kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berbekal ketrampilan, Vera mencoba bebaskan PSK Gang Doly


Jumat, 18 Maret 2011 / 15:58 WIB
Berbekal ketrampilan, Vera mencoba bebaskan PSK Gang Doly
ILUSTRASI. Aktivitas pekerja memproduksi mebel jepara di Tangerang Selatan, Jumat (10/1). KONTAN/BAihaki/10/1/2020


Reporter: Gloria Natalia | Editor: Tri Adi

Dengan dedikasi tinggi, Lilik Sulistyowati atau karib dipanggil Vera membaktikan diri untuk membebaskan PSK di Gang Doly Surabaya dari pelacuran. Ia membantu para PSK dengan aneka ragam kursus seperti menjahit dan memasak. Harapannya, mereka memiliki modal untuk berusaha, tanpa menjadi pelacur. Berbagai tantangan Vera hadapi demi mewujudkan harapan itu.

Gang Doly terkenal sebagai salah satu kawasan mesum di Indonesia. Bahkan, gang di Pasar Kembang, Surabaya, ini konon menjadi kawasan pelacuran terbesar di Asia Tenggara.

Namun, bagi Lilik Sulistyowati, Gang Doly adalah tempatnya membaktikan diri pada masyarakat. Ibu rumah tangga yang dikenal dengan nama Vera ini datang ke Gang Doly pada 1987. "Saya ingin mereka bangkit dari keterpurukan. Saya ingin mereka meningkatkan martabatnya sebagai perempuan," katanya.

Vera terpanggil untuk membaktikan hidupnya bagi pekerja seks komersial (PSK) Gang Doly karena merasa peduli. Dia bukan dari bekas pekerja seks malam di Gang Doly, Vera adalah penduduk yang tinggal berdekatan dengan kawasan pelacuran tersebut.

Vera bertekad meningkatkan taraf hidup perempuan di Gang Doly sehingga tidak menjadi pekerja seks lagi. Untuk mewujudkan tekad tersebut, berbagai rintangan harus Vera hadapi. Demi mendekati PSK, Vera harus berkawan dengan para mucikari hingga harus ikut bermain judi.

Setelah kenal, Vera lantas membentuk arisan di kalangan mucikari. Ia juga membuat arisan serupa untuk para PSK. Dengan arisan itu, ia berharap, para PSK mendapat modal untuk lepas dari pekerjaannya sekarang.

Pada tahun 1995, Vera bekerja sama dengan Yayasan Abdi Asih yang peduli penanganan HIV/AIDS di kalangan PSK. Maklum, pekerja malam seperti PSK ini adalah orang yang paling rentan terhadap penyebaran virus mematikan ini.

Lewat Yayasan Abdi Asih yang berdekatan dengan Gang Dolly, Vera lalu membuat kelas menjahit. Ia mengajari para PSK ketrampilan menjahit baju anak-anak, bed cover, sarung bantal, taplak meja dari kain perca.

Dalam sebulan, Vera memberi pelatihan ketrampilan menjahit kepada sekitar 30 orang PSK. "Setiap bulan berganti, kadang 40 orang, kadang 50 orang," ujarnya. Bahkan saat ini, ada 100 orang lebih aktif menjahit. Pelatihan tidak hanya diberikan untuk PSK, masyarakat umum yang berkeinginan untuk belajar juga diperbolehkan ikut.

Ia berharap, komunikasi yang baik antara PSK dengan masyarakat akan menyadarkan para PSK tersebut. Saat ini, masyarakat umum yang belajar menjahit kebanyakan adalah ibu-ibu lanjut usia.

Sebagai bahan baku kelas menjahit, Vera mendapat kain perca dari satu perusahaan garmen di Surabaya. Dalam sebulan, dirinya minimal mendapat pasokan satu karung kain perca. Untuk mendapatkannya, Vera harus menebus dengan harga Rp 75.000 hingga Rp 100.000 per karung.

Ia mengaku tidak pernah menerima bantuan secara gratis. Sebab, dia memang menekankan dan mengajarkan kerja keras kepada anak didiknya. "Misi saya mendidik mereka bekerja keras. Bukan dari bantuan gratis sana-sini,” kata Vera.

Dari satu karung kain perca itu, Vera bisa menciptakan dua bed cover. Jika pasokan kain habis atau ada uang lebih, ia akan membeli lagi pasokan kain perca. Dari usaha dan bantuan PSK dan masyarakat, Vera mampu memproduksi minimal 40 bed cover tiap pekan.

Bed cover menjadi produk yang paling diandalkan, sebab satu bed cover bisa dijual dengan harga mulai Rp 80.000 untuk ukuran besar, sedangkan ukuran kecil seharga Rp 60.000. Vera bercerita, dirinya bahkan pernah menjual satu bed cover seharga Rp 500.000. "Ada yang kami jual ke Ambon Rp 1,2 juta," ucapnya.

Selain bed cover, Vera juga membuat baju anak-anak dalam jumlah banyak. Di bantu PSK-PSK Gang Doly, Yayasan mampu menghasilkan 300 baju anak-anak tiap bulan. Baju-baju tersebut dijual dengan harga Rp 10.000 - Rp 30.000 per helai.

Tak hanya di jual ke pasar umum, produk Gang Doly ini juga menyasar rumah tangga dan lembaga-lembaga di Surabaya. "Kami juga sering memasok bed cover untuk Rumah Sakit Budi Mulia Surabaya," tutur Vera. Dari bisnis ini, Yayasan Abdi Kasih mampu membayar Rp 15.000 per hari untuk pekerja gunting. Adapun yang bertugas menjahit mendapat upah Rp 28.000 per hari.

Upaya Vera untuk membantu PSK Gang Doly tidak berhenti sampai di situ. Ia juga kerap mengirimkan PSK untuk ikut pelatihan menjahit dan memasak yang diadakan pemerintah daerah. Antusiasme para PSK cukup tinggi, sebab dari kuota 15 orang yang ikut pelatihan ada 32 PSK yang mendaftar. Untuk kelas boga juga sama, dari 15 kursi yang disediakan sebanyak 29 orang ikut dalam pelatihan itu.

Selain ketrampilan menjahit, Vera juga mengajari para PSK bagaimana membuat tas dari sampah plastik. "Dari bungkus kopi dan pewangi pakaian bisa dirangkai jadi tas tenteng," katanya. Untuk ukuran kecil harganya Rp 25.000, sedangkan yang besar berharga Rp 125.000.

Untuk menambah penghasilan, para PSK Gang Doly juga memproduksi nasi bungkus. Setiap hari 300 bungkus nasi dihasilkan. Nasi dengan lauk tempe, bandeng dan daging ayam itu kemudian dijual ke pedagang langganan yang datang ke yayasan dengan harga Rp 3.000 per bungkus. Pekerja ambil untung Rp 1.000 dari setiap bungkus yang terjual.

Untung dari berjualan nasi bungkus memang kecil, cuma Vera yakin bila mereka terus memupuk untung itu bisa menjadi besar. Dari berbagai usaha ini, Vera berharap para PSK bisa keluar dari Gang Dolly dengan kesadaran sebagai perempuan yang memiliki hak asasi manusia yang merdeka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×