kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hobi mancing tersalur, fulus pun deras mengalir


Kamis, 11 November 2010 / 11:07 WIB
Hobi mancing tersalur, fulus pun deras mengalir
ILUSTRASI. Penjual Sedang Memilih Durian Montong


Reporter: Sopia Siregar, Raymond Reynaldi | Editor: Tri Adi

Memancing tak lagi sekadar hobi individual, tapi sudah menjadi wahana rekreasi keluarga. Tak heran, bisnis kolam pemancingan keluarga kian menjamur. Bila jeli membaca peluang dan lokasi, Anda pun bisa mengail laba yang gurih dari bisnis ini.

Saban akhir pekan Parman rutin mengajak istri, anak, dan cucunya memancing. Bukan, memancing di laut, sungai, atau danau, melainkan mengadu peruntungan di kolam-kolam pemancingan.

Tentu saja pria berumur 57 tahun ini tak membawa keluarga besarnya menyusuri empang-empang di tengah sawah atau pelosok desa. Parman memilih mancing di kolam pemancingan yang mudah terjangkau, bersih, rapi, dan memiliki fasilitas rekreasi lengkap. “Dengan begini, saya bisa menyalurkan hobi sedangkan keluarga bisa rekreasi,” ujarnya.

Mungkin Anda tak menyangka bahwa banyak orang seperti Parman. Benar, lo, areal parkir kolam-kolam pemancingan keluarga selalu penuh mobil setiap akhir pekan tiba.

Salah satu kolam pemancingan yang membidik segmen keluarga ini adalah Kampoeng Air Katulampa, di Kota Bogor, Jawa Barat. Djainuddin, pemilik Kampoeng Air, menuturkan, dia menggabungkan pemancingan, restoran, outbound anak, perkemahan, paint ball, sampai arung jeram di lahan seluas 12.000 meter persegi (m²) miliknya. Setiap anggota keluarga bisa memilih aktivitas sendiri.

Namun, Anda tak harus menyediakan fasilitas sedemikian lengkap jika ingin menjajal peruntungan berbisnis kolam pemancingan keluarga. Menurut Abdul Aziz Nasution, pemilik pemancingan Madina di Cakung, Jakarta Utara, syarat paling penting adalah Anda menyediakan fasilitas agar keluarga bisa menyantap ikan hasil pancingan beramai-ramai. Dengan kata lain, Anda perlu menyediakan layanan untuk memasak ikan, baik berupa bakar atau goreng ikan. Tentu saja Anda juga wajib menyediakan aneka ragam minuman.

Selain menjadi daya tarik tersendiri, layanan mengolah ikan hasil pancingan ini juga bisa mendatangkan fulus bagi Anda. Jadi, selain menerima uang dari tarif memancing dan menjual ikan, Anda juga bisa mendapatkan tambahan pendapatan dari penjualan makanan dan minuman.

Ah, sebelum terlampau jauh membayangkan serunya punya bisnis pemancingan keluarga, yuk, kita tengok apa saja yang perlu Anda siapkan dan perhitungkan sebelum beraksi.


Investasi awal

Lahan luas menjadi syarat terpenting menyelenggarakan bisnis pemancingan ini. Djainuddin menyediakan lahan 3.000 m² khusus pemancingan yang berisi delapan kolam berbagai ukuran.

Lain lagi Abdul Aziz. Dia membuka bisnis pemancingan di sebuah lahan seluas 5.600 m². Abdul cuma menyediakan satu kolam seluas hampir separuh lapangan sepak bola, dengan satu kolam yang luasnya hampir separo lapangan bola.

Respati Putra, pemilik pemancingan Damar Poldung di Cimanggis, Depok, membuka usahanya di lahan 5.000 m². Dia membangun dua kolam seluas 100 m x 20 m dan 30 m x 20 m.

Jelas, kan, Anda butuh lahan yang luas? Membeli lahan seluas itu tentu tidak murah. Harga tanah di Katulampa, tutur Djainuddin, sudah mencapai Rp 200.000 per m². “Saya mencicil tanah di sini selama belasan tahun sejak masih bekerja, tidak sekaligus,” ungkap dia.

