kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tidak ada persaingan sengit berebut pasar (3)


Kamis, 23 Oktober 2014 / 15:15 WIB
Tidak ada persaingan sengit berebut pasar (3)
ILUSTRASI. Harga emas bergerak mendekati level tertinggi sepanjang masa. REUTERS/Denis Balibouse


Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Havid Vebri

Mayoritas warga yang tinggal di Gang Tempe, RT 06/RW 09, Jalan KH. Mas'ud, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan berprofesi sebagai pengrajin tempe. Total ada 80 warga yang menekuni usaha ini. Kendati diramaikan banyak pemain, persaingan usaha di sentra tempe ini masih berjalan sehat.

Muhammad Husaeri, salah seorang pengrajin tempe mengatakan, persaingan masih sehat karena masing-masing pengrajin sudah memiliki pelanggan. "Kami sudah memiliki pelanggan masing-masing. Bahkan, kalau kurang saya mengambil dari pengrajin yang lain," ujarnya.

Pelanggan Husaeri banyak berasal dari kalangan pemilik warung makan, restoran, dan pedagang pasar. Lantaran pelanggannya sudah banyak, produksi tempenya selalu habis terjual. "Jarang ada tempe bikinan saya yang tersisa," tuturnya.

Demi menjaga loyalitas pelanggan, ia selalu menjaga kualitas tempe bikinnya. Ia tidak ingin ada konsumen yang kecewa dan komplain atas produk tempenya. Bila sudah ada yang komplain, kemungkinan besar pelanggan tersebut akan lari ke pengrajin lainnya.

Apalagi di lokasinya banyak sekali pengrajin tempe, sehingga memudahkan pelanggan untuk berpaling ke pengrajin lain. Untuk menjaga kualitas tempe ini, setiap tahapan produksi dilakukan dengan hati-hati. Misalnya, proses pemisahan tempe dari kulitnya selalu dilakukan dengan teliti. "Saya juga menjaga rasa tempe agar tidak asam," ujarnya.

Begitu pun dengan Siswanto, pengrajin tempe lainnya. Demi menjaga kualitas tempenya, ia selalu menyediakan tempe terbaru setiap harinya, dan tidak menjual tempe sisa sehari atau beberapa hari sebelumnya.

Makanya, jika ada tempe produksi hari ini yang tidak habis ia memilih untuk membuangnya. Agar tidak merugi, biasanya ia akan mengurangi jumlah produksinya di hari berikut. Selain persaingan yang sehat, sentra tempe ini juga bebas dari calo atau rentenir. "Preman-preman hanya ditemui di pasar untuk menarik pungli," tuturnya.

Siswanto berharap, ke depannya mereka bisa mengolah tempe menjadi bahan makanan lain, seperti keripik atau snack tempe. Keinginan itu muncul saat ia berkunjung ke sentra pengrajin tempe di Malang, Jawa Timur. "Di sana, mereka tidak hanya memproduksi tempe, tapi juga membuat hasil olahannya, sehingga mendapat nilai lebih," katanya.

Selama ini, jika tempe tak laku, pengrajin tak bisa menjualnya kembali. Bila bisa diolah kembali, tentu hal itu mendatangkan hasil yang lumayan. "Omzet kami tentu bisa lebih besar," katanya.

Siswanto sendiri telah menyampaikan idenya itu kepada para pengrajin lain. Namun, sampai saat ini, ide ini belum ada yang menyambutnya secara positif. "Mereka masih ingin sekadar memproduksi tempe saja," ujarnya.           

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU

[X]
×