kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menjahit laba dari berjualan mesin jahit bekas


Senin, 11 Oktober 2010 / 13:34 WIB
Menjahit laba dari berjualan mesin jahit bekas
ILUSTRASI. Cover Foto-Foto Gempa Bumi Terbesar di Dunia


Reporter: Raymond Reynaldi | Editor: Tri Adi

Meski bukan barang baru, pasar mesin jahit bekas masih potensial. Memang, banyak pengusaha konveksi lokal yang gulung tikar karena serbuan produk China. Tapi, pengusaha baru terus bermunculan. Inilah pasar yang dibidik pedagang mesin jahit bekas. Di Penggilingan, Jakarta Timur, para pedagang mesin jahit bekas meraup omzet ratusan juta rupiah.

Dalam beberapa tahun terakhir, produk konveksi asal China memang gencar menyerbu pasar Indonesia. Namun, serbuan itu tak serta-merta mematikan usaha konveksi di dalam negeri.

Salah satu indikasinya adalah permintaan mesin jahit tetap mengalir. Termasuk, mesin jahit bekas. Jumlah pedagang yang melakoni usahanya ini memang tidak terlalu banyak.

Tengok saja sebuah lokasi penjualan mesin jahit bekas di daerah Penggilingan, Jakarta Timur. Ada beberapa pedagang mesin jahit bekas yang menempati lokasi di kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK). Di antara sekitar lima penjual mesin jahit bekas di sana, CV Sinar Abadi dan CV Citra Mesin merupakan dua pemain besar bisnis mesin jahit bekas.

Asal tahu saja, sebagian pengusaha mesin jahit bekas ini memiliki latar belakang sebagai pemilik usaha konveksi. "Ada yang masih berjalan, atau sudah tutup dan pindah haluan jadi penjual mesin," ujar Jamaludin, pemilik CV Sinar Abadi, yang juga masih menjalankan usaha konveksi.

Para pembeli mesin jahit bekas di sentra ini berdatangan dari berbagai daerah. Sebagian besar dari mereka adalah pemilik usaha konveksi atau garmen, baik kelas kecil hingga skala pabrik.

Menurut Jamaludin, mayoritas pesanan mesin jahit datang dari para pengusaha konveksi yang masih eksis beroperasi. "Beberapa dari Jakarta, Tangerang, Banten, Bekasi dan Bogor. Ada juga yang dari Surabaya atau Yogyakarta," terangnya.

Selain konsumen perorangan dan para pengusaha konveksi, Gunaedji, pemilik CV Citra Mesin, menambahkan, transaksi jual-beli juga terjadi di antara sesama penjual. "Kadang kalau stok mesin lagi kosong dan ada pesanan yang masuk, mereka mencari barang di sini," ungkap Gunaedji.

Para pedagang yang kerap mengambil mesin dari CV Citra Mesin berasal dari kawasan Toko Tiga dan Kota di Jakarta Barat, Menjahit Laba dari Berjualan Mesin Jahit Bekas

Surabaya, Solo, Semarang, dan Bandung. "Tapi mereka tidak rutin, cuma sekali membeli jumlahnya bisa puluhan sampai ratusan mesin," ujar Gunaedji.

Dengan pasar yang cukup luas, kedua usaha ini meraup omzet yang lumayan besar. Omzet rata-rata per bulan dari CV Citra Mesin mencapai kisaran Rp 150 juta. Sedangkan CV Sinar Abadi meraup omzet rata-rata
Rp 100 juta per bulan.

"Bisnis ini cukup prospektif karena pakaian adalah kebutuhan utama, sehingga permintaan mesin dari pabrik atau usaha konveksi selalu ada," ujar Jamaludin.

Selain omzet yang besar, para pengusaha mesin jahit bekas ini juga bisa meraup marjin yang cukup tebal dari selisih harga beli dengan harga jual mesin jahit bekas.

Simak saja pengakuan Jamaludin yang mampu meraup margin bersih dari penjualan mesin jahit bekas tersebut minimal sebesar 20%. "Kadang keuntungan dari beberapa mesin bisa lebih dari 50%," katanya. Ini sudah termasuk biaya reparasi mesin sebelum dijual.


Dia mencontohkan, mesin jahit bekas satu jarum asal Jepang dia jual dengan harga Rp 1,4 juta hingga Rp 1,5 juta per unit. Padahal, modal yang dikucurkannya untuk membeli mesin tersebut sebesar Rp 800.000.

Hal serupa diakui Gunaedji. Pasalnya, para pedagang seringkali mendapatkan mesin jahit bekas dari perusahaan konveksi yang pailit dan kemudian melelang aset-asetnya. "Kalau mereka ada utang dengan bank, pasti mesin-mesin ini akan disita dan dilelang," kata lelaki berusia 49 tahun ini.

Namun, lanjut Gunaedji, bukan perkara mudah mendapatkan mesin jahit bekas. Para pedagang haus bersaing ketat dalam proses lelang tersebut. "Kami juga harus mempunyai jaringan yang cukup luas," tandas dia.

Jamaludin menambahkan, kadang dia mendapatkan informasi lelang mesin dari bekas mekanik yang kini bekerja di perusahaan konveksi. "Informasi seperti itu penting, karena mesti bergerak cepat juga," ujarnya. Tak heran, untuk memenangkan proses lelang mesin jahit bekas ini, seringkali para pedagang bekerjasama dengan pedagang lainnya.

Namun, Gunaedji mengaku, tak terlalu senang dengan cara tersebut. "Nanti bisa repot membagi jatah mesinnya. Jadi lebih baik kami bersaing fair dengan kemampuan sendiri saja," tandas dia.

Gunaedji bercerita, dia pernah ikut lelang dengan modal Rp 1 miliar demi mendapatkan 500 mesin jahit bekas sitaan bank. Daerah yang menjadi kantong perburuan mesin jahit bekas adalah pusat-pusat pabrik konveksi. Di antaranya, Tangerang, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Surabaya, Solo, Semarang dan Yogyakarta.

Para pedagang membedakan harga jual kepada konsumen ritel dengan pengusaha konveksi. Harga untuk konsumen ritel berkisar Rp 800.000 sampai Rp 1,2 juta per unit. "Ini untuk mesin jarum satu. Tapi tergantung merek, kalau dari China lebih murah daripada produk mesin jahit Jepang atau Amerika Serikat," tutur Gunaedji.

Uniknya, harga jual untuk pengusaha justru lebih mahal. Jamaludin bilang, harga jual mesin jahit jarum satu kepada pengusaha konveksi berada pada kisaran Rp 1,2 juta hingga Rp 1,4 juta per unit. "Kalau ke sesama pedagang paling tinggi kami mengambil untung sebesar 5% dari harga modal," imbuh Gunaedji.

Gunaedji dan Jamaludin menilai, bisnis mesin jahit ini berprospek cerah. Sebab, permintaan pakaian, sebagai kebutuhan primer, tak pernah surut. Pasar yang terus terbuka akan membuat pengusaha konveksi terus eksis dan bermunculan. "Nah, inilah pasar kami," pungkas Gunaedji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×