kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Usaha tahu olahan tak selalu garing


Minggu, 19 Januari 2014 / 14:52 WIB
Usaha tahu olahan tak selalu garing
ILUSTRASI. An attendant walks outside the entrance to Hong Kong Monetary Authority in Hong Kong, China November 10, 2015.REUTERS/Bobby Yip


Reporter: Marantina, Pratama Guitarra, Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Rizki Caturini

 TAHU telah menjadi salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia sejak lama. Selain murah, makanan ini juga digemari karena kandungan protein nabati yang tinggi. Begitu populernya makanan ini, banyak pengusaha makanan yang menjadikan tahu sebagai ladang bisnis.

Pengusaha makanan gencar berinovasi dengan menjajakan aneka olahan tahu. Bahkan, sejak 2009 banyak dari mereka yang menawarkan kemitraan atau waralaba. Beberapa di antaranya pernah diulas KONTAN, yakni Tahu Pop, Tahu Krispi Tofuku, dan Tahu Brintiiik Crispy. Walau persaingan usaha ini makin ketat, bisnis tahu tetap menjanjikan. Kini bisnis beberapa pelaku usaha olahan tahu punya perkembangan masing-masing. Berikut ulasannya.

Tahu Pop

Sejak berdiri pada 2009, Tahu Pop asal Jatinangor, Sumedang ini sukses menggaet banyak pelanggan. Tawaran kemitraannya pun cukup diminati oleh masyarakat.

Ketika KONTAN mengulas kemitraan ini pada Februari 2013, Tahu Pop memiliki 44 gerai. Kini, jumlah gerai telah bertambah jadi 52 gerai. Andri Juanda, pemilik Tahu Pop mengatakan, enam gerai di antaranya merupakan milik sendiri dan sisanya milik mitra yang tersebar di Bandung dan Jabodetabek.

Selama ini Andri cukup selektif dalam memilih mitra. Selain itu, pemasaran dari mulut ke mulut masih menjadi strategi utama untuk menggaet mitra. Kuncinya, menjaga kualitas produk dan sistem kemitraan.

Dari segi investasi, Andri melakukan perubahan dengan menghapus paket motor senilai Rp 25 juta. Sebab, hanya sedikit mitra yang mengambil paket tersebut. Jadi sekarang, hanya ada tiga paket investasi Tahu Pop. Ketiga paket itu ialah paket big stand senilai Rp 6,5 juta, paket dorong Rp 8,5 juta dan paket kafe Rp 40 juta-60 juta. “Biaya investasi masih hampir sama, hanya paket dorong yang investasinya naik dari Rp 7,5 juta menjadi Rp 8,5 juta,” kata Andri.

Andri mengaku, sampai sekarang, banyak mitra mengambil paket big stand karena biaya investasi yang  relatif terjangkau. Sementara, paket kafe belum ada yang tertarik. Di masa mendatang, ia berencana mendirikan Rumah Serba Tahu untuk menunjukkan paket kafe terbukti berhasil.

Tahu Pop juga belum menambah menu baru karena Andri masih fokus mengembangkan kafe Tahu Pop yang ia kelola sendiri. Harga menu Tahu Pop masih sama, berkisar Rp 7.000-Rp 15.000 per menu. Sejak tahun lalu, gerai Tahu Pop juga menjual berbagai minuman botol sebagai pelengkap menu.

Menurut perhitungan Andri, dalam sehari, mitra bisa menjual sekitar 50 porsi Tahu Pop. Jadi, omzet yang diterima bisa mencapai Rp 15 juta per bulan dengan laba bersih sekitar Rp 3 juta-Rp 6 juta.

Targetnya, Andri akan menambah 12 gerai baru sepanjang tahun ini. “Sebenarnya, permintaan dari mitra di luar Jawa sangat banyak, tapi kami terkendala dengan bahan baku yang tidak bisa tahan lama,” ujar Andri.

Karena tidak mengandung pengawet, produk Tahu Pop bertahan maksimal tujuh hari dalam freezer. Sebagai solusinya, Andri berencana membuka pabrik tahu di luar Jawa agar bisa membuka mitra di luar Jawa.

Tahu Brintiiik Crispy

Sejak berdiri tahun 2009, kehadiran tahu dengan taburan mayones dan aneka bumbu, seperti barbekyu, keju, atau balado ini sukses menggaet banyak pelanggan. Padatahun yang sama, Tahu Brintiiik Crispy juga menawarkan kemitraan.

Saat KONTAN mengulas tawaran kemitraan ini di tahun 2013, Tahu Brintiiik sudah menggandeng 15 mitra. Setahun kemudian, mitranya sudah mencapai 50 mitra yang tersebar di kawasan Jakarta.

Namun, di tahun 2014 perkembangan bisnisnya agak stagnan. Kondisi itu terus berlangsung hingga tahun ini. "Jumlah mitra belum mengalami penambahan," kata Alex Satriyo, pemilik kemitraan Tahu Brintiiik Crispy.

Ia mengaku, pertumbuhan bisnisnya agak lamban karena kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan persaingan tahu semakin ketat. "Selain itu, saya juga sibuk dengan pekerjaan lain dan mengawasi bisnis waralaba lain," ujar Alex kepada KONTAN.

Alex menilai, prospek bisnis tahu ini masih bagus. Ia pun tetap berencana menggenjot jumlah mitra. Untuk itu, ia akan memperbanyak SDM yang akan membantunya mengelola kemitraan ini.

