kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nyok, kita cari untung dari roti buaya


Kamis, 14 Juli 2011 / 13:37 WIB
Nyok, kita cari untung dari roti buaya
ILUSTRASI. Petugas kesehatan memeriksa sampel tes usap PCR. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/pras.


Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Secara turun-temurun masyarakat Betawi menganggap roti buaya sebagai sebuah simbol dalam acara pernikahan. Tak heran, bila ritual pernikahan terasa kurang lengkap jika roti ini tak menghiasi acara pernikahan. Pada musim hajatan seperti saat ini, produsen roti buaya akan tersenyum dengan mendulang omzet hingga Rp 20 juta per bulan.

Selain palang pintu yang beratraksi dalam ritual hajatan pernikahan masyarkat Betawi, ternyata roti buaya juga menjadi menu wajib yang tak terpisahkan dari tradisi masyarakat asli Jakarta ini. Konon, roti yang panjangnya hampir mencapai semeter ini dipercaya sebagai simbol kesetiaan dalam sebuah mahligai rumah tangga.

Mustofa, pemilik Delsha Bakery yang berlokasi di wilayah Depok, Jawa barat mulai tertarik menggeluti usaha pembuatan roti buaya ini pada tahun lalu. Awalnya, pria yang sebelumnya berprofesi sebagai penulis ini hanya memproduksi roti manis dan roti tawar. Namun, banyak masyarakat sekitar, yang merupakan etnis betawi, memesan roti buaya padanya. "Mulanya permintaan roti buaya ini sifatnya menolong, tapi lambat laun banyak masyarakat sekitar yang mengetahui dan turut memesan," ucapnya.

Banyak momentum pernikahan masyarakat etnis Betawi di sekitar rumahnya ternyata menjadi berkah bagi lelaki 38 tahun ini. Ia mengatakan, pada musim hajatan, dari bulan Desember hingga Januari dan Mei hingga Juli, permintaan roti buaya akan melonjak.

Pesanan roti buaya bisa mencapai 50 roti sebulan. Padahal, pada bulan-bulan biasa, penjualan roti buaya hanya berkisar lima hingga sepuluh roti per bulan.

Mustofa menjual sepasang roti buaya seharga Rp 300.000. Namun, ia juga bisa menjual satu roti buaya seharga Rp 150.000. "Biasanya pesanan roti secara satuan banyak dipakai pada acara khitanan," ujarnya.

Untuk memuaskan keinginan pelanggannya, Mustofa juga memberikan pilihan roti buaya isi cokelat dan stroberi. "Sehingga roti tak lagi terasa tawar," imbuhnya.

Dalam proses pembuatannya, Mustofa hampir tidak menemui kendala berarti. Meski proses pembentukan buaya juga tak bisa dibilang gampang.

Hanya saja, ia masih kesulitan dalam hal pemasaran. Maklum, selama ini, selain pemasaran dari mulut ke mulut, ia hanya menawarkan roti buaya ini melalui internet.

Selain itu, banyaknya kompetitor yang ikut terjun ke bisnis ini juga memaksanya pandai mengatur siasat untuk tetap bertahan. "Memuaskan konsumen dan mencoba memberikan harga yang bersaing merupakan cara yang bisa kami lakukan," ungkapnya.

Pemain lainnya dalam produksi roti buaya ini adalah Fredy Irawan. Pemilik Ika Cake yang berdomisili di Ciputat, mulai membuat roti buaya sejak setahun silam.

Ketertarikan menggarap usaha roti buaya ini timbul karena usaha toko rotinya memang fokus menjual kue khas Betawi, seperti kembang goyang dan lainnya. "Dari situ datang pesanan roti buaya," tandasnya.

Lantaran tinggal di sekitar masyarakat Betawi, momen pernikahan masyarakat Betawi pun menjadi berkah bagi Ika Cake. Fredy mengaku, pada masa peak season, ia bisa menjual hingga 50 pasang roti buaya. Ia membanderol sepasang roti buaya dengan panjang 90 cm dengan harga Rp 350.000.

Meski begitu, Fredy mengatakan, orderan yang datang kebanyakan berasal dari rekanan yang memang menjadi pelanggan toko kuenya. Maklum, selain usaha roti ini masih menjadi sampingan baginya. Freddi sendiri memiliki pekerjaan utama sebagai konsultan di sebuah perusahaan. "Jika serius terjun pada usaha ini pasti akan lebih menguntungkan," jelasnya.

Sekadar gambaran, saat permintaan melonjak, Freddy bisa menambah pendapatannya sekitar Rp 15 juta tiap bulan. Ia mempunyai pandangan bahwa pemain di usaha ini memang sudah cukup banyak. Namun pasar masih potensial karena bisnis ini belum tergarap secara maksimal. "Kebanyakan para pemain di usaha ini belum mengetahui target pasar yang dituju," ujarnya.

Kendati demikian, baik Mustofa maupun Fredy tak memungkiri bahwa prospek usaha pembuatan roti buaya ini tetap cerah karena pernikahan akan selalu ada. Roti buaya pun ternyata masih populer dalam acara pernikahan. "Selama tradisi pernikahan budaya Betawi tetap bertahan, usaha roti buaya akan tetap menjanjikan," kata Fredy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×