tempat tinggalnya.

Bertekad ingin mengubah nasib, Sumarmi mulai rajin mengumpulkan sampah plastik. “Saya itu sebelumnya jadi buruh cuci dan tukang pijat. Tempat tinggal pun tidak punya. Karena itu, saya berpikir bagaimana caranya memiliki rumah dan mendapat uang cukup,” Sumarmi.

Kala itu, di benak wanita yang kini berusia 59 tahun ini hanya ada satu ide usaha: mengubah limbah plastik menjadi berbagai macam kerajinan tangan. Mulai dari keranjang sampah, tas jinjing, tas belanja, tudung saji, ekrak, hingga bronjong.  

Sumarmi berkisah, pada awalnya, ia hanya menjual produknya kepada para tetangga di tempat tinggalnya. Namun, strategi pemasaran itu sempat tak berjalan mulus. "Usaha saya sempat bangkrut karena tidak ada yang beli," kenang Sumarmi.

Toh, pengalaman buruk itu tak membuatnya putus asa. Ia terus melakukan promosi dari mulut ke mulut. Berkat kegigihannya, lambat laun hasil karyanya mulai dikenal luas. Dari situ, ia memutuskan menjual produknya ke pasar tradisional di Pati.    

Naluri bisnis Sumarmi pun tak meleset. Sejak dijual di pasar, produk kerajinan limbah plastik yang diberi nama Mbarek yang berarti bagus, semakin dikenal oleh masyarakat sekitar.

Kini, bersama suami dan anaknya, Sumarmi bisa memproduksi hingga 1.600 buah produk per pekan. Harganya dibanderol bervariasi. Contohnya tas belanja dijual Rp 12.000-Rp 22.500, enkrak Rp 15.000, keranjang sampah Rp 20.000- Rp 25.000, tudung saji Rp 40.000-Rp 50.000, dan bakul Rp 130.000-Rp 180.000.

Saat ini, penjualan produk Mbarek sudah tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatra. “Pelanggan saya ada yang dari pemilik toko tas belanja dan perorangan,” katanya.

Dari hasil penjualan itu, Sumarmi mengaku bisa meraup omzet Rp 2 juta per hari. Jadi, dalam sebulan, ia bisa mendulang omzet hingga Rp 60 juta per bulan.

Yang tak kalah membuatnya bangga, Sumarmi bisa membuka lapangan pekerjaan bagi warga di sekitar tempat tinggalnya. Saat ini, Sumarmi mempekerjakan 50 orang karyawan yang sebagian besar ibu rumahtangga dan remaja putri.

Kini, nenek lima orang cucu itu mulai bisa menikmati buah dari kerja keras dan ketekunannya. Saat ini, ia sudah bisa memilliki rumah sendiri untuk tempat berteduh keluarganya. Ke depan, Sumarmi juga bercita-cita memiliki gerai untuk memasarkan produk Mbarek.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×