kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UMKM Lombok mulai bangkit pasca gempa (bagian 1)


Sabtu, 02 November 2019 / 09:30 WIB
UMKM Lombok mulai bangkit pasca gempa (bagian 1)


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - LOMBOK. Gempa setahun lalu tak hanya mambuat aktivitas produksi usaha kecil dan menengah terhenti. Akses pasar pun menjadi buntu lantaran sejumlah infrastruktur ikut tertimpa bencana..

Seperti penuturan Mustaan, produsen gula aren dan gula semut Bukit Tuan di Lombok Barat. Ia  sempat menghentikan produksinya pasca gempa 2018 yang lalu.
"Otomatis produksi kami berhenti,  tapi hanya sekitar tiga hari. Karena kalau lama-lama, petani nira di sini mau kerja apa, bahan bakunya juga nanti rusak kalau tidak segera diolah," katanya.

Dengan bahan baku dan peralatan seadanya, Mustaan bersama dengan 10 petani nira memproduksi gula aren dengan segala risiko. Ia mengatakan, saat itu hanya ada 10 orang dari 50 orang petani nira yang berani mengambil risiko, untuk memanjat guna menyadap air nira pada saat tengah kondisi pasca gempa belum stabil. Padahal saat itu, gempa susulan kerap datang di waktu yang tak terduga.

Baca Juga: Melihat Mandalika yang siap mendunia lewat sirkuit berpanorama pantai dan bukit

"Karena kalau tidak segera diambil airnya, nanti pohon nira itu susah lagi keluar airnya. Padahal air nira itu bahan baku utama kami. Dan air nira yang sudah terlanjur diambil kalau tidak diolah nanti malah mubazir, jadi tetap produksi seadanya walaupun masih ada gempa susulan," kata Mustaan.

Tak hanya itu, pasca gempa Lombok tahun lalu, usaha Mustaan juga mengalami penurunan omzet cukup drastis karena kehilangan pelanggan. Bahkan sampai saat ini, baru 70% omzetnya kembali pasca gempa.

"Sebelum gempa, sebulan saya bisa dapat lebih dari Rp 30 juta, sekarang rata-rata sekitar Rp 22 juta. Tapi saya optimistis kalau kondisi ini hanya sementara dan segera pulih," ungkapnya.

Kondisi yang cukup pahit juga dirasakan Laely Farida, pemilik penginapan Rinjani Garden. Ia menuturkan, pasca gempa tahun lalu, Rinjani Garden seperti mati suri. Setahun lamanya, penginapan di kaki Gunung Rinjani itu tidak beroperasi karena banyak kerusakan di lingkungan sekitar kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Alhamdulillah di sini tidak rusak parah, tapi tetangga-tetangga sekitar kami yang rusak. Jadi waktu itu kami tetap buka, tapi enggak pakai tarif, saya gratiskan, terutama bagi para relawan," ungkap Laely.

Baca Juga: Kementerian Pariwisata gandeng PNM latih pelaku UMKM Pariwisata Lombok

Tahun 2018 adalah tahun yang berat bagi Laely. Pasca gempa, nyaris tidak ada pendaki yang berani ke Rinjani. Belum lagi adanya beberapa gempa susulan yang tak kalah dahsyat membuat kondisi makin tak menentu.

Selama setahun, perempuan berhijab ini pun memutuskan untuk membantu para korban gempa, terjun menjadi relawan bencana. "Ya mau bagaimana lagi, karena memang sebagian besar pasar kami ini adalah para pendaki yang mau ke Rinjani. Jadi kalau pendakian ditutup, habis juga pasar kami," ujar Laely.

Hingga saat ini pun, ibu satu anak ini mengaku jumlah pengunjung yang datang menginap ke Rinjani Garden belum sepenuhnya pulih. Tidak seperti sebelum gempa, pengunjung yang sebagian besar adalah pendaki Gunung Rinjani datang silih berganti. "Pasca gempa, pendaki juga lebih hati-hati kalau mau ke sini. Dan memang tidak seramai sebelum gempa," ujarnya.     

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×