kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kepala barong: Minim pemain, tersandera pesanan yang terus turun


Kamis, 30 Juni 2011 / 14:44 WIB
Kepala barong: Minim pemain, tersandera pesanan yang terus turun
ILUSTRASI. Petugas membelakangi layar informasi pergerakan harga saham pada layar elektronik di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (18/9/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Jumat (18/9) sore ditutup menguat 20,82 poin atau 0,41 persen ke posisi 5.


Reporter: Dharmesta | Editor: Tri Adi


Desakan budaya barat membuat kesenian lokal banyak dilupakan. Berangkat dari kekhawatiran itulah, Heru Sutanto terus memproduksi kepala barong. Selain kepala barong asli untuk atraksi, dia juga membuat suvenir kepala barong untuk menutupi penurunan pesanan.

Kesenian Barongan di Trenggalek, Jawa Timur memiliki sejarah dan nilai seni yang tinggi. Kesenian yang dimainkan dengan iringan gamelan, kendang, kethuk, gong, dan krecek ini menampilkan kepala raksasa berbentuk mirip singa.

Sayangnya, kesenian ini sedikit demi sedikit tergusur terkena gempuran budaya barat. Kekhawatiran akan kepunahan kesenian barongan dirasakan oleh Heru Sutanto di Sukorejo, Trenggalek, Jawa Timur.

Berangkat dari niat melestarikan budaya dan kesenian Trenggalek itulah, Heru kemudian memproduksi barang-barang kesenian asli Jawa Timur seperti Turonggo Rakso, Sarompet, dan Barong.

Heru mengaku, saat ini, dia menjadi satu-satunya produsen dan penjual kepala barong di Trenggalek. "Saya menjadi satu-satunya yang tersisa," katanya.

Kekhawatiran Heru ini sangat beralasan. Walau peminat kepala barong tidak hanya di Jawa Timur, tapi wilayah lain seperti Sumatra, Kalimantan dan Bali, namun pesanannya terus menurun. "Dulu pernah ada orang Singapura yang rajin memesan dari sini setiap bulan, tapi entah kenapa sekarang berhenti," tuturnya mengeluh.

Selain kolektor benda-benda seni, kepala barong dipakai oleh sanggar budaya untuk atraksi kesenian. Dengan harga Rp 1,5 juta tiap unitnya, Heru mengaku mendapat omzet Rp 15 juta per bulan dari 10 kepala barong yang dijual.

Hilangnya pembeli asal Singapura membuat penjualan kepala barong hanya terbatas di pasar domestik. Ditambah dengan kurang ramainya industri pariwisata terutama wisatawan mancanegara ke Trenggalek, membuat permintaan kepala barong sepi. "Harganya lumayan mahal, sehingga jika ada turis asing mungkin bisa lebih laku terjual," katanya.

Untuk menambah penghasilan, Heru mencari akal dengan membuat suvenir kepala barong. Tidak seperti yang asli, suvenir ini hanya bisa dipajang di dinding,.

Dengan harga Rp 200.000 untuk ukuran biasa dan Rp 800.000-Rp 900.000 untuk ukuran 1 meter (m) x 0,6 m, Heru juga membuat suvenir kepala barong dengan ukuran kecil untuk dipajang di meja. Kepala-kepala barong itu dibuat dari kayu waru dengan balutan kulit kerbau untuk mahkota. Selain kayu dan kulit kerbau, dibutuhkan juga kain untuk tubuhnya.

Agar lebih mudah dibentuk, kayu waru yang digunakan masih berbentuk gelondongan. Dalam proses produksi Heru dibantu oleh dua pekerja, yang bertugas menjahit kulit kerbau dan mengukir kayu waru.

Sebelum dijahit, kulit kerbau yang berasal dari rumah potong hewan direndam dahulu. Proses perendaman berlangsung tiga kali selama dua jam. Ini dilakukan agar kulit tidak mengeras saat udara panas.

Setelah itu kulit kerbau dikeringkan di bawah sinar matahari selama satu hari penuh, baru kemudian dijahit. Setelah bentuk mahkota dan kepala barong selesai, proses selanjutnya adalah finishing dengan pengecatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×