kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.961   -146,45   -2,06%
  • KOMPAS100 1.039   -24,80   -2,33%
  • LQ45 816   -17,43   -2,09%
  • ISSI 212   -4,24   -1,96%
  • IDX30 417   -9,71   -2,28%
  • IDXHIDIV20 503   -10,10   -1,97%
  • IDX80 118   -2,73   -2,25%
  • IDXV30 125   -2,34   -1,85%
  • IDXQ30 139   -2,65   -1,87%

Perajin shuttlecock badminton kebanjiran order


Selasa, 03 November 2015 / 15:45 WIB
Perajin shuttlecock badminton kebanjiran order


Sumber: Antara | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Industri kerajinan rumah tangga "shuttlecock" badminton atau sering disebut kok bulu tangkis di Kampung Makam Bergolo Serengan Kota Solo, Jawa Tengah, kebanjiran pesanan selama dua bulan terakhir ini.

Maridi (50) selaku Ketua Paguyuban Perajin Shuttlecock Badminton Makam Bergolo Solo, Selasa, mengatakan bahwa permintaan Shuttlecock produksinya yang diberi merek dagang 'Adinda' dan 'Anak Mas' rata-rata meningkat sekitar 25% dibanding bulan-bulan sebelumnya.

Menurut Maridi, pihaknya mampu melayani permintaan konsumen rata-rata sekitar 1.000 slop per bulan atau setiap slop isinya 12 biji. Jumlah ini, mengalami peningkatan sekitar 25% dari bulan-bulan sebelumnya sekitar 750 slop per bulan.

"Kami membuat kerajinan ekonomi kreatif ini, semuanya dengan cara manual dan dikerjakan secara tradisional. Kemampuan produksi rata-rata sekitar 200 hingga 300 slop per hari," tutur Maridi yang mengakui menekuni kerajinan rumah tanggal ini, sejak 1980 hingga sekarang.

Menurut dia shuttlecock produksinya dijual dengan harga variasi tergantung kualitas bulu dan kepala kok yang sering disebut "bogem", yakni antara Rp35.000 per slop hingga Rp 65.000 per slop.

"Barang yang masih mendatangkan dari luar negeri yakni bogem. Barang ini, diimpor dari Taiwan. Satu dos isi 500 dosin dengan harga Rp 2,750 juta," ucapnya.

Menurut dia, kepala kok atau bogem dengan harga tersebut mengalami kenaikan sekitar 20% sejak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat beberapa bulan lalu.

Selain itu, harga bulu ayam selama musim kemarau juga kurang bagus kualitasnya sehingga dalam pengerjaan harus ekstra hati-hati karena mudah patah.

"Kami saat ini, terkendala masalah tenaga kerja yang sulit dicari karena mereka harus memiliki keahlian khusus merakit sebuah shuttlecock. Jumlah pengrajin di kampung ini, sekitar seratusan orang lebih dan kemungkinan lambat laun akan semakin berkurang," ujarnya.

Menurut dia, shuttlecock produksinya yang pengerjaannya serba manual tersebut memiliki kualitas tidak kalah dengan produk alat mesin.

Menyinggung soal proses produksi shuttlecock, Maridi menjelaskan berawal dari bulu ayam yang dipotong dibentuk sesuai kualitas dan ukuran yang dikehendaki, serta kemudian dicuci bersih lalu dijemur panas matahari.

Bulu ayam yang sudah dipilih sesuai kualitasnya tersebut, lanjut dia, kemudian diluruskan dengan cara dipanasi. Bulu yang sudah lurus dipasang ke bogem, distel dan kemudian ditali. Setelah ditali berikan lem atau perekatnya.

"Shuttlecock yang sudah jadi kemudian diberikan merek dan setelah kering langsung masuk pengepakan serta barang siap dikirim ke Kudus, Pati, Blora, Semarang, dan Yogakarta," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×