kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Booming media sosial antar sukses Anantya


Selasa, 12 November 2013 / 13:57 WIB
Booming media sosial antar sukses Anantya
ILUSTRASI. Wedang uwuh menurunkan kolesterol tinggi.


Reporter: J. Ani Kristanti | Editor: Tri Adi

Era digital yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, memberi peluang bagi beragam bisnis. Penyedia jasa agensi pun semakin luas pasarnya dengan kemunculan dunia digital.  

Peluang ini pula yang ditangkap Anantya Van Bronckhorst saat mendirikan Think.Web, sebagai agensi digital pada tahun 2004 silam. Bersama seorang temannya, Ramya Prajna Sahisnu, wanita yang tahun ini genap berusia 34 tahun ini merintis Think.Web.

Semula Anantya memang bekerja di sebuah rumah produksi. Di perusahaan itu, Anantya mengurus divisi baru, digital agensi, bersama Ramya yang berperan sebagai web designer. “Semua kami kerjakan sendiri, mulai dari mencari klien, membuat proposal, pitching, membuat website, maintenance, dan lainnya,” kenang perempuan yang tahun ini genap berusia 34 tahun ini.

Berkat kerja keras, mereka selalu mencapai target yang dipatok perusahaan. Sayang, perusahaan tak memberi peluang untuk mengembangkan divisi baru tersebut. “Bisnis ini memang tidak sesuai dengan core business mereka sebagai production house yang lebih fokus menggarap iklan televisi dan lainnya,” jelas Anantya. Maklum, saat itu, sekitar tahun 2002 hingga 2004, bisnis televisi sedang naik daun.

Sebaliknya, setelah terjun ke bisnis digital agensi, Anantya justru melihat peluang yang cukup besar di bisnis digital agensi. “Saat itu, format digital masih baru. Tapi, banyak perusahaan sudah melihat potensi promosi digital,” jelas dia. Dari situ, Anantya memutuskan untuk mendirikan usaha sendiri di bidang digital agensi.

Lantaran belum punya tabungan yang cukup untuk modal, Anantya pun menawarkan proposal bisnisnya ke sejumlah investor. “Di situ saya juga belajar sendiri, melalui buku-buku tentang pembuatan proposal untuk mendirikan bisnis dengan menggandeng investor,” cerita Anantya.

Hingga akhirnya, sejumlah investor, termasuk owner perusahaan tempatnya bekerja, tertarik menanamkan duitnya di bisnis digital agensi. Dengan modal senilai Rp 250 juta, Anantya pun membuka kantornya sendiri di kawasan Grand Wijaya, Jakarta Selatan, akhir 2006.

Saat awal berdiri, perusahaan pun masih bernaung dalam bendera usaha investor. Baru pada April 2007, Anantya memisahkan diri dan membentuk badan hukum Think.Web, yakni PT Thinksmart Ide Brajendra.

Dalam bisnisnya, Think.Web  menyediakan solusi komunikasi dalam bentuk digital. Selain membuat website untuk klien, mereka juga merancang promosi dan komunikasi dalam bentuk digital bagi klien.

Karena bisnis ini tergolong baru dan persaingan masih  longgar, pertumbuhan Think.Web sangat pesat. Anantya bilang, pertumbuhan bisa mencapai 70% per tahun.

Beberapa perusahaan yang menjadi kliennya, antara lain Aqua, Diageo, Unilever, Acer, beberapa perusahaan rokok dan lainnya. Bahkan, di antara mereka ada menjalin kerja sama jangka panjang, yakni sejak 2009 hingga sekarang.

Namun, karena belum banyak pemain yang terjun di bisnis ini, Anantya pun harus rajin mengedukasi pasar. “Setiap datang ke klien, kami selalu memberikan penjelasan terlebih dulu soal digital agensi ini,” ujarnya.


Utang baik

Perjalanan Think.Web yang mulus bukan berarti tiada kendala bagi Anantya. Dua tahun menyandang status sebagai karyawan, Anantya belum paham cara mengelola arus kas perusahaan.

Alhasil, di saat-saat awal usaha, ia terpaksa harus berutang untuk menutup kas perusahaan. “Paling susah menjaga arus kas ketika membayar tunjangan hari raya,” kata dia.

Anantya yang tak terbiasa meminjam uang pun terpaksa menempuh upaya itu untuk menjaga arus kas perusahaanya. “Tapi, saya belajar ternyata ada utang baik, ya. Ini adalah utang yang ada perencanaan pengembaliannya, sehingga saya bisa fokus pada perusahaan,” tutur Anantya. Maklum, meski di atas kertas arus kas positif, bisa menjadi negatif karena termin pembayaran dari klien yang mundur.

Bukan hanya itu, lantaran bisnis ini masih baru, tenaga kerja yang ada sangat rentan dibajak perusahaan lain. “Padahal, salah satu poin utama dalam bisnis jasa seperti ini terletak pada sumber daya manusianya,” serunya.

Ia pun menciptakan berbagai nilai tambah, supaya karyawan nyaman dan senang bekerja.  Lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia ini membuat beberapa terobosan, seperti rutin mengadakan seminar kecil untuk sharing, membuka peluang bagi karyawan untuk menjadi entrepreneur dan lainnya.

Dari berbagai divisi baru, Think.Web berhasil menciptakan usaha baru. “Dari divisi itu, mereka kami challenge untuk berkembang dan berdiri menjadi sister company Think.Web,” jelas dia. Saat ini, Think.Web pun sudah memiliki beberapa cabang usaha, seperti Wooz.in yang merupakan usaha riset dan pengembangan, game developer, usaha public relation dan lainnya.

Dengan bertambahnya cabang usaha, Anantya pun menyiapkan holding perusahaan, yang diberi nama Pranala. “Holding ini akan membawahi Think.Web beserta empat sister company,” ujarnya.

Kini, dari enam orang yang menjadi tim pendiri Think.Web, jumlah karyawan sudah berkembang menjadi sekitar 100 orang. Perusahaan pun mampu membukukan omzet hingga puluhan miliar setiap tahun.

Anantya pun melihat bisnis agensi digital ini masih terus berkembang lantaran porsi perusahaan untuk kampanye digital masih kecil. “Sejak 2010, pertumbuhan makin pesat karena pasar siap dan media sosial mengalami booming,” kata dia optimistis.     


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×