Reporter: Noverius Laoli | Editor: Tri Adi
Menerapkan kontrol kualitas yang ketat menjadi kunci sukses Widayapratama Tanara dalam membesarkan usaha Kopi Aroma warisan orang tuanya. Kontrol ketat dilakukannya sejak dari kebun kopi hingga pabrik pengolahan.
Sebagai generasi kedua penerus usaha Kopi Aroma, Widayapratama Tanara telah mengenal kopi sejak kecil. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, ayahnya sudah sering mengajaknya untuk membantu kegiatan pengolahan kopi di pabrik. "Saat teman-teman bermain, saya sibuk di pabrik," kenang Widayapratama.
Saat membantu di pabrik, ia sering kebagian tugas menjemur kopi dan memasukkan kayu pembakaran ke dalam mesin penggarangan. Kesibukannya tidak hanya berhenti di pabrik.
Oleh ayahnya, ia juga kerap diajak meninjau perkebunan kopi milik petani yang menjadi mitra Kopi Aroma. Petani yang menjadi mitra bisnis orang tuanya tersebar mulai dari Lampung, Jawa Timur, Flores, Toraja, dan Aceh.
Lantaran lokasinya jauh, ia biasanya diajak mengunjungi kebun saat sedang liburan sekolah. Tidak hanya bermain, di kebun itu ia juga mencoba membantu sebisanya. "Saya biasanya ikut menanam kopi bersama petani lainnya," ujarnya.
Di luar itu, ia juga sering membantu aktivitas lain di perusahaan kopi milik orang tuanya. Semisal, membantu mengurus pengangkutan kopi dari berbagai daerah.
Pengalaman membantu orang tua membuatnya khatam seluk beluk mengolah biji kopi agar menjadi unggul dan berkualitas.
Makanya, ketika sang ayah wafat tahun 1971, ia sudah siap meneruskan usaha pengolahan kopi tersebut. Padahal, usianya saat itu baru 20 tahun dan masih duduk di semester pertama Fakultas Manajemen Universitas Padjadjaran, Bandung. "Tapi itu bukan hambatan untuk meneruskan usaha," ujarnya.
Tak sekadar melanjutkan bisnis, dia juga terus melakukan terobosan agar kopi yang dihasilkan semakin berkualitas. "Sekarang saya menerapkan sistem kontrol berlapis-lapis," ujarnya.
Kontrol sudah dilakukannya sejak dari perkebunan kopi milik petani yang menjadi mitra usahanya. Saat melakukan kontrol, ia tidak pernah memberi tahu petani sebelumnya. "Tiba-tiba saya sudah ada di kebun dan bertemu mereka," jelasnya.
Saat terjun ke lapangan, ia selalu memperlakukan petani sebagai mitra yang saling menghargai. Ia akan mengajak mereka berdiskusi dan membantu memecahkan persoalan di lapangan.
Kepada petani, ia juga menekankan agar selalu menggunakan pupuk kandang. Dengan pupuk kandang, kualitas biji kopi yang dihasilkan semakin baik. "Dari 1.000 biji kopi yang diolah, hanya 10 biji yang rusak," ujarnya.
Selain di kebun, di pabrik ia juga melakukan kontrol secara ketat. Setiap hari ia sudah mulai memutar roda mesin kopi pada pukul 04.00 WIB. Ia melakukan sendiri semua pekerjaan, sembari menunggu karyawannya yang berjumlah 9 orang datang pada pukul 07.00 WIB.
Dalam melakukan kontrol, Widyapratama selalu menggunakan tiga indra sekaligus. Pertama, mata untuk melihat asap penggarangan. Kedua, hidung untuk mencium apakah kopi sudah matang atau belum.
Dan, ketiga telinga untuk mendengar bunyi. Jika sudah berbunyi "keretek- keretek", itu berarti sudah matang. "Kontrol berlapis-lapis itu harus agar kualitas tetap terjaga," ujarnya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News