kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   -5.000   -0,33%
  • USD/IDR 15.850   25,00   0,16%
  • IDX 7.114   -85,89   -1,19%
  • KOMPAS100 1.086   -16,05   -1,46%
  • LQ45 857   -16,69   -1,91%
  • ISSI 217   -2,23   -1,02%
  • IDX30 439   -9,02   -2,02%
  • IDXHIDIV20 526   -12,72   -2,36%
  • IDX80 124   -1,94   -1,54%
  • IDXV30 127   -5,04   -3,83%
  • IDXQ30 145   -3,06   -2,06%

Wilujeng sumping di warung Sunda


Selasa, 16 September 2014 / 13:18 WIB
Wilujeng sumping di warung Sunda
ILUSTRASI. Aktivitas pekerja di depan layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta.


Reporter: Cindy Silviana Sukma, Primasyah Kristanto, Rani Nossar, Tri Sulistiowati | Editor: Rizki Caturini

Bisnis kuliner memang tetap masih menjanjikan. Hal ini dilihat dari banyaknya gerai makanan yang menjajakan berbagai menu baik berskala kedai pinggir jalan yang sederhana hingga resto yang berada di pusat perbelanjaan.

Selain gerai menu khas Eropa atau Asia, resto makanan tradisional pun ramai peminat. Tidak heran, meski banyak pelaku usaha yang terjun ke sektor ini, mereka masih bisa meraup untung.

Kali ini, wilujeng sumping alias selamat datang di warung sunda. KONTAN akan coba mengulas kembali tentang kemitraan beberapa resto makanan khas Sunda serta perkembangan bisnis terkini yang pernah ditulis sebelumnya. Beberapa di antaranya yakni Sambara, Cabe Ulek, dan Gule Kepala Ikan Tjimande. Berikut ulasannya:

Sambara

Rumah makan dengan sajian khas Sunda ini mulai menawarkan kemitraan pada Oktober 2011. Ketika KONTAN menulis tentang tawaran kemitraan ini pada November 2013, resto asal Bandung, Jawa Barat ini sudah memiliki sebanyak 10 gerai, yakni delapan milik mitra dan sisanya milik pusat.

Menurut Jaka Setia, Corporate Service Manager Sambara, mitra usaha kedai Sambara kini sudah tersebar hingga ke Palembang, Sulawesi, dan Kalimantan. Hal ini dikarenakan bisnis makanan Sunda masih memiliki prospek yang besar karena makanannya diterima seluruh kalangan dan suku masyarakat Indonesia.

Sementara, kini paket investasi yang ditawarkan memiliki konsep yang berbeda. Semula, Sambara menawarkan paket investasi sebesar Rp 275 juta untuk paket warung Sambara yang berkapasitas hanya 25 kursi, kemudian paket Rp 725 juta untuk paket ekspres yang berkapasitas 40 kursi serta paket resto senilai Rp 1,1 miliar untuk kapasitas 120 kursi dan Rp 2,55 miliar yakni paket casual fine dining yang berkapasitas hingga 350 kursi.

Namun kini, paket investasi yang ditawarkan lebih murah. Paket casual fine dining ditawarkan senilai Rp 325 juta dan senilai Rp 240 juta untuk paket resto. Sementara untuk paket ekspres dihargai senilai Rp 175 juta dan untuk paket ekspres dan Rp 95 juta untuk paket warung.

Paket investasi sebesar itu sudah termasuk joining fee, persediaan bahan baku soft opening, peralatan dan perlengkapan dapur, dan pelatihan pegawai. "Semua paket investasinya di luar biaya sewa tempat, renovasi, equipment dan lain lain," ujarnya.

Selain itu, ada beberapa menu baru di Sambara yang dihasilkan dari kitchen lab yang mereka miliki yang bertugas untuk menciptakan setidaknya satu menu baru tiap bulan. Menu-menu baru itu diantaranya adalah oseng bunteli, hayam pandan, sasih payun, iga saus tomat sajian sambara, nasi anglo, nasi tutug oncom, ikan asin cabe kering, dan sebagainya.

Untuk harga produk, Jaka bilang saat ini memang ada kenaikan harga di beberapa varian menu. Ia menambahkan, kendala yang dialami oleh restoran Sunda pada umumnya adalah kenaikan harga bahan baku di pasar. "Mau tidak mau, kami harus menaikkan harga jual ke konsumen, khususnya untuk menu olahan ayam dan daging. Namun jika harga semakin tinggi minat konsumen terhadap restoran dapat berkurang," ujarnya.

Untuk ke depan, Sambara akan menargetkan penambahan setidaknya enam mitra. Target ini harus didukung oleh promosi di media sosial dan iklan di internet. Selain itu, Sambara juga akan fokus membenahi manajemen internal. "Saat ini, konsep kami sudah mengarah ke konsep open kitchen. Pengunjung bisa melihat proses memasak kami," ujarnya.

Cabe Ulek

Usaha kuliner ala Herry Gunawan ini tidak menunjukan perkembangan yang signifikan. Sampai dengan pertengahan tahun ini hanya ada satu mitra yang bergabung. Sebelumnya, Harian KONTAN sempat mengulasnya pada tahun 2011, saat itu jumlah mitra yang bergabung di usaha  ini ada dua gerai.

Herry mengatakan, ada satu gerai milik mitra yang berada di wilayah Jakarta Pusat harus ditutup lantaran tingginya tarif sewa tempat. "Kenaikan tarif sewanya lebih dari 200%, jadi kami tutup saja dulu," tambahnya.

