kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meneropong lagi peluang warung steik


Selasa, 01 Maret 2011 / 12:25 WIB
Meneropong lagi peluang warung steik
ILUSTRASI. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (15/1).


Reporter: Dharmesta, Handoyo | Editor: Tri Adi

Steik (steak) adalah makanan internasional yang sudah akrab di lidah masyarakat kita. Tak cuma tersaji di restoran kelas atas, irisan daging berbumbu ini juga menyasar pasar menengah ke bawah.

Tak perlu heran, usaha steik yang membidik konsumen menengah bawah cukup menjamur di kota-kota besar yang ada di Indonesia. Kebanyakan melakukan ekspansi dengan menggandeng mitra.

Tapi, penambahan jumlah gerai dalam setahun terakhir tidak tinggi-tinggi amat. Alasan utamanya, calon terwaralaba membutuhkan biaya yang cukup besar untuk membuka gerai. Nah, berikut tiga pewaralaba steik yang pernah dikupas KONTAN:


• Red Grill

Warung steik yang berpusat di Jakarta ini sebenarnya merupakan pengembangan usaha dari Red Crispy yang berdiri 2002. Ketika KONTAN mengulas waralaba Red Grill Mei 2010, warung steik ini sudah punya 10 mitra.

Semua mitra berlokasi di Jabodetabek. "Kini, jumlahnya naik menjadi 15 mitra," papar Gatot Sutoto, pemilik Red Grill. Lima mitra tambahan ini tersebar tak hanya di seputaran Jabodetabek saja, tapi sampai ke Kudus (Jawa Tengah), Yogyakarta, dan Jember (Jawa Timur).

Memasuki tahun 2011, di bawah bendera PT Global Red Crispy, Gatot juga mengembangkan menu baru, yakni cokelat dan snack. Selain fokus menjajakan steik sebagai menu utama, Red Grill juga menawarkan menu makanan lain yang juga dibakar. Di antaranya, ayam bakar, iga bakar, sandwich bakar, dan martabak bakar, yang sekarang jumlah variannya mencapai 30 macam menu.

Saat ini, Gatot sudah menaikkan biaya investasi awal untuk menjadi mitra Red Grill dibandingkan dengan tahun lalu. Ia mengerek investasi Paket Island A, dari sebelumnya Rp 99 juta menjadi Rp 150 juta. Adapun Paket Island B naik menjadi Rp 60 juta dari 59 juta. Gatot menambahkan, kenaikan biaya investasi tersebut karena disesuaikan dengan harga peralatan.

Mitra mendapatkan peralatan, mulai dari konter sampai peralatan masak. Namun, untuk biaya sewa dan interior tetap ditanggung mitra.

Jika mengambil Paket Island A, mitra akan memperoleh tiga jenis usaha, yaitu red grill, red crispy, dan chocholate and snack untuk minumannya. Sementara itu, "Untuk Paket Island B, mitra hanya mendapat satu jenis usaha," tambah Gatot.

Untuk membuka usaha ini, para mitra harus menyediakan lahan seluas 100 m² sebagai tempat usaha. Tapi, Mitra Red Grill tidak dikenakan biaya royalti. "Mitra hanya wajib memasok bahan baku makanan dan minuman dari pusat," kata Gatot.

Gatot memperkirakan, mitra bisa mengantongi omzet Rp 700.000 sampai Rp 2 juta per hari untuk Paket Island B. Kalau Paket Island A, omzetnya sebesar Rp 2 juta sampai Rp 4 juta sehari. "Kami memperkirakan, balik modal untuk usaha ini adalah sekitar 1,5 tahun," papar Gatot.


• Bobby's Steak & D'grill Stone

Saat KONTAN mengupas usaha steik ini April 2010, Bobby's Steak & D'grill Stone belum memiliki mitra. Bobby Wahyu, pemilik usaha ini, mengatakan, di bulan Maret nanti, ada tiga terwaralaba yang akan membuka Bobby's Steak and D'grill Stone tipe resto dan kafe, masing-masing di Kelapa Gading, Tanjung Duren, dan Cibubur.Bobby juga sedang dalam proses negosiasi dengan calon mitra asal Batam.

