kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis kentang goreng masih renyah


Senin, 11 Juni 2012 / 13:47 WIB
Bisnis kentang goreng masih renyah
ILUSTRASI. Tidak mengenal tanggal tua jika mengelola uang gajian dengan baik dan investasi di instrument bunga deposito yang menarik


Reporter: Noverius Laoli, Fahriyadi, Revi Yohana | Editor: Tri Adi

Kentang goreng merupakan salah satu makanan asing yang kini menjadi kudapan favorit di Indonesia. Makanan ringan yang terbuat dari potongan-potongan kentang yang digoreng dalam minyak panas yang di negeri asalnya disebut french fries ini telah menjadi salah satu menu di banyak rumah makan. Selain itu, kudapan ini juga sering dijadikan snack atau camilan saat-saat santai.

Karena diterima oleh lidah sebagian besar orang Indonesia, bisnis kentang goreng pun mengembang. Beberapa pebisnis makanan ringan ini merasakan bisnisnya terus mekar. Simak saja perkembangan bisnis kemitraan kentang goreng yang pernah diulas KONTAN sebelumnya, berikut ini:


Pota Potatoes

Pota Potatoes yang didirikan oleh Pioni Adya Group (PAG) adalah salah satu usaha penjualan kentang goreng yang berdiri tahun 2009. Pada bulan September 2011 lalu, KONTAN sudah mengulas tawaran kemitraan usaha kentang goreng ini.

Pada saat itu, Pota Potatoes telah memiliki sebanyak 89 gerai yang tersebar mulai di dari Medan hingga Jayapura. Saat ini, usaha asal Parongpong, Bandung ini terus berkembang dan telah memiliki 120 mitra, dan gerai milik sendiri sebanyak 11 cabang. Jadi total gerai yang mengusung nama Pota Potatoes sebanyak 131 cabang di Indonesia.

Muhammad Dana Pirhadi, pemilik Pota Potatoes menuturkan, perkembangan usaha kentang goreng miliknya tak terlepas dari hasil strategi menetapkan harga murah untuk menarik mitra. "Biar untung sedikit, asal perputaran produk tinggi imbal hasil bisa maksimal," ujarnya.

Ia menawarkan 12 menu rasa kentang goreng. Seperti Pota Stick, Pota Cass, Pota Mayors dan Pota Lintang. Harga awalnya sebesar Rp 10.000 - Rp 13.500 sebungkus.

Mulai 2012 ini, Pota Potatoes memutuskan menurunkan harga menjadi Rp 6.000 - Rp 12.000 per porsi. "Kami menurunkan harga setelah mendengar masukan dari mitra yang sehari-hari berhadapan dengan konsumen," katanya.

Selain itu, Pota Potatoes juga memutuskan tidak menaikkan biaya kemitraan. Pota Potatoes menawarkan tiga paket investasi. Mulai dari paket lengkap dengan investasi senilai Rp 30 juta, dan dua paket booth masing-masing Rp 7 juta dan Rp 5 juta.

Perbedaan kedua paket booth ini terletak pada jangka waktu kerja sama. Untuk paket Rp 5 juta, kerja sama berlangsung tiga tahun. Adapun paket Rp 7 juta, Pota Potatoes selama lima tahun.

Mitra yang mengambil paket Rp 5 juta hanya mendapatkan kompor gas. Sedangkan, mitra dengan paket Rp 7 juta mendapat perlengkapan, seperti kompor gas, deep fryer atau mesin penggoreng. Selain itu, Pota Potatoes mewajibkan mitra membayar royalty fee sebesar 2,5% dari omzet per bulan.

Dana memperkirakan, mitra bisa menjual minimal 35 bungkus kentang goreng per hari. Sehingga perkiraan omzet sebesar Rp 450.000 per hari. Alhasil, balik modal bisa dicapai dalam 8-14 bulan.

Pota Potatoes juga mempertahankan kualitas produk. Agar bisa menarik perhatian konsumen, Pota Potatoes terus melakukan strategi pemasaran seperti membagikan brosur dan memberikan bonus kepada konsumennya.


Twister Chips

Usaha kentang Twister Chips berdiri sejak 2006. Label kentang tornado ini diusung karena penganan berbahan kentang lokal ini menawarkan bentuk unik seperti pusaran tornado. Pada Maret 2009, saat KONTAN mengulas tawaran kemitraan ini, Twister Chips telah memiliki 37 gerai di seluruh Indonesia yang satu di antaranya milik sendiri dan sisanya mitra.

