kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Untung pembuatan saung semakin membubung


Rabu, 18 Mei 2011 / 13:01 WIB
Untung pembuatan saung semakin membubung
ILUSTRASI. Foto udara suasana kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (12/4/2020). BMKG mengeluarkan peringatan dini cuaca besok di Jabodetabek sebagian wilayah berpotensi hujan.


Reporter: Handoyo, Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi

Gazebo atau saung bisa menjadi penghias taman sekaligus sarana berkumpul keluarga. Tak hanya di restoran atau hotel, gazebo juga telah banyak merambah rumah keluarga. Pertumbuhan jumlah perumahan telah mendongkrak permintaan gazebo hingga 40% tahun ini.

Konsep kembali ke alam plus nuansa pedesaan yang natural bisa diciptakan dengan pemasangan gazebo di taman rumah. Itulah sebabnya, kini, tidak hanya restoran dan hotel yang memasang gazebo, rumah-rumah milik keluarga pun tak mau kalah.

Sunarmo, perajin gazebo dari Yogyakarta, menangguk rezeki dari tren ini. Ia semakin sering memperoleh pesanan gazebo dari perseorangan. Di bawah bendera Jogja Gazebo, Sunarmo sudah menjadi pembuat gazebo sejak 2008. Tak hanya dari dalam negeri, permintaan gazebo juga banyak datang dari luar negeri. "Malah, mayoritas penjualan kita ke luar negeri," katanya.

Di dalam negeri, pasar terbesar Sunarmo adalah Yogyakarta, Jakarta, Semarang, dan Solo. Sedangkan di pasar luar negeri, permintaan paling banyak berasal dari Prancis dan Australia.

Dalam jangka waktu satu setengah bulan sampai dua bulan sekali, Sunarmo rutin mengekspor gazebo. "Kita biasanya mengirimkan satu kontainer berisi sekitar enam set gazebo berbagai ukuran," ungkapnya. Dengan pasar yang luas, ia bisa mengantongi omzet rata-rata Rp 150 juta-Rp 175 juta per bulan.

Menurut Fahdi Maulana, pemilik usaha Saung Barokah di Jakarta Timur, tren gazebo terus naik seiring tumbuhnya perumahan baru yang dilengkapi halaman luas.

Gazebo atau saung dipakai untuk sarana berkumpul atau bersantai. "Pesanan naik 40% di tahun ini," kata pria yang mulai usaha gazebo sejak tahun 2008 ini.

Untuk menciptakan kesan natural, Sunarmo hanya memakai bahan baku kayu untuk gazebonya. Selain kayu jati, dia juga memakai kayu kelapa dan kayu kalimantan. Bentuk yang dibuat juga beragam, mulai dari bentuk lingkaran, segi empat, segi lima, dan segi enam.

Penggunaan bahan baku dan ukuran inilah yang membedakan harga jual gazebo bikinan Sunarmo. Gazebo ukuran standar 2,5 meter (m) x 2,5 m dengan bahan baku kayu kelapa ia jual Rp 10 juta. Adapun gazebo yang dibuat dari kayu kalimantan harganya Rp 15 juta. "Kayu jati paling mahal yakni Rp 20 juta," katanya.

Jika Sunarmo menggunakan bahan baku kayu, Fahdi memakai bambu untuk membuat gazebo. Karena berbahan baku bambu petung, harga gazebo ukuran 2 m x 2 m buatan Fahdi cuma Rp 4 juta.

Untuk membuat satu set gazebo ukuran standar, Sunarmo membutuhkan waktu dua minggu, dengan dibantu lima orang pekerja. Sedangkan Fahdi memerlukan waktu dua sampai tiga hari. Dalam sebulan, baik Sunarmo dan maupun Fahdi, mengaku bisa membuat sekitar 5-6 gazebo.

Menjelang Natal, produksi gazebo Sunarmo bertambah dua kali lipat. Ini terjadi karena permintaan gazebo untuk tujuan ekspor juga meningkat. Di pasar ekspor, gazebo berbahan baku kayu kalimantan lebih digemari. Adapun pasar dalam negeri lebih memilih kayu kelapa karena harganya relatif murah.

Sampai saat ini, baik Sunarmo maupun Fahdi, mengaku belum mengalami kendala berarti dalam pembuatan dan pemasaran gazebo. Karena itu, Fahdi optimistis bisnis ini akan terus berkembang.

Hanya saja, faktor jarak dan penempatan gazebo sering bikin repot. "Yang paling sulit kalau gazebo harus diletakkan di atas gedung," ujar Fahdi. Maklu, saja, biasanya, pihak gedung tidak menyediakan alat untuk membawa bahan ke atas gedung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×