kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ashitaba tanaman obat asal Jepang untuk penangkal kanker (1)


Kamis, 21 Juli 2011 / 16:04 WIB
Ashitaba tanaman obat asal Jepang untuk penangkal kanker (1)
ILUSTRASI. Alat berat atau dump truck pama persada mengeruk dan membawa batubara di pertambangan PT Adaro Indonesia.


Reporter: Dharmesta, Bambang Rakhmanto | Editor: Tri Adi

Tanaman obat ashitaba (Angelica keiskei) sangat populer di negara asalnya, Jepang. Tanaman berdaun mirip seledri ini dipercaya memiliki kandungan antiaging, antiinflamasi, dan pencegah kanker. Getah pohon ini bermanfaat untuk terapi penyakit kanker.

Walaupun memiliki manfaat berjibun, di Indonesia tanaman ashitaba masih belum sepopuler di Jepang. Karena itulah sebagian besar produksi tanaman ini diekspor ke luar negeri.

Salah satu petani yang membudidayakan tanaman ashitaba adalah Nizar Zulmi di Sembalun, Lombok Timur. Dengan luas lahan mencapai 1 hektare (Ha), Nizar dalam sebulan mengaku mampu menghasilkan 100 kilogram (kg) daun ashitaba kering.

Selain dijual dalam bentuk daun kering, ashitaba juga dijual dalam bentuk bubuk. "Biasanya yang meminta bentuk bubuk adalah pasar luar negeri. Dengan dimensi lebih kecil, biaya angkut lebih murah," kata Nizar.

Daun ashitaba kering dijual dengan harga Rp 150.000 per kg, sedangkan dalam bentuk bubuk harganya Rp 160.000 per kg. Daun kering seberat 1 kg dihasilkan dari daun basah 15 kg.

Tak hanya daun, getah tanaman ashitaba juga memiliki nilai ekonomis tinggi. "Harganya mencapai Rp 600.000 per liter," katanya. dalam sebulan, Nizar mampu mengumpulkan empat liter getah dengan omzet mencapai Rp 17,4 juta per bulan.

Daun kering, bubuk, dan getah tanaman ashitaba dijual Nizar ke pengepul di Bali. Oleh pengepul di Bali, produk tanaman obat itu selanjutnya diekspor ke Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia. "Hampir semua produk ashitaba di Bali berasal dari Lombok," tandas Nizar.

Sayangnya, pasca gempa dan tsunami yang melanda Jepang, membuat produknya yang berbau Jepang ikut terimbas. Walhasil, ekspor langsung ke Malaysia dihentikan karena kekhawatiran terkena imbas radiasi nuklir.

Selain Nizar, Ruslan Abdul Gani juga membudidayakan ashitaba. Lelaki yang juga asal Lombok Timur ini memiliki lahan mencapai 1 ha.

Dari lahan itu, Ruslan mampu mengumpulkan getah sebanyak 5 liter. Dari getah tersebut, dia mendapat penghasilan Rp 3,5 juta per bulan, sebab harga jualnya mencapai Rp 700.000. "Itu sudah termasuk ongkos kirim," kata Ruslan yang telah menjadi petani ashitaba sejak sembilan tahun lalu.

Selain pendapatan dari getah tanaman, Ruslan juga mampu memproduksi 50 kg daun ashitaba kering dalam sebulan. Daun ashitaba kering dijual seharga
Rp 300.000 per kg termasuk ongkos kirim.

Dengan harga jual tersebut, dia mendapat omzet per bulan mencapai Rp 15 juta. Produk-produk ashitaba lebih banyak dijual ke Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). "Saya jual ke pengepul di Mataram. Oleh mereka kemudian akan dijual lagi" ujarnya.

Karena belum banyak dikenal masyarakat Indonesia, sampai saat ini baik Nizar maupun Ruslan masih mengandalkan penjualan melalui pengepul. Sama seperti pengepul di Bali, pengepul di Mataram juga mengekspor daun dan getah ashitaba ini. "Penjualan asithaba memang masih tergantung pada pasar ekspor" ujar Nizar.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×