Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Menjadi pedagang kopi keliling (koling) tentunya bukan perkara mudah. Dengan segala keterbatasannya, pedagang koling tetap dituntut mampu menyuguhkan kopi dengan citarasa terbaik.
Radit, seorang penjual kopi keliling asal Bandung bilang, pada dasarnya cukup mudah untuk menjadi penjual kopi keliling. “Kalau sudah ada armada, nanti tinggal menyediakan kotak untuk menyimpan barang-barang, sama bikin coffee bar,” tutur Radit. Meski demikian, para penjaja kopi keliling tetap harus pintar dalam memilih alat yang digunakan.
Radit sendiri sengaja menghindari perkakas pecah belah. Ia memilih semua peralatan dari plastik. Untuk cup-nya sendiri, terbuat dari kertas. Selain itu, harus pintar pula memilih sumber energi untuk memanaskan air. “Ini juga menjadi kendala. Kalau saya memakai kompor tahan angin dengan gas portable, kalau memakai tabung gas berat untuk dibawa-bawa,” ujarnya.
Namun, dirinya mengaku masih mencari alternatif sumber energi lain yang dinilai paling efektif dan efisien. Pasalnya, butuh modal yang cukup besar jika harus selalu keliling menggunakan gas portable.
Sementara itu, tantangan lain memasarkan kopi keliling adalah cuaca. Menurut Radit, masalah cuaca ini sebagai kendala utama. Jika musim hujan, otomatis kegiatan menjual kopi keliling pun tidak berjalan maksimal.
Radit sendiri mengakalinya dengan membuat pangkalan. Pada musim hujan seperti sekarang, usaha Biji Kopi Kelilling atau Biji Koling yang dirintis Radit selalu mangkal di garasi rumahnya di Jalan Sangkuriang, Bandung.
Kendala cuaca juga dirasakan oleh Dayu, penjual kopi keliling asal Yogyakarta. Dayu yang sengaja membuat armada yang dilengkapi atap, tetap beroperasi selama musim hujan. Namun, penjualannya tetap tak segencar hari biasanya. “Kalau hari biasa sebulan satu armada omzetnya bisa Rp 30 juta, kalau musim hujan ya gak sampai segitu,” ujar Dayu.
Agar pemasukan tetap lancar tanpa kenal musim, para penjual kopi keliling ini juga menyediaan jasa kopi panggilan untuk berbagai acara. Mulai dari panggilan untuk acara komunitas, arisan, hingga pernikahan pun bisa dipenuhi.
Radit misalnya, mematok harga Rp 1 juta per 200 cup kopi untuk acara wedding yang sering ia layani. Untuk pemesanan lebih banyak, harga berlaku kelipatan. Sementara Dayu yang lebih sering menghadiri acara komunitas dan arisan mematok harga yang sama dengan harga kopi reguler. “Kalau pesan lebih banyak tentu kita kasih diskon, minimal 50 cup bisa dikasih diskon 15%” tutur Dayu.
Sekedar informasi, harga kopi di layanan Kopi Keliling lebih murah dari harga di coffee shop. Dayu misalnya, menjual kopi dengan rentang harga Rp 3.000-Rp 12.000 per-cup. Sementara Radit mematok harga Rp 15.000 per-cup.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News