Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Tri Adi
Demi mencapai sukses menjual produk batik khas Cirebon, Asiwa yang kini sudah menjadi juragan batik, mengawali usahanya ini dengan berjualan batik keliling dari satu kota ke kota lain. Baru pada 2005 Asiwa bisa buka toko sendiri. Toko batik itu pula yang menginspirasi warga Trusmi membuka membuka toko serupa.
Untuk menggapai sukses ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setidaknya itulah pengalaman Asiwa, pemilik toko batik Jaya Abadi di Cirebon, Jawa Barat, ketika mengawali berbisnis batik cirebon.
Asiwa butuh puluhan tahun agar usaha batiknya dikenal hingga ke berbagai daerah. Tak hanya itu, Asiwa juga telah menapak ribuan kilometer untuk mencari pelanggan batiknya.
Ketika itu, kenang Asiwa, sekitar tahun 1980-an dia baru lulus SMA. Namun demi mencari masa depan yang lebih baik, Asiwa rela menjadi pedagang batik keliling dari satu kota ke kota lainnya di berbagai kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Jawa Timur. "Saya jualan batik hingga Surabaya," kenang Asiwa.
Ketika itu, Asiwa optimistis, dagangannya bakal laku karena batik cirebon punya ciri khas yang berbeda dengan batik lain. Kekhasan batik cirebon itu terletak pada luriknya yang tidak terdapat pada batik lain.
Berbekal minibus, Asiwa keliling berbagai kota. Minibus ini memang berjasa bagi karier Asiwa. Dengan minibus ini pula Asiwa mewujudkan kiat pemasarannya: antar jemput pelanggan.
Kesabaran Asiwa menjajakan batik cirebon ternyata berbuah manis. Banyak pedagang batik dari berbagai kota yang menjadi langganan setia Asiwa. Alhasil, karena saling percaya, transaksi tak lagi butuh ketemu muka tapi cukup dengan saling telepon dan barang dikirim dengan menggunakan jasa ekspedisi.
Bahkan, dalam perkembangannya, setelah menjelajah di pasar Jawa, Asiwa juga menjual batik hingga ke Sumatra. Kini, Asiwa sudah memiliki pelanggan di Medan dan Palembang. "Ada juga pelanggan dari Bali yang juga rutin pesan batik," jelas pria berkumis itu.
Setelah punya banyak pelanggan, barulah Asiwa memutuskan membuka toko di depan rumahnya di daerah Trusmi, pada 2005 lalu. Dengan sendirinya, sejak membuka toko, Asiwa pun mulai jarang berjualan keliling berbagai kota.
Namun begitu, pesanan batik dari pelanggannya tetap mengalir. Terkadang para pelanggannya berkunjung ke toko, selain hanya untuk silaturahmi, pelanggan itu mencari produk batik baru.
Agar tidak mengecewakan pelanggan, Asiwa rutin memperbaharui jualannya. Ia berusaha menjual batik selengkap mungkin, agar tokonya menjadi toko batik one stop shopping.
Di tokonya, Asiwa menjual beragam jenis batik, mulai batik tulis, batik cap, dan batik printing khas Cirebon. Namun, untuk memenuhi konsep one stop shopping bagi toko batinya, Asiwa pun menjual batik dari berbagai daerah di Indonesia, mulai batik solo, batik yogyakarta, dan juga batik pekalongan.
Namun, agar tokonya menjual produk eksklusif, Asiwa juga membuat motif batik sendiri yang berbeda dengan produk batik cirebon lainnya. “Selain menjual batik lembaran, kami juga menjual batik jadi berupa baju atau gaun,” terang Asiwa.
Dalam memproduksi batik, Asiwa tidak perlu jauh-jauh mencari pekerja. Sebab, di Trusmi banyak ahli membatik. Sebab, tradisi membatik di Trusmi sudah turun-temurun.
Sebenarnya, keuletan Asiwa itu menjadi pionir bagi pedagang batik lain di Trusmi. Setelah melihat toko batik Asiwa sukses, terutama dalam lima tahun terakhir ini, mereka juga ramai-ramai membuka toko batik.
Kini jumlah toko batik di Trusmi mencapai puluhan toko. "Jarak satu toko dengan toko lain terkadang tidak sampai 50 meter," terang Asiwa.
Lantaran jumlah pedagang batik di Jalan Panembahan itu kian banyak, membuat lokasi ini menjadi tujuan belanja batik di Cirebon. Letak yang strategis membuat kawasan ini semakin cepat dikenal. Apalagi akses dan infrastruktur jalan di situ juga memadai. Bahkan, belakangan muncul rencana akan membuat mal batik di kawasan itu.
Namun, kehadiran puluhan toko batik itu tidak membuat Asiwa gundah. Sebab, para pedagang batik di Trusmi rata-rata bersaudara. "Kami yang tinggal di Trusmi masih memiliki leluhur yang sama, yang rata-rata menguasai batik," ungkap Asiwa. Selain itu, pesaing itu obat untuk tetap bersemangat.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News