kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.548.000   14.000   0,91%
  • USD/IDR 15.939   -19,00   -0,12%
  • IDX 7.405   -59,28   -0,79%
  • KOMPAS100 1.122   -12,77   -1,12%
  • LQ45 878   -12,42   -1,39%
  • ISSI 227   -1,14   -0,50%
  • IDX30 450   -7,36   -1,61%
  • IDXHIDIV20 540   -9,17   -1,67%
  • IDX80 128   -1,55   -1,20%
  • IDXV30 132   -1,43   -1,07%
  • IDXQ30 149   -2,24   -1,48%

Mengulur untung budidaya tanaman kelor (1)


Jumat, 12 Juni 2015 / 12:35 WIB
Mengulur untung budidaya tanaman kelor (1)


Reporter: Rani Nossar, Silvana Maya Pratiwi | Editor: Hendra Gunawan

Kelor yang memiliki nama Latin Moringa oleifera merupakan tanaman yang memiliki berbagai manfaat di bidang kesehatan, mulai daun, kulit batang, buah, dan bijinya. Tanaman ini bisa tumbuh hingga tinggi 7 meter (m)-12 m. Batangnya berkayu, tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis, dan permukaannya kasar.

Pohon kelor banyak ditanam sebagai tapal batas atau pagar di halaman rumah atau ladang. Manfaatnya yang bejibun membuat banyak yang melirik membudidayakan tanaman ini.

Dudi Krisnadi, pembudidaya tanaman kelor asal Blora mengatakan, tanaman kelor banyak dicari karena dapat diolah menjadi berbagai obat herbal hingga bahan baku produk perawatan kulit. "Biji-dan daun kelor sedang tren digunakan untuk olahan produk perawatan kulit karena nutrisi yang terkandung di dalamnya bisa melembabkan kulit," ujarnya.

Pria yang telah membudidayakan kelor sejak lima tahun silam ini menanam di lahan seluas 1 hektare (ha) di Blora, Jawa tengah dan di Nusa Tenggara Timur (NTT).  Pada lahan seluas 1 ha, Dudi menanam sekitar 10.000 pohon dengan jarak tanam sekitar 1 m x 1 m.

Dudi menjual hasil panen daun kelor seharga Rp 5.000 per kilogram (kg). Omzet yang dia dapat pasca panen di awal bisa mencapai Rp 25 juta. Tidak hanya menjual daun, Dudi juga mengolah kelor menjadi berbagai produk herbal seperti kapsul, serbuk dan teh dan menjualnya lewat toko online kelorina.com.

Permintaan olahan kelor yang paling banyak dalam bentuk serbuk. Dalam sebulan dia bisa meraup omzet hingga Rp 50 juta dari penjualan olahan kelor. 

Pembudidaya lainnya  adalah Fransiskus Xaverius Budianto di Yogyakarta. Budianto, panggilan akrabnya mengaku sudah menanam kelor sejak tahun 2012. Pada saat itu ia hanya menanam kelor hanya untuk tanaman pagar saja. Namun melihat potensi bisnisnya yang cukup besar, dia lantas menaman kelor di lahan yang lebih luas besar.

Budianto kini memiliki dua lokasi penanaman daun kelor sekitar 1 ha di kawasan Gunung Kidul dan di Kawasan Bantul. Pada lahan seluas itu dia berbagi dengan petani lain. Tanaman kelor yang ia tanam adalah jenis Moringa. Dia menanam dengan dua cara, dengan cara setek dan biji. Kalau setek untuk kebutuhan daun, sedangkan biji untuk kebutuhan bibit.

Budianto bilang, jika ditanam dengan cara setek akan panen sekitar 4 bulan sampai 6 bulan. Sedangkan budidaya dengan cara menyemai biji membutuhkan waktu  sampai 1 tahun. Dia bisa memanen secara rutin, karena jaraknya diatur sehingga bisa panen setiap dua bulan sekali. "Saya bisa menjual 30 kg−60 kg daun kelor kering seharga Rp 40.000−Rp 60.000 per kg," kata Budianto. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×