kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Batik khas Banyumas mulai naik pamor


Rabu, 11 Mei 2011 / 13:19 WIB
Batik khas Banyumas mulai naik pamor
ILUSTRASI. Gubernur The Fed Jerome Powell


Reporter: Ragil Nugroho, Dharmesta | Editor: Tri Adi

Meski Indonesia memiliki banyak ragam batik yang unik, Batik Banyumasan tetap menjadi salah satu primadona. Motifnya yang unik dan warnanya yang kalem pun menarik salah satu produsen elektronik untuk menyematkan batik ini pada produknya. Alhasil, penjualan batik yang wajib dipakai oleh PNS di wilayah itu pun kian terdongkrak.

Batik adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa turun-temurun. Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda.

Perbedaan motif ini biasa terjadi karena motif-motif itu mempunyai makna. Bukan hanya sekadar gambar, motif mempunyai arti tertentu, sesuai dengan ajaran leluhur yang menganut agama animisme, dinamisme, atau Hindu dan Buddha.

Sebagai salah satu kerajinan tangan yang memiliki nilai historis dan ciri khas, batik banyumasan berprospek yang cerah. Batik ini diberi nama banyumasan karena memang berasal dari daerah Banyumas, Jawa Tengah.

Para pengrajin batik di sana telah mewarisi usaha ini sejak puluhan tahun lalu. Meski pamornya sempat meredup, memasuki tahun 2000-an, batik ini kembali terkenal.

Apalagi, sejak UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi pada 2 Oktober 2009, batik bayumasan juga tertular imbasnya.

Darmono, perajin batik banyumasan dengan merek Batik Tulis Bu Rusmini asal Banyumas mengatakan, permintaan batiknya meningkat hingga 50% setelah tahun 2009.

Saat ini Darmono melayani permintaan sekitar 20 potong batik tiap bulan. Sedangkan kalau ada ajang pameran bisa mencapai 30-40 potong. "Setiap tahun ada tiga pameran yang saya ikuti," ujar Darmono yang mematok batiknya dengan harga berkisar Rp 500.000-Rp 2 juta tergantung motif dan tingkat kesulitan.

Selain dukungan UNESCO, produk batik juga mendapat banyak perhatian karena dukungan dari pemda setempat. Bupati Banyumas mewajibkan para pegawai sipil daerah menggunakan batik banyumasan di hari Kamis dan Jumat untuk tetap melestarikan warisan budaya daerah itu.

Namun, menurut Darmono, momen yang paling mendongkrak penjualan batiknya adalah ketika perusahaan raksasa asal Korea Selatan, LG, menawarkan kerja sama. Motif andalan Darmono, yakni Lumbun, menghiasi produk-produk LG seperti kulkas dan mesin cuci.

Ia menjelaskan motif batik banyumasan memiliki kekhasan dalam hal pewarnaan. Batik banyumas memiliki corak warna yang tidak terlalu mencolok. Warna khasnya adalah dominan hitam, kuning serta cokelat. Ciri khas lainnya adalah motifnya terdapat di pada dua sisi kainnya alias bolak-balik.

Darmono banyak memproduksi jenis batik tulis. Ia tidak memproduksi jenis lain, karena batik tulis adalah yang terbaik. "Kalau untuk konsumen, saya tidak mau setengah-setengah," ujarnya.

Tak heran, konsumennya datang dari dari seluruh Indonesia. Jika awalnya Darmono mempromosikan batik dari pintu ke pintu, saat ini ia mengandalkan pameran dengan menyebarkan kartu nama dan brosur.

Slamet Hadiprijanto pemilik dari Hadiprijanto Gallery yang berdiri sejak tahun 1967 mengatakan sebenarnya batik banyumas mirip dengan batik yogya. Hanya, warnanya cenderung gelap, seperti kuning dan cokelat, karena letak Banyumas yang lebih ke dalam.

Namun, karena mengikuti tren, saat ini, Slamet juga memproduksi warna berani seperti merah. "Tapi saya tetap mempertahankan motif tradisional" ujar Slamet.

Ia menjual dua jenis batik tulis, yaitu batik halus dan batik kasaran. Pengerjaan batik halus lebih lama, dari enam hingga 12 bulan. Adapun batik kasaran bisa selesai dalam sebulan.

Karena proses pengerjaan yang lama ditambah produksi yang terbatas, harga batik halus bisa mencapai Rp 2 juta per helai. Batik kasar sekitar Rp 150.000 per potong. Tiap bulan, Slamet pun bisa menjual hingga 100 potong. Berbeda dengan Darmono, konsumen Slamet kebanyakan adalah warga Banyumas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×