kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bosan jadi karyawan, Titik temukan sukses berbisnis kue


Minggu, 22 April 2018 / 10:05 WIB
Bosan jadi karyawan, Titik temukan sukses berbisnis kue


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Jenuh dengan aneka target yang terus dihadapi dalam dunia pekerjaan, mendorong Titik Nurhayati untuk membuka usaha sendiri. Pada 2011, setelah resmi keluar dari salah satu perusahaan kosmetik di Surabaya, Titik membuka usaha kue kering.

Setahun berbisnis kue kering, dia memproduksi pia. Pia yang lembut bagian dalam dan renyah di kulit menjadi nilai lebih produknya. Titik pun terus memodifikasi pianya, yakni menggunakan bahan arang Jepang dan menamainya pia ireng.  

Tak disangka, produk ini berhasil menembus pasar oleh-oleh. Para pelancong membawanya sebagai buah tangan. Bahkan, pia ireng menjelma menjadi pia khas Surabaya.  

Tak puas dengan pia ireng, peremuan berusia 46 tahun ini kembali berkreasi membuat penganan baru. Lalu, Titik menciptakan n pastel ireng semanggi.

Dia mengaku, sengaja menggunakan daun semanggi sebagai bahan bakunya untuk mengenalkan daun yang sering dimasak menjadi pecel dan menjadi sajian khas  Surabaya.  

Setelah mempunyai banyak jenis produk, Titik mengemas seluruh kue buatannya dengan merek Javakueken. Nama tersebut sudah digunakan sejak tiga tahun lalu.

Meski ada sejumlah produk, Titik bilang hanya pia yang diproduksi setiap hari. Saban hari, total produksinya mencapai 3.000 butir. Sedangkan, untuk pastel semanggi dibuat dua sampai tiga minggu sekali.

Sekali produksi hanya menghasilkan 100 stoples. Sedangkan, untuk kue kering lainnya dibuat menurut pesanan konsumen atau reseller. Dia dibantu oleh lima orang karyawan di bagian produksi.  

Pia ireng Javakueken dipatok mulai Rp 25.000 sampai Rp 30.000 per boks (isi 10). Sayangnya, Titik  enggan menyebutkan total keuntungan bersih yang didapatkannya.

Selain menjalin kerjasama dengan gerai oleh-oleh, dia juga getol mengenalkan produknya melalui akun media sosial seperti Facebook dan Instagram. Namun, dari semua promosi itu, dia mengakui, di usaha kuliner yang paling efektif adalah  rekomendasi konsumen.      

Semangat tak padam kendati terbentur rintangan

Sempat jatuh bangun dan gagal dalam berbisnis, semangat Titik Nurhayati untuk menjadi pengusaha tak pernah pupus.  

Sebelum berbisnis kue, Titik pernah mencoba membuat minyak aromaterapi pada tahun 2008. Dia pun pernah menjual tudung saji hingga membuka salon. Sayang, ketiga bisnis itu tak bertumbuh baik. Bahkan, bisnis tudung sajinya sudah gulung tikar.  

Dari ketrampilannya membikin kue, Titik pun mencoba terjun ke bisnis ini. Untuk mengawalinya, dia membeli oven seken dengan modal Rp 10 juta. Berbeda dengan bisnis sebelumnya, bisnis kue kering dengan merek Tiq ini berjalan lancar.  

Terinspirasi dengan pia oleh-oleh khas Malang serta adanya kampung pia di Surabaya, Titik pun mencoba membuat pia. Supaya berbeda, dia pun meniru pia ala Taiwan yang lembut di bagian dalam tapi berkulit renyah.

Dengan keunikan ini, Titik tak kesulitan memasarkan pia bikinannya, yang dulu dia beri label Pia Surabaya. Tak berhenti di sini, perempuan berhijab ini kembali mengotak-atik resep hingga akhirnya muncul pia ireng yang menggunakan merang. "Namun, karena merang kian sulit ditemukan, saya ganti saja menggunakan arang Jepang yang selalu ada," jelasnya.

Sama seperti pia pertamanya, pia ireng juga cepat mendulang penggemar. Di lain pihak, Titik juga mengakui, kerjasama dengan reseller sangat membantunya. "Saya tidak lagi urus masalah pengiriman barang, sekarang posisi saya sebagai pemasok," tambahnya.

Namun, ketika mulai memproduksi kudapan berwarna hitam, kendala yang dia hadapi adalah pada saat produksi. Warnanya yang hitam kelam, membuatnya susah untuk menentukan waktu kematangan.

Padahal, jika kematangannya tidak pas bisa berpengaruh pada rasa dan daya tahan kue. Sejauh ini, Titik tidak menggunakan bahan pengawet sehingga pia buatannya hanya mampu bertahan tujuh hari sedangkan untuk pastelnya hingga dua minggu.

Setelah memilik banyak varian produk, Titik lantas mengganti nama Pia Surabaya menjadi Javakueken. Nama ini juga menjadi brand untuk seluruh produknya. "Saya mendapat masukan dari mentor yang membimbing saya," ujarnya.          

Meracik produk baru agar tetap eksis

Setelah memantapkan hati dengan merek Javakueken, Titik Nurhayati langsung memproduksi aneka macam kue kering dan tentu saja produk pia menjadi andalan merek tersebut. Apalagi konsumen mulai memburu pia Javakueken.

Untuk menjaga pasar, Titik kerap memproduksi varian pia. Selain pia ireng yang menggunakan arang Jepang, dia juga membuat  pia karakter.

Produk ini banyak diminati ibu rumah tangga yang mengadakan perayaan ulang tahun untuk si buah hati. Model karakternya pun dapat dipilih sesuai keinginan hati.

Tidak hanya itu, perempuan berhijab ini juga terus memutar otak untuk mengatasi masalah masa ketahanan pia yang relatif singkat. Dia enggan menggunakan pengawet makanan karena takut merubah rasa produk.

Akhirnya, ia berhasil menemukan formula yaitu membuat pia miliknya kering sekali. Alhasil, pia Javakueken bisa bertahan selama dua minggu. "Untuk produk ini harus pesan dahulu," katanya.

Usai kendala ketahanan pia teratasi, masih ada hal lain. Yakni keluar masuk karyawan. Maklum, lokasi produksi pia Javakueken dengan area perkampungan relatif jauh. Efeknya, Titik harus bolak-balik memberikan pelatihan kepada karyawan anyar selama dua minggu sampai satu bulan. Sehingga  ia kerap harus meninggalkan proses produksi.

Itu semua memang harus Titik lakoni untuk bisa tetap bersaing dengan industri kuliner oleh-oleh di kota Surabaya yang makin ketat. Selain itu ia tetap mempertahankan kualitas produk dan fokus menjalankan bisnis agar usaha sudah berjalan sejak 2011 ini tetap langgeng.

Langkah lainnya adalah menelurkan produk baru. Jelang, bulan puasa dan Lebaran tahun ini, ia sudah mempersiapkan dua produk anyar yakni bolen dan boeterkoek. Kedua produk ini siap diluncurkan akhir bulan ini dengan harga yang diklaim terjangkau.

Dia sengaja memilih untuk membuat jajanan asli negeri kincir angin, karena masa ketahanan kue bisa sampai dua minggu. Sehingga, penggemar Javakueken tidak perlu repot bila ingin membawa oleh-oleh ke luar daerah.

Ia pun juga mulai bersiap menambah pasokan kue jelang Lebaran nanti ke para pemasok dan reseller sejak awal puasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×