kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Permintaan batu bata melebihi kapasitas produksi


Rabu, 10 Juni 2015 / 13:55 WIB
Permintaan batu bata melebihi kapasitas produksi
ILUSTRASI. Jadwal SIM Keliling Bekasi Hari Ini 27 Desember 2023, Perpanjang SIM Usai Libur Lama


Reporter: Silvana Maya Pratiwi | Editor: Hendra Gunawan

LAMPUNG. Perekonomian masyarakat di Dusun Pagersari, Desa Fajar Agung Barat, Kecamatan Pringsewu, Lampung meningkat seiring dengan perkembangan sentra produksi batu bata di daerah itu. Industri ini menjadi pekerjaan utama sebagian besar penduduk di desa Fajar Agung Barat.

Tiap rumah di sentra industri batu bata ini memiliki halaman yang cukup luas di depan maupun di belakang sebagai tempat produksi. Proses produksi mulai dari pencampuran tanah, pencetakan hingga penjemuran dilakukan di halaman. Setelah dijemur, proses pembakaran juga dilakukan di halaman rumah. Biasanya sekali proses pembakaran berkapasitas 3.000 batu bata.

Bahan bakar yang digunakan adalah kayu bakar atau merang. Margono, salah satu perajin batu bata di tempat ini biasanya mengambil kayu bakar dari daerah Bumisari. Rata-rata Margono membutuhkan sekitar 500 keping kayu bakar tiap bulan untuk produksi.

Dia dan para perajin batu bata di tempat ini mengaku sering kewalahan memenuhi permintaan yang datang. Margono mengaku kadang batu bata yang dia produksi masih kurang, bahkan banyak konsumen yang sudah bayar uang di muka padahal batu bata belum jadi.

Lantaran permintaan belum semua bisa dia penuhi, saat ini Margono hanya fokus pada pemasaran di wilayah lokal di sekitar wilayah Lampung. "Produksi untuk memenuhi permintaan dari wilayah Lampung saja masih kurang, terutama di saat musim penghujan," kata Margono.

Saat ini, Margono memiliki dua karyawan tetap. Jika sedang kewalahan, Margono tidak jarang menambah tenaga kerja dengan meminta bantuan ibu-ibu sekitar untuk mencetak batu bata. Untuk jasa cetak sebanyak 1.000 batu bata, ia memberi upah Rp 35.000. "Saya bisa menambah karyawan lepas hingga delapan orang," kata Margono.

Biasanya, menambah karyawan ini dia lakukan pada bulan Mei dan Agustus bertepatan dengan selesainya panen kopi dan lada. Pada momen tersebut, permintaan makin tinggi. Karena, pada saat itu, para petani memiliki cukup uang hasil panen untuk membangun rumah.

Itu sebabnya, di antara para perajin batu bata, tidak ada persaingan usaha. Produksi batu bata tiap perajin selalu diserap oleh pasar.

Tapi, Margono mengaku memiliki cara khusus agar para pelanggannya bisa terus setia membeli batu bata miliknya, yakni selalu menjaga kualitas batu bata buatannya. "Saya membuat batu bata dari tiga jenis tanah, yakni tanah kuning, tanah liat, dan tanah hitam," ujarnya. Selain itu, pelanggannya kerap diberi potongan harga.

Alia, perajin batu bata lainnya, memproduksi batu bata setiap hari, terutama ketika musim panas. Ini dia lakukan untuk bisa mendapatkan persediaan sebanyak mungkin. Ketika musim hujan tiba, dia tetap bisa memenuhi permintaan yang datang. (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×