Hingga kini belum ada perubahan terkait tawaran kemitraan ini. Dalam hal menu, misalnya, masih tetap sama. Begitu pun dengan paket investasinya: masih Rp 9 juta. Fasilitas yang didapat mitra juga tetap, yakni gerobak yang dilengkapi peralatan masak.

Selain itu, calon mitra juga akan mendapat pelatihan cara mengolah tahu. Menurut Alex, penjualan Tahu Brintiiik masih stabil di kisaran 50 porsi hingga 100 porsi per hari.

Dengan harga jual Rp 8.000 per porsi, omzet satu bulan bisa mencapai Rp 12 juta dengan laba 25% dari omzet. Semua laba masuk kantong mitra karena tidak ada royalti fee. Balik modalnya sekitar tiga hingga enam bulan.

Tahu Krispi Tofuku

Tahu Krispi Tofuku yang berdiri pada Februari 2008 di Surabaya, kini harus menyerah pada persaingan pasar. Slamet Raharjo pemilik waralaba ini berencana menutup usaha ini. Satu-satunya gerai yang dia miliki telah ditutup dan 160 gerai milik mitra saat ini hanya sekitar 25% yang masih bertahan.

Memang, ketika KONTAN mengulas kemitraan tahu ini Februari 2013, Krispi Tofuku sudah mulai mengalami kemunduran. Krispi Tofuku memiliki 155 gerai dan hanya satu diantaranya milik sendiri. Padahal setahun sebelumnya, Slamet memiliki dua gerai milik sendiri. Gerai tersebut terpaksa ditutup karena tidak bisa bersaing dengan usaha olahan tahu yang belakangan terus mengalami perkembangan dan dijual dengan harga yang lebih murah.

Slamet mengatakan, Krispi Tofuku mengalami kemandekan lantaran persaingan yang begitu ketat serta produk Krispi Tofuku yang gampang ditiru. "Banyak orang tinggal goreng tahu, kemudian mengklaim Tahu Krispi dan dijual dengan harga yang lebih murah," tutur Slamet.

Kini, kejayaan Krispi Tofuku telah berakhir. Slamet pun telah beralih ke usaha yang lain yakni menjadi supplier bahan Kebab. Dia mengaku, usaha tersebut cukup menjanjikan dan dirinya akan fokus menggeluti usaha itu. "Sekarang saya mendapat kepercayaan dari tiga pabrik menjadi supplier bahan Kebab," ungkapnya.

Ketika KONTAN mengulas kemitraan ini pada September 2008, Tofuku baru memiliki tujuh gerai yang terdiri dari  3 gerai milik sendiri dan empat lainnya milik mitra. Saat itu paket investasi yang ditawarkan hanya ada tiga, yakni Rp 4,5 juta, Rp 6 juta, dan Rp 7 juta dan satu porsi tahu dibanderol dengan harga Rp 3.500.

Lalu saat diulas kembali pada tahun 2010, jumlah gerai Tahu Krispi Tofuku sudah  berkembang menjadi 102 buah yang dioperasikan oleh 80 mitra. Namun saat itu, Slamet hanya menyediakan dua paket investasi yakni paket Rp 7 juta dan Rp 8,5 juta dan harga jual yang dibanderol juga masih Rp 3.500 seporsi.

Sementara saat diulas pada April 2012, Tahu Krispi Tofuku sukses mencatat pertumbuhan jumlah mitra yang cukup tinggi dan telah memiliki 150 gerai. Kendati sejak tahun 2010 harga jual Krispi Tofu dinaikkan dari Rp 3.500 menjadi Rp 5.000 per porsi, jumlah mitranya terus bertambah. Lantas, di 2013 bisnis tahu krispi ini mulai mengalami kemunduran, seiring jumlah gerai yang berkurang. Anda mau memilih yang mana?   

Pengamat waralaba Pietra Sarosa dari Pietra Sarosa Consulting Group mengatakan, pada dasarnya bisnis makanan olahan tahu masih berprospek bagus untuk digeluti. Sebab, peminat  makanan ini masih cukup besar. Artinya, permintaan dari masyarakat masih akan tetap tinggi.

Artinya, jika di tengah permintaan yang masih tinggi, namun terjadi penurunan bisnis terutama dari jumlah mitra yang bisa terjaring oleh pemilik kemitraan, ini lantaran sosialisasi terhadap masyarakat masih kurang. Baik terhadap produk dan peluang bisnis yang ditawarkan pemilik usaha.  

Terlebih jika bisnis tersebut adalah olahan tahu. Pemilik usaha harus lebih gencar memiliki menu-menu baru dengan memiliki inovasi-inovasi produk agar mampu menarik minat konsumen. "Apalagi, persaingan olahan tahu ini semakin banyak. Jadi kalau tidak merubah varian rasa yang unik pada tahu, bakalan kalah saing," ujarnya.

Menjamurnya waralaba ataupun tawaran kemitraan tahu saat ini memang telah menjadikan usaha tahu olah bukan lagi sebagai bisnis yang baru dan bukan untuk melakukan uji coba. Akibat sudah terlalu banyak pebisnis dalam bidang ini, para calon mitra yang ingin bergabung dalam sebuah tawaran kemitraan tahu olahan harus sungguh-sungguh menjalani usaha ini.

Jika tidak, maka bisnis ini akan cepat tutup. Selain itu, agar usaha tahu ini tak menjadi bisnis sesaat, perlu ada inovasi baru dari rasa dan strategi pemasaran yang baik. "Karena bukannya tidak mungkin tahu bisa sepopuler makanan olahan lain," terang Pietra. Selamat berinovasi.                                        n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×