kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yuk, tengok bisnis kedai mi gaul!


Sabtu, 07 Oktober 2017 / 13:05 WIB
Yuk, tengok bisnis kedai mi gaul!


Reporter: Tri Sulistiowati, Venny Suryanto | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Menu mi kekinian sempat populer beberapa waktu lalu. Terutama di kalangan kawula muda. Lantaran ada ragam taburan menu di atas mie yang berbahan dasar mi instan tersebut. Tak sekadar telur atau kornet, ada pula keju, ayam panggang hingga daging steik.  

Kreasi tersebut berhasil menyedot perhatian pecinta kuliner. Karena penasaran dengan kudapan yang tidak biasa tersebut. Imbasnya bisa ditebak. Satu per satu para pengusaha mulai membuka usaha kuliner tersebut dan mulai menjamur. Tak cuma di area Jakarta saja, tapi juga sudah sampai ke pinggiran Jakarta.

Alhasil, persaingan di bisnis kedai yang juga disebut Indomie gaul tersebut  semakin ketat. Kondisi ini membuat para pebisnis harus mencari cara supaya tidak kehilangan konsumen.

Ria Wardani, Sekretaris Eksekutif What's Up Cafe tidak menampik kondisi tersebut. Meski penjualan masih stabil di kisaran Rp 30 juta per bulan, pihaknya tidak lantas berleha-leha.

Justru pihaknya kerap  memberikan iming-iming supaya tetap bisa mengundang pengunjung datang. Misalnya ada pertunjukan musik atau live music. Ia berharap dengan fasilitas tersebut, konsumen tidak cuma datang sekedar makan saja tapi juga bisa sebagai ajang tempat berkumpul.

Selain itu pihaknya juga terus mengembangkan racikan bumbu supaya berbeda dan punya ciri khas ketimbang kedai sejenis. Saat ini kedai tersebut punya beragam menu seperti indomie laksa, chessy cream, ayam asam manis, ayam geprek, serta beef bulgogi. Harganya dipatok dari Rp 6.000 sampai Rp 24.000 per porsi.

What's Up Cafe didirikan oleh Valentino Ivan bersama Ayu Zulia Shafira pada Mei 2015. Saat ini jumlah gerai ada 10 unit yang tersebar di Bandung, Jakarta, Bekasi, hingga Pontianak. Ria memastikan, pihaknya juga akan menambah gerai anyar lagi di BSD, Yogyakarta hingga Manado.

Kelesuan usaha juga dirasakan Andy Leonardo pemilik Warung Si Boy asal Surabaya, Jawa Timur. Menurutnya, konsumen mulai jenuh dengan menu makanan ini.

Alhasil, omzetnya pun merosot sekitar 50% sejak Desember 2016. " Bahkan ada resto sejenis yang sudah tutup usahanya," katanya pada KONTAN, Jumat (22/9).

Selain bosan dengan menu yang itu-itu saja, Andy mengaku patokan harga mi kreasi cukup mahal untuk kantong pelanggan. Ia membanderol harga mi kreasi antara Rp 13.000 sampai Rp 14.000 per porsi.

Alhasil, dia harus memutar otak untuk mempertahankan bisnis agar terus berjalan. Seperti menambah varian produk non mie, seperti nasi dan lainnya. Fasilitas Wifi, hingga potongan harga.

Menurut catatannya, jumlah kedai mie kreasi yang mulai muncul tahun lalu tersebut hingga kini tinggal menyisakan enam kedai.      

Harus rajin inovasi biar tak ditinggal pembeli

Menu makanan kekinian yang ramai dan menjadi perbincangan di media sosial, tak selamanya tetap populer. Seperti kreasi mi modern yang kaya akan topping serta tambahan bumbu pelengkap, kini mulai tak lagi dilirik konsumen.

Andy Leonardo, pemilik Warung Si Boy asal Surabaya, Jawa Timur mengatakan, potensi usanya akan menciut jika hanya mengandalkan menu utama mi. Alasannya, konsumen yang didominasi kalangan muda cepat bosan dan hanya penasaran.

Gencarnya budaya hidup sehat juga menjadi alasan usaha ini kian lesu. Pasalnya, mi bukanlah makanan yang cocok dikonsumsi tiga kali sehari. Apalagi, sejumlah konsumen masih menganggap kreasi mie tersebut sebagai makanan biasa yang belum pas bila dibanderol dengan harga tinggi. Lagipula, menu ini mudah dicontoh dan dibuat sendiri dirumah.

Makanya, bila ingin bisnisnya bertahan, mau tidak mau pemilik usaha harus mengikuti selera pasar. Contohnya, dengan menyediakan menu lainnya seperti aneka nasi, camilan, sampai dengan roti bakar. " Mengubah mindset itu cukup sulit untuk konsumen disini," katanya pada KONTAN, Jumat (22/9).

Berbeda dengan Warung Si Boy, bisnis What's Up Cafe justru berkembang. Buktinya, gerai yang menawarkan menu Indomie kekinian ini masih terus membuka cabang baru di setiap kota. Bahkan, dalam lima tahun ke dapan, mereka akan mengincar pasar internasional.

Ria Wardani, Sekretaris Eksekutif What's Up Cafe mengatakan, tantangan terberat yang dihadapinya saat ini adalah sulitnya mendapatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sesuai dengan standar. Oleh karena itu, What's Up Cafe selalu membuka training bagi karyawan. Mereka juga mewajibkan karyawan untuk selalu membuat inovasi menu baru.

Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian konsumen. Asal tahu saja, kini, salah satu menu yang sedang populer dikalangan pelanggannya adalah Indomie ayam geprek yang dapat dipesan dengan berbagai tingkat kepedasan.

Pengamat usaha Djoko Kurniawan menilai potensi bisnis makanan berbahan baku Indomie ini masih bagus saat ini. Asalkan, pemilik usaha getol melakukan inovasi produk atau mengeluarkan varian menu mi baru. Hal ini menjadi kewajiban yang harus  dilakukan pemilik, mengingat makanan ini mudah dicontoh.

Bila ada gerai yang gulung tikar maka harus di-review kembali terkait dengan sasaran konsumen dengan harga jual produk. "Konsumen akan rela membayar mahal bila tampilan atau rasa makanannya berbeda," katanya pada KONTAN, Senin (25/9).

Sedangkan untuk fasilitas tambahan seperti wifi, live music, dan lainnya disesuaikan dengan target konsumen serta harapan pemilik usaha. Bila harga julanya sudah murah maka aneka gimik tak dibutuhkan.          
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×