kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Memutar fulus dari hobi mengutak-atik rubik


Rabu, 05 Januari 2011 / 14:14 WIB
Memutar fulus dari hobi mengutak-atik rubik


Reporter: Rivi Yulianti | Editor: Tri Adi

Tren memainkan rubik untuk mengasah logika dan kecerdasan berimbas pada bisnis mainan berbentuk kubus ini. Makin banyak orang mencari mainan ini, baik rubik yang memiliki paten asli maupun palsu. Beberapa perusahaan pun sering memesan rubik sebagai media promosi. Penjual rubik mampu mengantongi omzet hingga puluhan juta per bulan.

Rubik ditemukan pada 1974 oleh Erno Rubik, dosen Akademi Seni Terapan dan Kerajinan Budapest, Hungaria. Setelah dipatenkan dengan nama Magic Cube, untuk pertama kalinya, ia menjual mainan ini pada 1977 di sebuah toko mainan di Budapest.

Ideal Toy Corporation kemudian mengekspor mainan ini pada 1980, dan namanya berubah menjadi Rubik`s Cube. Sejak saat itu, penjualan rubik meroket dan menjadi mainan sejuta umat. Adapun di Indonesia, rubik baru populer sekitar tahun 2005.

Prinsip dasar sebuah Rubik`s Cube yang asli atau lebih populer dengan sebutan rubik saja adalah kubus enam sisi, dengan spesifikasi enam bagian tengah (center), 12 keping bagian rusuk (edge), dan delapan buah sudut (corner). Pada masing-masing sisi terdapat sembilan kotak, yang membentuk sebuah gambar atau pola atawa warna yang sama.

Kubus ini mempunyai kombinasi posisi sebanyak 43 quintillion. Setiap posisi dapat dipecahkan dalam 20 putaran atau kurang dari itu.

Kotak-kotak yang masih acak-acakan lalu diputar demi mendapat keserasian atau menempati tempatnya masing-masing di enam sisi tersebut. Mainan ini melatih logika dan kecerdasan.

Saat ini, kontes aduk kecepatan rubik atau yang sering disebut rubik solving sudah sering diselenggarakan di Indonesia. Komunitas pencinta rubik seperti Jakarta Rubik Club juga turut mempopulerkan mainan ini.

Tua muda, pria wanita, anak kecil orang dewasa, semuanya kecanduan. Mainan teka-teki mekanik ini sering bikin orang keasyikan sampai lupa waktu.

Popularitas si dadu pusing jelas turut memberikan limpahan rezeki bagi distributor rubik di Indonesia. Baik rubik asli maupun rubik tiruan alias abal-abal.

Contoh, Dian Odik, pemilik Madiun Rubik Spot. Dengan berbekal uang Rp 600.000, ia membeli sekitar 35 rubik abal-abal. Rubik ini dijual seharga Rp 25.000 per bijinya. "Semuanya sukses terjual," ujar Dian. Kemudian, ia pun berpikir untuk lebih serius menekuni bisnis ini.

Lantas, Dian mencari distirbutor di Jakarta yang memasarkan rubik tiruan berbagai jenis dan merek. Ia pun menjual rubik 2x2 seharga Rp 24.000, rubik 3x3 Rp 35.000, dan rubik 4x4 Rp 50.000. Ada juga rubik merek Fisher yang dijual dengan harga Rp 35.000, Megamind berbanderol Rp 35.000, Piramid Rp 35.000, serta Mirror Rp 40.000.

Namun, menurut Dian, yang paling banyak dibeli adalah jenis rubik 3x3. "Alasannya, jenis ini paling cocok untuk berlatih bagi pemula, dan paling familiar untuk di Indonesia," katanya.

Dalam seminggu, Dian mampu menjual 50 rubik dan omzetnya per minggu bisa mencapai Rp 2,5 juta. Sekitar 80% pembelinya adalah anak usia sekolah menengah pertama. Sisanya, pembeli yang ingin menjual lagi, biasanya berasal dari pelbagai kota di luar Pulau Jawa.

Beda dengan pengalaman Pipit Apriani, pemilik Alya Toys & Puzzle, yang mulai menjual rubik sejak 2007. Saat itu, ia menjual rubik hanya melalui pameran. Baru di tahun 2009, Pipit menjual menjual lewat internet.

Pada awal 2009, ia melihat pergeseran segmen pembeli. Seluruh pembelinya adalah perusahaan yang menjadikan rubik sebagai media promosi untuk suvenir di dalam goody bag. "Muncul tren menjadikan rubik sebagai media promosi baru," ujar Pipit.

Biasanya, perusahaan itu mengganti gambar di kotak-kotak dengan logo atau merek perusahaan. "Tapi, yang mengerjakan bagian percetakan," kata Pipit.

Untuk pembelian partai besar, Pipit menetapkan penjualan minimal 100 buah. Berawal dari pesanan perusahaan itu, kini, nyaris tak ada pembeli eceran.

Tak heran, Pipit pun bisa mengantongi omzet hingga Rp 20 juta per bulan. Rubik asli yang sudah dipatenkan dijual dengan harga Rp 110.000 per buah. Sementara, rubik asli yang belum dipatenkan dijual seharga Rp 70.000 sampai Rp 90.000.

Pipit mendapat pasokan rubik asli dari Singapura. Tapi, ia juga masih menjual rubik tiruan buatan Cina seharga Rp 10.000-Rp 20.000. "Kalau yang abal-abal biasanya keras saat diputar atau dimainkan," ungkapnya.

Prospek bisnis rubik ke depannya, Pipit melihat masih sangat bagus. Soalnya, masih banyak pehobi yang memainkannya. "Mainan ini berpeluang untuk menjadi mainan abadi," ujarnya. Sayang, meski permintaan banyak, sampai saat ini belum ada produsen rubik dari dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×