Reporter: Revi Yohana | Editor: Tri Adi
Sebelum terjun ke dunia usaha, Amril merupakan seorang karyawan dengan jabatan cukup bergengsi di sebuah perusahaan. Saat itu, ia menjabat sebagai kepala cabang di sebuah perusahaan distributor produk-produk kosmetik dan fesyen dari Jerman.
Namun, keinginan yang kuat untuk memiliki usaha, mendorong pria kelahiran 18 Maret 1969 ini untuk menanggalkan jabatan itu. "Saya mundur dari pekerjaan tahun 2004 dan langsung buka usaha," ujarnya.
Sebagai seorang keturunan Padang, saat itu ia langsung terpikir untuk membuka rumah makan padang. Apalagi, beberapa saudaranya sudah ada yang membuka usaha sejenis. Salah satunya adalah pamannya yang membuka rumah makan Padang di Cirebon, Jawa Barat.
Di tahun 2007, rumah makan Padang Amril mulai ramai pengunjung. Kala itu, banyak yang membeli masakan rendangnya dalam jumlah besar untuk dijadikan oleh-oleh. Sejak itu, ia terpikir untuk fokus menekuni usaha pembuatan rendang dalam kemasan.
Melihat keseriusannya menekuni usaha ini, istrinya yang bernama Nenden Rospiati mengikuti jejaknya, keluar dari tempatnya bekerja. Dia membantu membesarkan usaha suaminya.
Saat itu, istrinya bekerja sebagai tenaga akuntan di sebuah perusahaan otomotif. Berbekal pengalaman sebagai akuntan, istrinya mendukung dalam pembukuan dan pemasaran. Amril berfokus pada produksi rendang serta pengembangan usaha.
Dengan dibantu istri, ia semakin semangat membesarkan usaha ini. "Saat itu saya mulai memproduksi rendang dengan skala yang lebih besar," kata Amril.
Sayangnya, skala produksi yang sudah besar itu belum didukung dengan pemasaran yang lebih luas. Mereka hanya menunggu pelanggan datang memesan dan tanpa menjajakan langsung ke pasar yang lebih luas.
Baru di awal tahun 2011, ia terpikir untuk memasarkan rendang Restu Mande miliknya hingga ke luar Bandung. Kebetulan di sebelah rumah makannya berdiri kantor ekspedisi. "Kami melihat di ekspedisi itu banyak mengirim paket ke luar kota, termasuk makanan khas Bandung. Di situlah terpikir oleh kami untuk melakukan hal sama," jelasnya.
Supaya bisa dipasarkan ke luar kota, kemasan rendang juga harus dibuat sekuat mungkin. Sementara saat itu, ia masih memakai kemasan stoples yang mudah pecah dan rentan terkena udara, sehingga rendang menjadi cepat basi.
Sejak itu, Amril mulai mengikuti pelatihan pembuatan kemasan. Dari hasil pelatihan itu ia membuat kemasan vakum (kedap udara) yang dilapisi plastik dan karton. Semua kerja keras itu tidak sia-sia. Mulai September 2011, ia menerapkan pola pemasaran dengan membuka sistem keagenan.
Idenya berawal saat ia memasarkan rendang Restu Mande kepada calon jemaah haji dari Bandung. "Saat itu saya membagikan kartu nama," ujarnya.
Ternyata banyak jemaah haji yang merespons. Setelah di Jakarta hendak berangkat ke Mekkah mereka pada bertanya bagaimana mendapatkan rendang Restu Mande di Jakarta. "Dari situ saya terpikir membuat sistem keagenan, sehingga dekat dengan pelanggan," ujarnya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News