kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,47   7,72   0.86%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis alat peraga pendidikan masih cerah


Senin, 03 Januari 2011 / 10:31 WIB
Bisnis alat peraga pendidikan masih cerah


Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Fahriyadi

Masa Depan Cerah Bisnis Alat Peraga

Omzet produsen alat peraga pendidikan bisa mencapai Rp 10 miliar setahun.

Alat peraga menjadi bagian sangat penting bagi dunia pendidikan. Saat ini, makin banyak sekolah yang memakai instrumen penunjang pendidikan tersebut dalam proses belajar mengajar.

Kalau sudah begini, produsen alat peraga pendidikan bakal bersorak girang. Makanya, Joko Ahmad Sampurno, pendiri PT Telsis Indonesia, pembuat alat peraga pendidikan asal Yogyakarta, menyatakan, prospek usaha ini sangat menjanjikan. Terlebih, Joko bilang, setelah pemerintah, baik pusat maupun daerah, mematok anggaran pendidikan sebesar 20% dari total bujet belanja.

Itu sebabnya, "Banyak pemain baru yang menggeluti bisnis ini," ungkap pria 38 tahun yang sudah menekuni pembuatan alat peraga pendidikan untuk taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi sejak tahun 2001.

Salah satu pemain di bisnis alat peraga pendidikan yang terbilang baru adalah PT KLV Instrumen International yang baru terjun ke usaha ini pada 2007 lalu. Irwan, Manajer Divisi Pendidikan KLV Instrumen melihat, potensi bisnis alat peraga pendidikan memang sangat luar biasa.

Hanya saja, KLV Instrumen lebih fokus memproduksi alaat-alat peraga untuk sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah atas (SMA). Ambil contoh, alat peraga ilmu pengetahuan alam (IPA), life science, dan olahraga.

Namun, baik Telsis Indonesia maupun KLV Instrumen memiliki pola pemasaran yang sama. Mereka menjual alat peraga pendidikan buatannya kepada konsorsium, agen, atau perusahaan yang bergerak di bidang pendidikan, untuk kemudian disalurkan ke sekolah-sekolah.

Joko menyatakan, saat ini, teknologi alat peraga pendidikan telah mengalami perbaikan, seiring usaha pemerintah, terutama Kementerian Pendidikan Nasional, untuk menyetarakan standar pengajaran nasional di tiap sekolah. Yakni dengan sistem pembelajaran virtual atau pembelajaran berbasis teknologi. "Standar pendidikan tersebut berpatokan pada standar yang diberlakukan di Jerman," jelasnya.


Menjual sistem paket

Semua alat peraga pendidikan bikinan Telsis Indonesia, Joko menuturkan, telah mengacu dan terus mengikuti kurikulum baru. Misalnya, alat peraga mata pelajaran IPA dan matematika.

Lalu, ada pula alat peraga untuk laboratorium bahasa berikut peranti lunaknya hingga compact disc pembelajaran berbasis tiga dimensi. "Bahkan, kami juga menyempurnakan dengan membuat alat peraga untuk pelajaran sejarah dan ilmu pengetahuan sosial (IPS)," ucap sarjana teknik elektro jebolan ITS ini.

Tak hanya memiliki pola pemasaran yang sama, Telsis Indonesia dan KLV Instrumen juga sama-sama menjual alat peraga melalui sistem paket dengan harga yang bervariasi, tergantung jenisnya.

Telsis Indonesia menawarkan alat peraga dari rentang harga mulai Rp 10 juta sampai Rp 300 juta per paket. Sedangkan, KLV Instrumen melego peralatan peraga pendidikannya seharga Rp 20 juta hingga Rp 105 juta per paket.

Biasanya, produsen alat peraga pendidikan bakal kebanjiran pesanan pada awal tahun ajaran baru dan pergantian semester. Di bulan-bulan biasa, Irwan mengatakan, omzet perusahaannya sekitar Rp 100 juta. Tapi, "Pendapatan bisa miliaran rupiah kalau fokus di bisnis ini," kata dia.

Irwan tak salah. Tengok saja penghasilan Telsis Indonesia yang sukses menjual alat peraga pendidikan buatannya mulai ke wilayah Aceh hingga Papua Barat. Sudah ribuan sekolah yang memakai alat peraga produksi mereka. Luasnya jangkau distribusi ini sebanding dengan omzet Telsis Indonesia yang mencapai Rp 10 miliar per tahun.

Tidak heran kalau kemudian Joko bisa membangun empat pabrik dengan total investasinya sebanyak Rp 4 miliar. Pabriknya yang tersebar di Yogyakarta, Bandung, dan Surabaya itu, sekarang memiliki 100 karyawan.

Untuk membuat alat peraga pendidikan, Joko menggandeng Universitas Gajah Mada (UGM) sebagai konsultan. Kini, alat-alat peraga made in Telsis Indonesia telah mengantongi sertifikat ISO 9001,14001, dan 18001.

Tetapi, bukan hanya produsen alat peraga pendidikan saja yang menikmati manisnya bisnis ini. Para pedagang alat peraga pendidikan juga merasakan legitnya bisnis tersebut. Titut Prastowo, contohnya, yang menjadi distributor alat peraga pendidikan setahun belakangan.

Dari usaha ini, Titut bisa menjual sekitar 12 paket alat peraga ke beberapa sekolah atau lembaga pendidikan, semisal alat peraga kerangka tubuh manusia untuk mata pelajaran IPA. Meski tinggal di Solo, ia berhasil menjual alat peraga pendidikan hingga ke daerah Kalimantan. Misalnya Kabupaten Natuna.

Dari setiap alat peraga yang berhasil ia lego, lelaki 40 tahun ini memperoleh margin 3%. Saban bulan, Titut mendekap omzet di bawah Rp 10 juta. Tapi, ia sudah bercita-cita, setelah pensiun nanti, dirinya akan menjadi produsen alat peraga pendidikan. "Saat ini, kecenderungannya adalah mengetahui pasar potensial di bisnis ini," jelas Titut yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

--------------------------------------------------------------------------------------------

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×