kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45936,11   -27,62   -2.87%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Batik tulis tertekan maraknya batik cetak (3)


Selasa, 27 Januari 2015 / 09:10 WIB
Batik tulis tertekan maraknya batik cetak (3)
ILUSTRASI. Yuk intip syarat dan ketentu promo furnitur Informa cashback Rp 1 juta


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Rizki Caturini

Meski jumlah gerai di kampung batik yang berlokasi di Jalan Batik, Semarang Timur, Jawa Tengah ini hanya sekitar 10 gerai, namun para penjual merasakan hawa persaingan yang cukup sengit. Maklum saja, mereka menjual produk yang relatif sama, sehingga harus bersaing dari segi harga jual agar dilirik pembeli.

Endang, penjual batik di sentra ini mengatakan, saat ini banyak pemilik gerai yang menjual kain batik dengan harga yang sangat murah. Rupanya mereka banyak menjual batik print. Kondisi ini membuat Endang pun mau tidak mau ikut berjualan batik print agar mendapatkan pembeli.

Sebelumnya, Endang yang juga berprofesi sebagai pembatik hanya menjual batik tulis dan batik cap di gerainya. Semua batik tulis yang ada di galerinya adalah hasil karyanya. Dia membutuhkan waktu tiga hari untuk bisa menyelesaikan proses membatik satu lembar kain. Artinya, rata-rata Endang bisa memproduksi sekitar 10 helai batik tulis per bulan. Motif-motif batik buatannya banyak terinspirasi dari cerita-cerita rakyat yang sudah tersohor di Semarang.

Seluruh bahan baku untuk membatik sebagian besar dia ambil dari Pekalongan. Endang mengaku, hingga saat ini tidak ada kendala dalam mendatangkan bahan baku. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada tahun lalu masih belum mempengaruhi harga jual kain koleksinya. Endang menjual kain batik tulis sekitar Rp 600.000 per helai.  

Keuntungan dari penjualan batik tulis ini bisa sampai 100%. Itu sebabnya, Endang masih belum perlu meningkatkan harga jual hingga saat ini. "Lagipula harga beli bahan baku masih tetap sama," kata dia.

Nah, lantaran harga jual batik tulis ini cukup mahal, sehingga tidak banyak yang melirik batik tulis miliknya. Ini membuat omzet usahanya menyusut tajam. Saat ini dia hanya bisa meraup omzet usahanya hanya sekitar Rp 5 juta per bulan. "Padahal sebelum banyak yang menjual batik print, saya bisa mengantongi omzet sampai Rp 15 juta per bulan," kata Endang.

Agar bisa bertahan, Endang pun akhirnya juga menyediakan batik print di gerainya yang dia ambil dari beberapa daerah-daerah penghasil batik.

Oktavia Ningrum, penjual batik lainnya di sentra ini juga merasakan hal yang sama. Untuk menggenjot omzet usaha, ibu satu anak ini tidak hanya menjual kain, tapi juga daster batik, kemeja batik laki-laki. Okta kerap menggunakan cara pemasaran lama dengan membagikan kartu nama kepada pengunjung dan sering mengikuti pameran batik.

Endang dan para penjual batik di sentra ini kini sedang membahas untuk bisa memproduksi batik print sendiri. Sehingga mereka tidak harus memasok produk dari daerah lain. "Ke depannya, kita berharap bisa memiliki mesin print dan bisa menggunakannya," ujar Endang.            n

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet Using Psychology-Based Sales Tactic to Increase Omzet

[X]
×