Bila tahun lalu Bobby menawarkan konsep kemitraan, sekarang Bobby's Steak menyodorkan sistem waralaba. Dulu, Bobby menawarkan empat paket kemitraan termasuk paket foodcourt. Tahun ini, Bobby menghapus penawaran foodcourt karena tempatnya terlalu kecil.

Jadi sekarang, Bobby hanya menyediakan tiga paket waralaba, yaitu Resto & Cafe dengan nilai investasi awal Rp 347 juta berupa steak house. Resto dengan harga Rp 232 juta dan Mini Resto yang investasinya Rp 207 juta.

Meski masih menawarkan, Bobby bakal meninjau ulang paket Mini Resto. Karena, ia ingin memberikan kesan eksklusif pada restonya.

Bobby memperkirakan, terwaralaba yang mengambil paket Resto & Cafe bisa mencetak laba bersih per bulan sekitar Rp 48 juta dan balik modal dalam waktu 12 bulan. Hitungan itu dengan asumsi penjualan 100 steak per hari seharga Rp 45.000 per porsi dan dikurangi biaya operasional serta biaya royalti sebesar 3,5% dari total omzet.

Adapun paket Resto dengan harga rata-rata Rp 37.000 dan penjualan 80 buah tiap harinya, maka omzet bersihnya Rp 28,8 juta per bulan dan balik modal dalam 12 bulan. Bobby tidak sembarangan dalam asumsinya, tapi berdasarkan penghasilan yang diperoleh dari resto steik miliknya. "Omzetnya sama dengan paket resto," ujarnya.

Menurut Bobby, penambahan tiga mitra sudah cukup bagus. "Tidak seperti usaha semisal kebab, usaha steik ini membutuhkan modal yang besar," kata Bobby.

Bobby optimistis dengan usaha steiknya. Sebab, ia menganggap bisnis warung steik termasuk usaha yang menguntungkan. "Apalagi, dengan konsep menarik dan biaya investasi yang terjangkau," ungkap Bobby.


• Madina Steak

Tidak semua waralaba atau kemitraan steik mampu bertahan dan berjalan lancar. Madina Steak, misalnya. Kala KONTAN mengulas usaha ini Mei 2010, Madina Steak masih belum memiliki mitra. Begitu juga dengan saat ini.

Menurut sang pemilik Mona Nasution, hal ini disebabkan oleh lokasi usahanya yang berada di pinggiran Jakarta. Namun, Mona menuturkan, sekarang ini, ia sedang memproses permintaan satu kemitraan kedai steaknya.

Mona masih menawarkan paket investasi yang sama. Investasi awal untuk membuka kedai Madina Steak hanya Rp 20 juta. Dengan investasi yang terhitung mini dibandingkan dengan dua waralaba steik lainnya, Mona menyediakan peralatan masak, perlengkapan promosi, identitas usaha seperti banner, pelatihan karyawan, dan bahan baku awal untuk mitranya.

Seperti halnya Red Grill, Madina Steak juga tidak mengenakan biaya royalti. Namun, mitra wajib memesan bahan baku berupa bumbu dasar dari gerai pusat.

Dengan target penjualan 30 porsi per hari dan harga jual antara Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per porsi, Mona menargetkan balik modal dalam tempo enam bulan.

Hanya, Mona pesimistis dengan usaha steiknya karena lokasinya yang berada di pinggiran ibukota. Dulu, Mona mempunyai dua gerai Madina Steak milik sendiri di Jalan TB Simatupang dan Jalan Poltangan, Jakarta Selatan. Namun kini, gerainya tinggal satu, di Poltangan.

Mona menjelaskan, ia kesulitan tenaga kerja. Selain itu, belakangan, dia sibuk mengurus kemitraan Chicken Crispy dan Burger Jakarta, sehingga tidak bisa fokus sepenuhnya untuk mengurus warung steiknya. Chicken Crispy dan Burger Jakarta kini sudah ada lebih dari 150 mitra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×