kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra tanaman Kelapa Gading: Lebih hati-hati (3)


Kamis, 26 Januari 2012 / 14:14 WIB
Sentra tanaman Kelapa Gading: Lebih hati-hati (3)
ILUSTRASI. Promo Pizza Hut Delivery hari ini 9 Februari 2021 menghadirkan Promo Cuan seharga Rp 88.000. Dok: Instagram?Pizza Hut Delivery


Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Setelah masa keemasan anthurium dan aglaonema berakhir tragis, kini pedagang di sentra tanaman hias Pelepah Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara lebih berhati-hati melihat tren pasar. Agar tak rugi, mereka kini tidak lagi menstok satu jenis tanaman hias saja tetapi beragam jenis.

Bila ada jenis tanaman tertentu yang harganya mendadak naik tinggi, para pedagang tanaman hias sekarang justru berhati-hati. Jangan-jangan harganya tiba-tiba bisa terjun bebas lagi. Mereka trauma kejadian dua tahun silam, saat harga anthurium dan aglaonema tiba-tiba anjlok drastis. Banyak pedagang di sentra tanaman hias Pelepah Raya, Kelapa Gading, kala itu merugi besar.

Kalau mengingat hal itu, Aan Dahlan, pemilik kios Bejana Indah, merasa sesak. Sebab, ketika harga anthurium dan aglaonema naik tinggi, dia sempat menukar sepeda motornya seharga Rp 50 juta dengan satu anthurium. "Saya berani, karena waktu itu, kalau menjual tanaman ini keuntungannya bisa dua hingga tiga kali lipat," ujarnya mengenang.

Dia bilang, banyak para pedagang yang rugi besar dan trauma usai tren anthurium dan aglaonema meredup tiba-tiba. "Saya dan beberapa pedagang lain memang mengalami betul manis dan getirnya berjualan anthurium waktu itu," ujarnya.

Banyak pedagang yang akhirnya gulung tikar dan lantas menjual kiosnya untuk menutup kerugian. Mereka umumnya pedagang yang hanya menjual satu jenis tanaman hias yang tengah booming saja.

Aan terbilang masih mujur. Kendati merugi puluhan juta rupiah, ia masih bisa bertahan. Sebab, kiosnya tak hanya menjual anthurium atau aglaonema saja. Ia juga menjual berbagai jenis tanaman hias lain. Jadi ketika dua tanaman itu tak lagi tren, pembeli tetap berdatangan ke kios tanaman hiasnya. "Saat pamor anthurium turun, akhirnya saya jual Rp 750.000 per pohon, itu pun tidak ada yang mau beli," kenang pria yang sudah 15 tahun berbisnis tanaman hias itu.

Belajar dari pengalaman pahit itu, para pedagang tanaman hias sekarang lebih berhati-hati melihat tren. Terutama saat menghadapi tren tanaman hias yang mendadak berharga mahal.

Wati, pemilik Sanggar Pesona Tanaman Hias, mengatakan bahwa biasanya tanaman hias yang harganya cepat naik, turunnya juga akan cepat. "Jadi strateginya sekarang lebih menstok beragam tanaman, tidak satu jenis saja," tuturnya.

Pemilik empat kios di sentra itu pun tak mau terbawa arus. Ia cenderung menjual tanaman yang awet digemari masyarakat, seperti anggrek, meski tetap menjual jenis tanaman lain juga.

Wati sendiri termasuk korban booming anthurium. Ia mengaku pernah merugi lebih dari Rp 50 juta. Tapi ia sempat pula mereguk keuntungan besar. "Waktu pamornya naik, saya sempat mengantongi keuntungan bersih Rp 100 juta per bulan," imbuhnya.

Sama seperti Aan dan Wati, Sukarno, pemilik Mentari Gata Nursery (MGN), juga pernah merasakan getirnya menjual anthurium. Saat harganya anjlok, ada 15 pohon tersisa yang tidak laku. Supaya kerugian tak berlipat ganda, dia melego murah anthurium miliknya pada pameran tanaman hias di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. "Waktu itu hanya laku tiga tanaman," kenangnya.

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×