kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Tuti kuras kantong sendiri demi gaji pegawai (2)


Selasa, 19 April 2011 / 14:26 WIB
Tuti kuras kantong sendiri demi gaji pegawai (2)
ILUSTRASI. Karyawan menggunakan penutup wajah melintas di depan papan pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia Jakarta, Jumat (3/7). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat ke zona hijau pada akhir perdagangan hari ini, Jum'at (03/07). Pada pukul 16.00 WI


Reporter: Gloria Natalia | Editor: Tri Adi

Di tahun kelima berusaha, Tuti Nurhayati jatuh bangkrut. Andai saja Tuti tak punya tekad kuat, mungkin ia sudah merumahkan para pegawainya. Tapi Tuti bangkit kembali dengan keputusan meminjam uang ke bank untuk menutupi utang di bank lain serta untuk menggaji para pegawainya.

Ada 10 pegawai yang bekerja di Zhovy Toys, tempat usaha pembuatan boneka milik Tuti Nurhayati. Saban hari, mereka membuat pola boneka, mencetaknya di kain rasfur dan flannel kemudian menggunting kain dan menjahitnya. Hingga di bagian akhir, mereka masukkan kapas dakron ke dalam tubuh boneka. Jadilah boneka-boneka berbentuk binatang nan menggemaskan.

Setelah dikemas dalam plastik, Tuti membawa boneka-boneka itu ke toko rekanannya. Antara lain, toko-toko yang ada di ITC Kuningan, ITC Mangga Dua, Mal Ambasador, hingga toko-toko di Asemka, Kota, Jakarta Pusat. Tuti rutin melakukan kegiatan tersebut hingga lima tahun awal.

Tahun 2006, Tuti berhadapan dengan masalah besar. Usahanya terpuruk ditandainya dengan merosotnya permintaan boneka. "Saat itu, saya sedang diuji," ujar Tuti mengenang. Sampai sekarang, ia bahkan tidak tahu mengapa toko-toko boneka rekanannya menurunkan jumlah pesanan saat itu. Mereka beralasan, permintaan pembeli turun.

Dampaknya, Tuti kehabisan modal untuk membeli bahan baku boneka. Maklum, pemasok kain bahan boneka Tuti dari Cikarang dan Bekasi selalu meminta bayaran tunai. "Bila tidak, kain tak dikirim," ujar Tuti.

Di lain sisi, Tuti juga memikirkan roda usahanya harus tetap berjalan lantaran ada 10 pegawai dan keluarganya yang bergantung pada usaha bonekanya. Mereka harus tetap menerima gaji demi menghidupi keluarganya.

Meski usahanya berjalan tersendat, Tuti bertekad tidak memutus hubungan kerjanya dengan para pegawainya. Dari bahan yang masih tersisa di bengkel, Tuti minta pegawainya terus memproduksi boneka.

Ia pun mengontak beberapa toko agar mau membeli bonekanya. Ia menegosiasikan sistem pembayaran dengan pemasok bahan, yakni mereka akan dibayar tunai bila toko rekanannya sudah memberikan pembayaran. "Kondisi ini berlangsung setahun," ujarnya.

Tak pelak, mengecilnya pesanan membuat produksi boneka Tuti juga sedikit. Demi menggaji pegawainya, Tuti menggunakan uang tabungan pribadinya. "Tabungan saya sampai habis untuk nombokin," ujarnya.

Saat usaha dalam kondisi terpuruk, Tuti juga dihadapkan dengan masalah kredit. Bank swasta tempatnya meminjam uang untuk modal usaha datang menagih.

Tak ada pilihan lain, Tuti memutuskan untuk meminjam uang dari bank pemerintah untuk menutupi utang di bank lain. Bila tidak, ia tak bisa membeli bahan baku dan menggaji karyawannya.

Tuti yang tengah terbelit utang dan keputusasaan lantaran sepi permintaan hanya mengandalkan pesanan dari kawan-kawan suami Tuti yang bekerja di bank swasta. "Mereka memesan boneka untuk anaknya," ujarnya. Namun, pesanan tak selalu datang tiap hari.

Saat bertahan di masa sulit, peluang itu kembali datang saat ajakan ikut pameran datang dari kelurahan dan kecamatan tempatnya tinggal di Kemayoran. Dari pameran itu, Tuti mendapat langganan baru.

Beruntun setelah pameran itu, ajakan ikut pameran terus berdatangan. Salah satunya dari Kementrian Perindustrian dan Perdagangan DKI Jakarta yang menawarkan agar Tuti buka stan di pameran Inakraft di Jakarta Convention Centre, lalu di Pekan Raya Jakarta. "Dari pameran-pameran itu, hasilnya lumayan," ujarnya. Permintaan boneka terus berdatangan.

Meski pesanan mulai datang, Tuti tetap menjalankan 'ritual' awal saat membuka usaha boneka, yakni keluar masuk toko menawarkan bonekanya. Maklum, persaingan usaha pembuatan boneka mengetat.

Sambil berkeliling dari toko ke toko, Tuti manfaatkan untuk mengamati boneka-boneka keluaran terbaru. Sesampainya di bengkel, ia pun menyampaikan model boneka milik produsen lain ke pegawainya.

Ia pun lantas melakukan inovasi dengan menambah pernak-pernik pada bonekanya, seperti pita. "Intinya, boneka harus berpenampilan cantik," ujarnya. Strategi itu rupanya ampuh. Pesanan kembali mengalir ke Zhovy Toys.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×