kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Usaha kuliner lele masih lincah


Minggu, 01 Maret 2015 / 15:09 WIB
Usaha kuliner lele masih lincah
ILUSTRASI. Promo CGV Popcorn Rp 8.000 bayarnya pakai Blu BCA Digital


Reporter: Dinda Audriene Muthmainah, Izzatul Mazidah, Tri Sulistiowati, Yuthi Fatimah | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Menu berbahan baku ikan lele sudah menjadi salah satu makanan yang sudah merakyat. Rasanya yang nikmat serta harga jual yang relatif murah, membuat makanan satu ini memiliki banyak penggemar. Tidak heran, usaha menu lele makin menjamur di berbagai tempat.

Umumnya, lele dijadikan menu pecel lele lengkap dengan menu sambal. Tapi ada juga pengusaha kuliner yang berinovasi dengan membuat camilan dari lele. Tidak sedikit di antara para pengusaha pecel lele ini mengembangkan usaha lewat sistem kemitraan usaha. Agar tidak ditinggalkan konsumen, pengusaha pecel lele berusaha untuk meningkatkan pelayanan dengan inovasi kemasan maupun layanan pesan antar. Namun beberapa hal seperti ketersediaan bahan baku kerap menjadi kendala yang dihadapi para pengusaha pecel lele.

Untuk mengetahui perkembangan usaha serta strategi para pengusaha pecel lele dalam menjalani usaha, kali ini KONTAN akan mengulas beberapa kemitraan usaha berbahan baku lele, di antaranya adalah Wenmit Pecel Bento, Lele Saurus, dan Lele Gokil.   

Lele Saurus

Usaha besutan Andreas Andi Bayu dari Yogyakarta ini memperlihatkan perkembangan yang lumayan. Ketika KONTAN  mengulas kemitraan ini  pada  2010 silam, Lele Saurus baru memiliki tiga mitra. Kini, mitra usaha sudah bertambah menjadi 14 yang tersebar dibeberapa wilayah yaitu Palembang, Jambi, Riau, Batam, dan Bandung. “Jadi kalau ditotal dengan pusat, gerai Lele Saurus berjumlah 15 saat ini,” tutur Andreas.

Sejak tahun 2013 Andreas sempat  mengubah paket investasi yang semula hanya satu menjadi dua paket investasi. Awalnya nilai investasi yang ditawarkan sebesar Rp 55 juta. Tapi sekarang ada paket senilai Rp 28 juta untuk mini outlet dan paket sebesar Rp 62 juta untuk restoran.

Andreas berharap paket yang ditawarkan sekarang bisa lebih efisien dan terjangkau bagi lebih banyak orang. Kenaikan nilai investasi untuk paket resto diiringin dengan tambahan fasilitas berupa dukungan branding dan penambahan perlengkapan jualan. Selain itu harga bahan baku yang naik juga menjadi salah satu alasan.

Itu pula yang membuat harga jual ke konsumen naik 5%−10% tiap tahun. Sekarang Lele Saurus membanderol harga jual sebesar Rp 7.500−Rp 25.000 per porsi untuk di Pulau Jawa. Sedangkan di Pulau Sumatra harga jual berkisar antara Rp 10.000−Rp 50.000 per porsi.

Agar usahanya terus bertahan, Andreas mencoba menambah varian menu yakni iga bakar, selain tentu saja menu pecel lele. Selain itu, dia juga membuat inovasi terbaru dengan melayani pesan antar via online. Namun layanan ini baru beroperasi di Pulau Sumatra. "Sistem untuk pemesanan via online untuk di Pulau Jawa masih dalam proses. Jadi, konsumen yang berada di Pulau Jawa baru bisa pesan antar via telepon," kata dia.

Andreas mengaku, selama ini dia kerap berganti-ganti pemasok bahan baku untuk kebutuhan usahanya. Ini cukup menjadi penghambat usaha. Meski begitu, Andreas mengaku penjualan di setiap gerai rata-rata masih mencetak pertumbuhan sekitar 10% tiap tahun. Dia menargetkan, paling tidak ada dua sampai tiga penambahan mitra tiap tahun.

Lele Gokil

Usaha milik duo bersaudara Misbah Imanudin dan Fauzi Rahman ini pun mengalami perkembangan yang baik.  Saat KONTAN mengulas tawaran kemitraan berbentuk keagenan pada akhir tahun 2013 lalu ini, Lele Gokil sudah memiliki 20 agen. Kini, Lele Gokil sudah memiliki sekitar 30 agen dengan penambahan penyebarannya lokasi agen di daerah Aceh, Riau, dan Kalimantan.

Usaha ini menawarkan menu lele balita yang dibalur bumbu, kemudian digoreng kering yang dijual per bungkus ke para agen. Seiring kenaikan harga bahan baku, harga jual dari pusat juga naik menjadi Rp 17.500 per bungkus dari Rp 15.000 per bungkus. Selain itu, mitra juga akan mendapatkan tambahan tiga bungkus tester dan x-banner untuk promosi.

Adapun syarat menjadi agen Lele Gokil dengan membeli produk minimal 100 bungkus. Mitra agen yang lebih kecil juga bisa membeli produk minimal 25 bungkus. Itu membuat harga jual ke konsumen ikut naik menjadi Rp 20.000 per bungkus untuk wilayah Bandung, Garut, dan Jabodetabe. Sementara, untuk daerah di luar Jawa sekitar Rp 22.000−Rp 25.000 per porsi.

