Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri
Sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang pariwisata, Agung Prana sangat peduli dengan lingkungan. Soalnya kalau lingkungan rusak, pariwisata juga pasti terkena dampaknya. Itulah sebabnya, sejak tahun 1989, Agung merintis upaya penyelamatan terumbu karang di Desa Pemuteran, Gerokgak, Buleleng, Bali.
Menurut Agung, desanya pernah menjadi ”surga” para pencongkel terumbu karang untuk dijual. Para pelakunya, antara lain para nelayan yang semakin sulit mendapatkan ikan. Akibatnya, kondisi pantai di desanya itu mulai rusak. Ekosistem laut di Bali bagian barat itu mulai terganggu.
Banyak terumbu karang rusak. Dampaknya, ikan-ikan semakin menghilang dan akibatnya kehidupan ratusan nelayan di daerah itu semakin sulit. "Kondisinya semakin parah saat penduduk menggunakan bahan kimia untuk mengambil terumbu karang," jelasnya.
Agung tak dapat tinggal diam melihat kerusakan alam bawah laut tersebut. Ia pun merintis upaya penyelamatan terumbu karang. Pelan-pelan, ia menyampaikan idenya ke warga. "Ketika itu saya memilih pura sebagai tempat menyampaikan ide perbaikan terumbu karang agar suasana hati masyarakat tenang saat mendengarnya," ujarnya.
Pucuk di cinta ulam pun tiba. Masyarakat ternyata menyambut baik ajakannya untuk memperbaiki terumbu karang yang sudah rusak itu. Untuk mewujudkan ide tersebut, Agung membeli tanah penduduk yang berada di dekat laut dengan harga Rp 100.000 - Rp 200.000 per meter.
Total lahan yang ia beli mencapai 3 hektare. Ia pun melakukan perbaikan terumbu karang mulai dari pantai di sekitar tanah miliknya itu. Kemudian, ia juga membangun penginapan yang dinamakan Taman Sari Bali Cottage di lahannya. "Saya hanya membangun 30% dari total lahan," ujarnya.
Keputusannya itu tergolong nekat lantaran pantainya saat itu masih dalam keadaan rusak sehingga kurang menarik minat wisatawan. Tetapi ia tidak menyerah. Dengan sabar ia terus menghimbau penduduk untuk tidak merusak terumbu karang. Supaya ajakannya mendapat respon positif, ia lalu memperkerjakan banyak penduduk setempat sebagai karyawan di penginapannya.
Kendati sudah merintis sejak 1989, langkah perbaikan terumbu karang secara serius benar baru tahun 2000. Saat itu ia menggandeng akademisi asal Jerman. Perbaikan terumbu karang ini dilakukan dengan menggunakan teknologi biorock.
Hasilnya, kini ekosistem bawah laut kembali pulih berkat rintisannya. Selain banyak penduduk setempat bisa bekerja pada Agung, ia juga mempersilahkan penduduk setempat untuk membuka jasa snorkel dan diving di area penginapannya. “Dengan begini penduduk senang, wisatawan juga banyak yang datang,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News