Hingga akhir tahun ini, Herry menargetkan akan ada satu mitra baru yang bergabung sehingga total mitranya menjadi empat. Untuk menarik perhatian konsumen, restoran Cabe Ulek selalu menghadirkan menu baru salah satunya seperti gurami hantu petir, ayam panggang cabe ulek, dan menu lainnya.

Saat ini total menu makanan dan minuman yang dijual Cabe Ulek ada sekitar 70 menu. Untuk harga jual mulai dari Rp 25.000 hingga
Rp 50.000 per porsi. Tawaran nilai investasi usaha kuliner yang didirikan sejak tahun 2009 dan mulai menawarkan kemitraan usaha pada tahun 2012 lalu ini tidak berubah sampai sekarang. Kedai ini hanya menawarkan satu model investasi dengan nilai sebesar Rp 700 juta.

Dengan modal tersebut, fasilitas yang didapatkan mitra adalah seluruh perlengkapan memasak, bahan baku, branding, serta tempat usaha. Dalam sebulan, restoran Cabe Ulek bisa mengantongi omzet sekitar Rp 400 juta.

Setelah dikurangi biaya bahan baku dan biaya operasional lainnya, porsi keuntungan bersih yang didapatkan mitra sekitar 30% dari omzet tiap bulan. Berdasarkan perhitungan Herry, dalam waktu sekitar dua belas bulan, mitra sudah bisa balik modal.

Naiknya harga gas Elpiji per tanggal 10 September 2014 lalu cukup membuat Herry resah. Pasalnya, akan ada kenaikan harga lainnya dan mereka berencana untuk menaikan harga jual produk. "Tapi, kami masih menunggu dulu, kita lihat satu bulan kedepan," tandasnya.

Gule Kepala Ikan Tjimande

Restoran makanan Sunda bernama Gule Kepala Ikan Tjimande atau disingkat Gulkit ini fokus menyajikan menu ikan kakap, selain menu makanan sunda lain. Restoran ini berdiri pada Januari 2013 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dan memulai kemitraan di Juni di tahun yang sama.

KONTAN pernah mengulas tawaran bisnis ini pada Juli 2013 lalu. Saat itu, gerainya baru ada dua yang semuanya berlokasi di Banjarbaru dan Palangkaraya.
Pemilik Gule Kepala Ikan Tjimande, Rizal Sidik menyampaikan, sampai sekarang jumlah gerainya masih sama alias belum bertambah. Hal ini disebabkan Rizal masih selektif dalam memilih mitra. Selain itu ia tidak terlalu ambisi dalam menambah mitra.

Begitu pula dengan nilai paket investasi yang ditawarkannya, dari tahun pertama berdiri hingga sekarang, masih sama yakni sebesar Rp 350 juta. Sebab, untuk penyediaan perlengkapan dan bahan baku sudah dibeli dalam jumlah besar, sehingga bisa lebih hemat dan tidak perlu menambah biaya lagi.

Selain itu, alasan Rizal tidak terlalu agresif menambah mitra karena dirinya sedang fokus membuka gerai makanan dan snack di foodcourt. Meski begitu, Rizal bilang, kini makin banyak orang Kalimantan yang suka dengan masakan Sunda sehingga untuk urusan pelanggan makin terus meningkat. Hingga akhir 2014, Rizal menargetkan ada penambahan dua mitra hingga tiga mitra.

Target ke depan, Rizal akan merenovasi interior restoran agar lebih menarik dan terlihat tidak membosankan. "Dalam waktu dekat, ada orang Malaysia yang juga tertarik membuka restoran ini. Tempatnya akan ditentukan di Malaysia, antara Sabah atau Serawak," kata dia.       

Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Amir Karamoy, melihat, jumlah restoran makanan khas Sunda sudah cukup banyak beroperasi, sehingga persaingan usaha pun semakin ketat. Oleh karena itu, pengusaha restoran Sunda perlu menonjolkan spesifikasi dan ciri khas tradisional Sunda untuk bisa terus menarik pelanggan. "Tentunya harus enak. Namun, rasa khas Sunda dan sajiannya harus menjadi yang utama," ucapnya.

Menurutnya, meski sudah banyak restoran yang mengklaim menawarkan menu makanan khas Jawa Barat, namun rasa tradisional dari makanan tersebut kurang menonjol. Misalnya, pepes ikan peda yang asli dari Sunda sudah jarang ditemukan di resto-resto tersebut. Sehingga, pelaku usaha tetap terus perlu menambah varian menu yang benar-benar mewakili daerah Sunda.  

Adapun, Amir mengungkapkan beberapa tips yang harus diperhatikan pelaku usaha bagi yang sudah atau akan berkecimpung di restoran Sunda. Pertama, tonjolkan ciri khas masakan tradisional daerah tersebut. Sebab, menurutnya, konsumen datang ke restoran tersebut karena mencari yang khas dari daerah itu. Sehingga, perlu mempertahankan keasliannya.

Amir juga menekankan pentingnya menjaga kualitas makanan. "Makanan harus segar. Jangan hanya lalap yang segar, sayurnya juga harus tetap segar," sebutnya.

Di samping itu, pelayanan restoran terhadap pelanggan juga tidak boleh dilupakan. Hal ini penting untuk menjaga loyalitas para pelanggan restoran tersebut agar bersedia kembali datang.                       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×