kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemeripik untung dari bisnis keripik ceker ayam


Senin, 11 April 2011 / 13:44 WIB
Kemeripik untung dari bisnis keripik ceker ayam


Reporter: Handoyo, Gloria Natalia | Editor: Tri Adi

Gurih, renyah, dan bikin ketagihan. Itulah keripik ceker. Keripik dari bahan baku kaki ayam ini memang memerlukan bahan baku cukup banyak. Sepuluh kilogram (kg) ceker basah hanya menghasilkan satu kg ceker kering. Dengan harga Rp 110.000 per kg, produsen bisa mencetak omzet Rp 28 juta per bulan.

Ceker ayam biasanya menjadi tambahan di berbagai hidangan seperti sop, semur, dan bakso. Namun, kini banyak pengusaha mengembangkan ceker menjadi camilan dalam bentuk keripik.

Keripik ceker ayam tergolong makanan ringan yang memiliki sifat renyah, gurih, dan tahan lama. Bahan baku keripik ceker merupakan daging dan kulit yang ada di bagian kaki.

Salah salah satu pengrajin keripik ceker ini adalah Sri Rubiyanti, asal Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Rubiyanti yang memulai produksi keripik ceker sejak 1995 silam kini mempekerjakan enam karyawan. Ia mampu memproduksi 50 kilogram (kg) hingga 70 kg keripik tiap pekan.

Pengusaha keripik ceker lain adalah Teguh Satrio Wibowo yang berprofesi sebagai pemotong ayam negeri di Malang, Jawa Timur sejak 2009. Mulanya Teguh hanya menjual ceker dan kepala ayam yang tak terjual di pasar. Ia menjualnya kepada pembudidaya lele untuk pakan lele.

Teguh menjual ceker dan kepala ayam dengan harga Rp 4.000 per kg. Ketika harga beli ayam negeri naik, harga pokok penjualan pun naik.

Saat itulah ide lain muncul di kepala Teguh. "Kalau ceker saya jual ke peternak, margin keuntungan saya kecil sekali," katanya. Ia terpikir untuk mengolah ceker. Saat ini, ia menghasilkan 15 kg sampai 20 kg keripik ceker per bulan.

Rubiyanti dan Teguh tak kesulitan mendapat pasokan ceker ayam. Produksi ceker cukup melimpah di Gunung Kidul. Jika sedang kekurangan bahan Rubiyanti mengambil bahan baku ke pasar-pasar di Yogyakarta.

Rubiyanti bisa mendapatkan ceker Rp 8.000 sampai Rp 10.000 per kg. Sedangkan Teguh memasok ceker dengan harga Rp 5.500 per kg dari pasar di Malang.

Harga keripik ceker ini tergolong mahal. Rubiyanti membagi keripiknya ini menjadi dua jenis, yakni keripik mentah di harga
Rp 100.000 per kg dan keripik matang Rp 110.000 per kg.

Teguh menjual keripik ceker dengan harga Rp 120.000 per kg. "Saya ambil untung 25% dari harga jual," kata Teguh. Dalam sepekan Rubiyanti memperoleh omzet Rp 5 juta- Rp 7 juta.

Harga keripik ceker cukup tinggi karena banyaknya bahan baku ceker yang diperlukan. Teguh menghitung butuh 10 kg ceker yang terdiri dari kulit dan tulang untuk membuat 1 kg keripik ceker.

Proses pembuatannya tak sulit. Prosesnya dimulai dengan memisahkan kulit dari tulang ceker. Setelah itu ia memprestonya agar bahan menyatu dan lebih lunak. Ceker direndam dalam air kapur selama 10 menit untuk menghilangkan lendir.

Agar tekstur ceker tetap kenyal dan tidak berbau amis, Rubiyanti menambahkan rendaman kapur sirih Selanjutnya ceker dijemur di terik matahari selama lima hingga enam hari cerah. "Kalau hujan atau mendung, kulit harus disimpan dulu, tunggu sinar matahari keluar," imbuh Teguh.

Penjualan keripik tak terbatas di pasar lokal. Rubiyanti menjual keripik ceker di Gunung Kidul dan Yogyakarta hingga Semarang, Bogor, dan Jakarta. Sedangkan Teguh sudah menjualnya ke Malang, Sidoarjo, Lampung, Jakarta, Bogor, dan Yogyakarta.

Walau ceker cukup diminati, Teguh tidak berniat menjadikan usaha keripik ceker ini sebagai usaha pokoknya. Fokus usahanya adalah pemotongan ayam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×