kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Budidaya wijen: Permintaannya tinggi di pasaran (1


Rabu, 12 September 2012 / 14:36 WIB
Budidaya wijen: Permintaannya tinggi di pasaran (1


Reporter: Revi Yohana, Marantina | Editor: Tri Adi


Wijen atau sesanum indicum merupakan tanaman perdu yang memiliki kandungan gizi cukup tinggi. Wijen bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan, obat, minyak rambut, minyak wangi, hingga produk kosmetik. Permintaan wijen cukup tinggi di pasaran.

Tanaman wijen atau sesanum indicum merupakan salah satu komoditas pertanian penghasil minyak nabati yang banyak digunakan dalam bahan pangan.

Selain menghasilkan minyak, biji wijen sendiri banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan, obat, minyak rambut, minyak wangi, hingga produk kosmetik.

Lantaran banyak manfaatnya, permintaan wijen cukup tinggi di pasaran. Di dalam negeri, permintaan wijen datang dari berbagai daerah.

Karena memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, tak heran kalau belakangan ini banyak orang tertarik membudidayakan tanaman ini. Salah satunya adalah Yuda di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Budidaya wijen ini ditekuni Yuda sejak 2004 silam. Selain dari hasil budidaya sendiri, ia juga menampung hasil panen dari petani lain. Bahkan, ia juga menampung wijen impor yang didatangkan para importir.

Oleh Yuda, biji wijen lokal dijual seharga Rp 23.000 per kilogram (kg). Sedangkan biji wijen impor dihargai Rp 25.000 per kg. Dalam seminggu, ia bisa menjual hingga 2,5 ton wijen lokal dan 1 ton wijen impor.

Dengan penjualan sebanyak itu, Yuda bisa meraup omzet hingga Rp 80 juta per minggu, atau sekitar Rp 300 juta per bulan.

Selama ini, ia lebih banyak melayani permintaan biji wijen untuk pembuatan kue, seperti onde-onde dan martabak. Biji wijen juga bisa diambil minyaknya sebagai minyak nabati.

Sebenarnya, kata Yuda, kualitas wijen lokal lebih baik ketimbang wijen impor. Namun, industri kue banyak memilih wijen impor karena tampilannya lebih bagus dan menarik.

"Kalau yang impor itu terlihat lebih bagus dan putih, tapi kadar minyak dan gizinya banyak hilang karena sudah diolah," ujar Yuda.

Hingga kini, Yuda sudah memasarkan biji wijen ke hampir seluruh wilayah di Jawa Tengah. Ia juga pernah pula menjual biji wijen ke Bandung. "Permintaan komoditas ini mengalir terus," ucapnya.

Petani wijen lainnya adalah Aris. Ia memiliki lahan budidaya yang tersebar di Klaten, Kebumen, Gunung Kidul, dan Indramayu. Ia mengaku, selama ini rutin memasok wijen ke Korea Selatan.

Menurut Aris, banyak restoran-restoran Korea menggunakan wijen sebagai penyedap masakan. Selain ekspor ke Korea, ia juga menjual wijen ke beberapa pembeli di Jawa Tengah. “Saya sudah mulai membudidayakan wijen sejak 2004,” katanya.

Dalam sebulan, Aris bisa menjual hingga 10 ton wijen. Dari penjualan itu, ia meraup omzet hingga Rp 170 juta per bulan, dengan laba 5%-10%. Sementara itu, biaya perawatan tanaman sekitar Rp 3 juta per hektare.


(Bersambung)












Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU

[X]
×