kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45902,52   -24,21   -2.61%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Turun-temurun menata bisnis batu bata (1)


Senin, 08 Juni 2015 / 10:51 WIB
Turun-temurun menata bisnis batu bata (1)
ILUSTRASI. Rosalia Indah


Reporter: Silvana Maya Pratiwi | Editor: Hendra Gunawan

LAMPUNG. Dusun Pagersari, Desa Fajar Agung Barat, Kecamatan Pringsewu, Lampung sudah lama dikenal sebagai sentra produksi bata merah. Sentra bata merah ini sudah ada sejak tahun 1980-an. Sampai saat ini, mayoritas masyarakat desa ini berprofesi sebagai perajin bata.

Lokasi ini bisa dijangkau dua jam perjalanan dari Bandar Lampung. Salah satu perajin batu bata, Margono menjelaskan, pembuatan bata merah sudah menjadi usaha turun temurun warga desanya.

Sebagai usaha turun temurun, banyak perajin mendapat keahlian membuat batu bata dari orang tuanya. Sentra ini terus berkembang karena permintaan terus meningkat. "Jumlah pengusaha bata merah semakin bertambah, terutama antara tahun 2000 hingga sekarang," katanya kepada KONTAN.

Pada rentang tahun tersebut, ratusan tempat pembakaran bata merah berbentuk kubah terus bermunculan. Tempat pembakaran bata ini berderet di sepanjang pinggir jalan Desa Fajar Agung Barat. "Saat ini sudah ada 200 perajin bata, semua kepala keluarga memproduksi," katanya.

KONTAN sempat menyambangi kampung ini pada akhir pekan lalu. Hampir semua rumah penduduk memajang bata merah untuk dijual.

Menurut Margono, banyak warga desanya tertarik menekuni usaha ini karena permintaan batu bata terus meningkat dari tahun ke tahun. Tingginya permintaan batu bata ini didorong oleh pesatnya pembangunan rumah di Lampung.

Selain karena tingginya permintaan, sentra ini berkembang lantaran tanah di daerah ini juga mendukung usaha pembuatan batu bata. Tanah desa ini adalah jenis tanah merah yang cocok dijadikan bahan pembuatan bata.

Margono sendiri sudah memulai usaha ini sejak tahun 1992. Dengan dibantu dua karyawan, dalam sehari ia bisa memproduksi minimal 1.000 biji batu bata. Ia hanya melayani penjualan dalam patai besar dengan minimal order 1.000 bata. "1.000 bata itu harga jualnya Rp 250.000," ucapnya.

Dalam sebulan, bapak dua anak ini bisa menjual lebih dari 30.000 batu bata dengan penghasil per bulan mencapai Rp 3 juta-Rp 4 juta. "Untuk pembeli tidak pernah sepi. Malah terkadang kalau permintaan sedang banyak, kami sampai kekurangan produksi," tuturnya.

Menurutnya, pesanan biasanya meningkat di bulan Mei dan Agustus. Saat itu, banyak petani mulai panen kopi dan lada. "Sebagian besar konsumen kami itu petani. Saat mereka panen besar, permintaan batu bata akan meningkat," ujarnya.

Saat ini Margono, hanya melakukan pemasaran di Lampung. Perajin lain yang juga menggantungkan hidup dari usaha ini adalah Alia yang sudah memulai bisnis ini sejak tahun 2000.

Ia menjalankan usaha ini seorang diri. Dalam sehari, Alia bisa memproduksi 1.000 batu bata. Batu bata milik Alia dijual dengan harga Rp 250.000 per 1.000 biji. Terkait pendapatan, Alia bilang tidak menentu karena pembelinya para petani. "Peningkatan pembeli saat petani lagi panen. Jadi mengikuti hasil panen petani," Ujarnya.

Beda dengan Margono, Alia memasarkan batu bata jauh keluar desa. Antara lain ke Talang Padang, Kota Agung hingga Jakarta.                (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×