Saat itu, kemitraan yang dikelola oleh PT Tata Cipta Megapelangi di Jakarta ini menawarkan dua paket investasi yakni paket konter seharga Rp 28,8 juta dan paket booth senilai Rp 48,8 juta.

Dengan asumsi penjualan sekitar 85 porsi per hari seharga Rp 6.000 -Rp 10.000 per porsi, mitra bisa mencetak omzet Rp 500.000 - Rp 1 juta per hari, sehingga bisa balik modal dalam enam bulan.

Yenni Tantono, Manajer Pemasaran Twister Chips, menjabarkan bahwa kini mitranya telah berkembang menjadi 94 mitra di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Tapi sayangnya, satu gerai milik sendiri malah ditutup dengan alasan ingin lebih fokus pada pengelolaan kemitraan, baik dari segi distribusi maupun pengembangan rasa.

Yenni juga menawarkan paket baru yakni paket konter upgrade yang nilainya Rp 33,8 juta. "Gerobak ini sama dengan paket konter Rp 28,8 juta, hanya gerobaknya lebih besar sedikit," ucapnya.

Dengan kian eksisnya brand Twister Chips, Yenni mengklaim, omzet mitra saat ini bisa menyentuh Rp 1 juta - Rp 2 juta per hari. "Bahkan mitra bisa meraup omzet Rp 3 juta - Rp 4 juta di akhir pekan," tuturnya.

Dengan begitu, mitra tak harus menunggu enam bulan untuk balik modal. "Pada bulan kedua pun bisa balik modal jika penjualannya bagus," tambahnya.

Soal harga jual, Yenni mengakui, kentang goreng bikinan Twister Chips kini sudah naik menjadi Rp 8.000 - Rp 15.000 per porsi. Tapi, ia berdalih kenaikan harga ini sudah dengan pengembangan rasa agar konsumen tak jenuh.

Ia menargetkan pada tahun 2012 ini, jumlah mitranya bisa melampaui 100 mitra. Jika melihat permintaan saat ini, bukan mustahil dalam beberapa bulan ke depan target itu bisa tercapai. "Kami masih melihat bahwa prospek bisnis ini masih bagus, meski persaingannya juga cukup ketat," ucap perempuan 30 tahun ini.


Kentang Kentung

Kemitraan kentang goreng yang satu ini tak semekar dua usaha sebelumnya. Kentang Kentung yang beroperasi di Jawa Timur, terbilang tak terlalu besar. KONTAN pernah mengulas kemitraan ini pada Agustus 2010 silam. Saat itu Kentang Kentung memiliki 15 gerai. Namun setelah hampir dua tahun berselang, kini gerai Kentang Kentung hanya bertambah lima, menjadi 20 gerai. Terdiri dari gerai milik mitra sebanyak 18 mitra dan dua gerai milik sendiri.

Decky Suryata, pemilik Kentang Kentung mengaku tak memperbanyak mitra, tapi fokus menjaga agar usaha para mitranya bisa bertumbuh. Ia khawatir jika gerai terlalu banyak malah terbengkalai. Apalagi, sampai saat ini belum seluruh mitranya bisa kembali modal. Masih ada lima mitra hingga kini belum balik modal. "Pemilihan tempat yang kurang bagus dan komitmen mitra yang masih kurang biasanya menjadi penyebab lama kembali modal," ujar Decky.

Karena itu, Decky memutuskan untuk tidak membuka cabang dulu pada tahun ini, dan baru mengembangkan tahun depan. Hingga kini paket investasi yang ditawarkan Kentang Kentung masih sama, yakni Rp 15 juta. Dengan investasi itu, mitra memperoleh booth dan berbagai perlengkapan, stok produk, seragam dan promotion kit, hingga biaya franchise fee selama lima tahun.

Standar harga jual produk pun masih sama, yakni antara Rp 6.000 - Rp 10.000 per bungkus. Hingga kini, Kentang Kentung memiliki 10 varian rasa. Seperti kentang panggang, isi daging sapi, tuna, keju, dan lainnya. Untuk menu minuman pun masih menyajikan 26 varian rasa dengan harga yang masih di kisaran Rp 5.000 per gelas.

Tahun depan, Decky ingin mengembangkan kemitraan Kentang Kentung ini dengan model mini kafe, bukan lagi gerobak. Dengan begitu, pembeli bisa menikmati makanan kentang di tempat sehingga membuat pembeli kian tertarik berdatangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×