kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Anie menyebarkan cinta lingkungan melalui terarium


Selasa, 25 Januari 2011 / 15:42 WIB
Anie menyebarkan cinta lingkungan melalui terarium


Reporter: Dharmesta | Editor: Tri Adi


Segala sesuatu tidak harus dihitung dengan uang. Demi kecintaannya terhadap pelestarian lingkungan hidup, Anie Kristiani membagi ilmu dengan pembuatan terarium atau seni merangkai tanaman dalam wadah kaca melalui buku dan pelatihan. Wanita kelahiran Surabaya ini menulis dua buku bertema mengenai cara membuat terarium.

Anie Kristiani merupakan satu pemain pertama dalam bisnis terarium di Indonesia. Berawal dari hobi tanam menanam, pemilik Cristata Puri Bunga yang berlokasi di Jakarta Timur ini mulai bereksperimen membuat terarium pada 1995.

Awal Anie tertarik dengan terarium karena unik dan sesuai dengan prinsip 3R, yakni reduce, reuse, dan recycle. Tapi, Anie baru betul-betul terjun ke bisnis terarium pada 1998, setelah yakin tetarium buatannnya mempunyai nilai jual.

Terarium, Anie menjelaskan, lebih hemat air ketimbang tanaman biasa dan mengurangi polusi udara. Lalu, tanaman ini menggunakan kompos sebagai penyubur dan wadah kacanya bisa memakai wadah kaca bekas. "Terarium sangat cocok untuk ditaruh dalam ruangan dan menjadi bagian disain interior," ujar lulusan Institut Pertanian Bogor ini.

Menurut Anie, penggemar terarium tidak hanya orang dewasa saja, tapi juga anak-anak. Anak-anak senang memandangi terarium. "Kebanyakan pembeli dewasa adalah orang yang memang hobi tanaman," kata dia.

Segmennya pun tidak terbatas pada kaum Hawa saja. Banyak juga laki-laki yang membeli terarium. "Mereka biasanya memilih kaktus karena tidak terkesan feminin," ungkap Anie.
Sebagian besar pembeli terarium buatan Anie berasal dari Jakarta. Sisanya, dari Bandung, Madiun, dan Bali. Daerah pemasarannya memang terbatas karena terarium tidak bisa dikirim melalui jasa ekspedisi. Sebab, lubang wadah kaca harus selalu menghadap ke atas.

Kalau ada pesanan dari luar kota, Anie membuat terarium langsung di tempat pembeli. "Terarium itu ringkih seperti rangkaian bunga," ujar Anie.

Ia menjual terarium hasil kreasinya dengan kisaran harga mulai Rp 50.000 hingga Rp 2 juta. Yang membedakan harga terarium, adalah jumlah dan jenis tanaman serta wadah kaca.

Jika jumlah tanamannya banyak, Anie harus menggunakan wadah kaca impor yang harganya lebih mahal. Soalnya, wadah kaca impor tidak mudah pecah dan mengkilap. "Kalau wadah kaca buatan lokal gampang pecah," tambahnya.

Anie membuat terarium berdasarkan pesanan dan untuk berbagai event tertentu, seperti pameran tanaman. Sayang, ia menolak menyebut omzetnya. Namun, sebulan ia bisa mendapat order 50-100 terarium harga puluhan ribu rupiah dan 10 terarium harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Ia memang sengaja tidak memperhitungkan sisi bisnis, lantaran lebih melihat usaha terariumnya sebagai bagian dari gerakan Go Green yang ada di Indonesia. Makanya, Anie menulis dua buku tentang cara membuat terarium untuk menularkan ilmunya ke banyak orang.

Buku pertamanya berjudul: Terarium: Taman Mungil Dalam Wadah Kaca yang terbit pada 2002. Buku keduanya dengan tajuk Membuat Terarium: Taman Mungil dalam Wadah Kaca keluar pada 2008.

Dalam buku pertamanya, secara detail Anie menjelaskan asal-usul, perkembangan, cara membuat, dan aksesoris yang dibutuhkan dalam pembuatan terarium. Termasuk juga jenis-jenis tanaman yang cocok untuk dikreasikan menjadi terarium. Di buku keduanya, ia juga mengupas cara mengembangkan bisnis terarium.

Anie juga membagi ilmunya lewat kursus yang diselenggarakannya. Untuk kelas privat, biayanya Rp 300.000. Sedangkan, biaya untuk kelompok yang terdiri dari lima orang Rp 1,425 juta dan 10 orang berbiaya Rp 2,7 juta. Peserta akan mendapatkan material pelatihan untuk membuat terarium.

Sebagian peserta kursusnya, Anie menambahkan, ada yang sudah terjun dalam bisnis terarium. "Memberikan kursus adalah cara saya untuk berpartisipasi dalam gerakan mencintai lingkungan hidup," kata perempuan 50 tahun ini yang pernah bekerja sebagai peneliti di Balai Proteksi Tanaman Pangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×