Semula, kolam Djainuddin adalah empang biasa. Karena pakan mahal, dia mengubah kolamnya menjadi pemancingan pada tahun 2005 lalu.

Biaya pengerukan dan pengerasan lahan tidak murah. Untuk keperluan ini, Abdul Aziz mengeluarkan kocek Rp 250 juta pada tahun 1998 lalu. Total biaya pembangunan Madina mencapai Rp 700 juta, yang dia kucurkan bertahap.

Total investasi itu, lanjut dia, habis terpakai untuk membangun rumah makan dan saung-saung pemancingan. Tentu saja dia juga harus membangun saluran air, instalasi listrik, dan perlengkapan lain. Biaya pembangunan kompleks rekreasinya lebih dari Rp 600 juta.

Respati yang menjalankan bisnis ini sejak 1,5 tahun lalu, memilih menyewa lahan dengan ongkos Rp 60 juta per tahun. Untuk membangun seluruh areal kolam, dia merogoh kocek hingga Rp 250 juta.


Pasokan ikan

Ingat, kolam pemancingan bukan kolam budidaya. Anda harus menjaga isi kolam dengan ikan yang besar dan layak pancing. Biasanya pemilik pemancingan membeli ikan dari petani, bukan membesarkan ikan sendiri. Dengan membeli ikan yang besar, pemilik pemancingan tak perlu banyak-banyak memberi pakan. Ikan lapar justru menyenangkan pelanggan karena mudah dipancing.

Kampoeng Air membutuhkan satu ton ikan per bulan, terdiri dari ikan mas, nila, gurami, patin, bawal, graskap, lele, dan tawes. Djainuddin membeli ikan dengan harga rata-rata Rp 15.000 per kg dari petani di Sukabumi, Jawa barat.

Adapun Respati hanya menebar ikan mas dan bawal. Ikan mas dia beli dari peternak di Cirata seharga Rp 17.000 per kg. Adapun bawal dia dapat dari peternak di Bogor seharga Rp 15.000 per kg. Setiap bulan, Damar Poldung butuh 400 kg mas dan 400 kg bawal.

Abdul Aziz mengisi kolam dengan ikan mas, nila, bawal, patin, dan gabus. Per bulan, dia butuh pasokan 200 kg–500 kg seharga Rp 14.000–Rp 18.000 per kg. Pemasok berasal dari Bogor, Cakung, dan Kranji.


Tarif dan layanan

Tarif pemancingan berbeda-beda. Djainuddin mematok Rp 27.500 per kg ikan mas dan Rp 47.500 per kg gurami. Sisanya dihargai Rp 22.500 per kg. Dia juga memberi layanan bakar atau goreng dengan biaya Rp 10.000 per kg.

Sementara, Aziz memasang tarif Rp 25.000 per kg ikan mentah dan Rp 35.000 per kg ikan matang. Sebagian pengunjung datang hanya untuk menyantap ikan bakar. Biasanya tipe pengunjung ini datang malam hari karena Madina buka 24 jam.

Respati tidak melayani pengolahan ikan, dan memilih menyediakan makanan kecil, minuman, dan rokok. Makanya, dia hanya mematok harga ikan mentah saja, Rp 35.000 per 1,5 kg untuk ikan mas dan Rp 20.000 per kg untuk bawal.

Omzet yang bisa mereka raup lumayan, lo. Khusus pemancingan, Djainuddin bisa meraup pendapatan Rp 25 juta per bulan dengan margin laba 25%– 30%. Nah, omzet total termasuk rumah makan mencapai Rp 75 juta per bulan. Abdul Aziz mengaku meraih omzet pemancingan Rp 20 juta per bulan. Sayang dia ogah berbagi info soal margin keuntungan.

Perihal balik modal, mereka tak tahu pasti. Djainuddin bilang belum balik modal. Meski begitu dia tak memasang target balik modal. Respati lebih terbuka. Dia mengaku modalnya akan balik dua tahun lagi atau 3,5 tahun sejak investasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×