Selain mengubah harga jual, Misbah juga melakukan perubahan pada kemasan Lele Gokil menjadi lebih menarik. Lele bayi organik ini dikemas lebih menarik dalam kemasan kotak yang tercantum komposisi nilai gizi dan label sertifikat halal dari MUI.

Untuk varian rasa, Lele Gokil masih menawarkan tiga varian rasa, yakni original, daun jeruk, dan pizza dengan tiga tingkat kepedasan, yaitu tidak pedas, pedas, dan ekstra peda.

Kendala yang dirasakan oleh Misbah dalam bisnis ini adalah ketersedian bahan baku, seperti ikan lele yang masih terbatas. Hal ini berdampak pada permintaan keagenan yang tertunda. Kendala lainnya adalah jika harga bahan baku naik. "Kalau harga naik, kita menyiasatinya dengan membatasi produksi sambil menunggu harganya stabil," jelas Misbah.

Tahun ini, Misbah menargetkan agennya akan bertambah menjadi 50 agen di berbagai daerah di Indonesia.

Wenmit Pecel Bento

Sementara usaha pecel dengan kemasan bento ini tidak mengalami perkembangan usaha yang berarti. Pasalnya, jumlah mitra yang bergabung kini masih 15 mitra. Sebelumnya saat KONTAN mengulasnya pada tahun 2013 lalu jumlah mitra yang bergabung sudah ada 13 mitra.

Diana, Pengelola pecel Bento bilang, itu karena mereka selektif mencari mitra yang tepat dan tidak ingin usaha mitra berhenti di tengah jalan. Asal tahu saja, usaha inovasi pecel lele ini berdiri pada tahun 2008 lalu di Surabaya, Jawa Timur.

Selang dua tahun, ada sedikit perubahan yang dilakukan oleh tim manajemen yaitu nilai investasi yang meningkat dari Rp 8,5 juta menjadi Rp 10 juta. Dengan modal tersebut fasilitas yang didapatkan mitra adalah satu unit booth, perlengkapan memasak, perlengkapan promosi, pelatihan, bahan baku awal, dan perlengkapan tambahan lainnya. “Kita menaikkan harga karena harga bahan bakunya naik,” katanya ke KONTAN.

Sekadar info, untuk harga beli bumbu mitra pun juga naik dari Rp 8.000 per kg menjadi Rp 10.000 per kg. Rata-rata tiap gerai mencetak omzet Rp 10 juta hingga Rp 15 juta tiap bulan. Dengan keuntungan bersih maksimal 40%, mitra bisa balik modal dalam waktu kurang lebih 4 bulan hingga 6 bulan.
Bukan urusan yang mudah untuk mendukung usaha mitra, Diana mengaku hingga saat ini dia masih kesulitan mengirimkan bahan baku kepada para mitra secara berkesinambungan. Maklum saja, lokasi mitra cukup jauh seperti di Lhokseumawe, Makassar, Surabaya, dan kota lainnya.

Sampai akhir tahun ini, mereka juga tidak getol menargetkan jumlah mitra baru. Mereka hanya berharap bisa mendapatkan 10 mitra baru lagi sepanjang tahun 2015. Untuk awal tahun ini, mereka baru membuka tiga gerai yang berlokasi di Tanjung Pinang, Surabaya, dan Jawa Tengah.
Untuk menyedot perhatian konsumen dan mitra, mereka banyak menggunakan media digital sebagai alat promosi. Meski bentuknya seperti makanan khas Jepang, pecel lele ini mengedepankan citarasa khas Jawa Timur.      

Mengamati bisnis olahan lele yang terus berkembang, pengamat bisnis dari Proverb Consulting, Erwin Halim berpendapat, bisnis ini masih prospektif dan ini bukan termasuk bisnis musiman. Karena banyak masyarakat gemar mengonsumsi pecel lele atau olahan lele sepanjang saat, sehingga pasarnya selalu akan ada.

Namun Erwin menyarankan pada para pengusaha lele untuk terus melakukan inovasi usaha. "Perlu adanya terobosan baru dari varian produk yang ditawarkan sehingga masyarakat tidak  bosan," ujar Erwin.

Dia mengamati bahwa kendala yang dialami oleh para pengusaha di sektor ini adalah  harga bahan baku yang berfluktuatif di pasar. Erwin menyarankan itu semua bisa disiasati dengan menyimpan resep bumbu (cabai dan bawang) dalam kemasan karenadengan cara itu mitra bisa mengamankan bahan baku dalam waktu lebih lama. "Sementara jika pengusaha menu lele menglamai kesulitan pasokan lele, maka harus dibuat bisnis dari hulu ke hilir," kata Erwin.

Maksudnya adalah, pengusaha kuliner lele juga diharapkan bisa membudidayakan ikan lele sendiri agar ketersediaan bahan baku tetap terjaga.
Selain itu menambah varian rasa produk di gerai juga bisa menjadi salah satu strategi untuk menghindari kebosanan. Pemilik usaha bisa menambah menu ayam atau sapi,  tentunya dengan melihat selera pasar dan potensinya.

Untuk lokasi usaha, segmentasi pasar olahan lele ini sangat luas yakni dari kalangan menengah bawah sampai atas, sehingga tempat berjualan tidak perlu di mal.          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×