Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi
Di negeri asalnya, Mesir, lukisan papirus (papyrus) kerap menghias dinding rumah tinggal. Lukisan ini dikenal di Indonesia sejak 10 tahun silam. Peminat terus bertambah, pedagang lukisan yang bercerita tentang kehidupan rakyat Mesir ini mampu meraup untung Rp 20 juta.
Lukisan papirus berasal dari Mesir. Lukisan ini pertama kali masuk ke Tanah Air dibawa oleh mahasiswa Indonesia yang belajar di Mesir. Mereka membawanya sebagai buah tangan.
Ada dua jenis lukisan papirus yang dijual di pasar. Yakni, lukisan hasil cetakan mesin dan lukisan yang dibuat dengan tangan. Harga lukisan tangan biasanya lebih mahal ketimbang lukisan yang dihasilkan mesin.
Motif lukisan beragam. Mulai dari dewa-dewa Mesir, seperti Dewa Isis, Anubis, hingga sosok Firaun, Cleopatra, piramida, kaligrafi hingga simbol-simbol Mesir kuno. "Motif-motif tersebut digambar di atas tumbuhan yakni pelepah papirus," terang Bambang Widjanarko, penjual lukisan papirus di Pondok Gede.
Papirus merupakan tanaman air yang banyak ditemukan di tepi dan lembah Sungai Nil. Dengan karakter daunnya halus, tanpa bonggol ataupun duri-duri yang menempel, papirus cocok digunakan sebagai bahan baku pembuat kertas. "Gambar dilukis di atas pelepah tumbuhan papirus sesuai dengan bentuk yang diinginkan," terang Bambang.
Setelah digambar, lukisan diberi warna dengan cat dari tumbuhan. Karena menggunakan cat dari tumbuh-tumbuhan, lukisan yang merupakan hasil seni Mesir kuno ini hanya memiliki dua warna: krem dan cokelat kehitaman. Harga jual lukisan papirus mulai dari Rp 800.000 hingga Rp 1,5 juta, tergantung dari ukuran dan warna.
Diki Satria, penjual lukisan papirus di Yogyakarta, menambahkan, pembeli lukisan papirus kaligrafi biasanya berasal dari para pesantren atau pengajian. Adapun yang bersimbol Mesir kuno adalah para kolektor dan kantor duta besar negara-negara tertentu.
Untuk mendapatkan lukisan papirus, Bambang dan Diki biasanya menitipkan ke mahasiswa-mahasiwa Indonesia yang bersekolah di Mesir. Biasanya, tiap tiga bulan sekali, mahasiswa itu pulang ke tanah air dengan membawa sekitar 50 lukisan. Atas jasa mereka, Diki misalnya, memberikan upah sebesar Rp 1 juta.
Agar pasokan lancar, Diki maupun Bambang punya jaringan mahasiswa yang sering pulang maupun pergi ke Mesir secara rutin. "Saya punya enam rekan mahasiswa untuk belanja lukisan papirus," ujar Diki.
Selama tiga tahun menggeluti bisnis lukisan papirus ini, Diki berhasil menjual sekitar 1.500 dan mendapat untung hingga Rp 20 juta per bulan. Laba yang didapat lumayan tinggi lantaran harga beli lukisan papirus mulai dari Rp 100.000 untuk lukisan hasil cetak mesin dan harga mulai Rp 500.000 untuk lukisan tangan.
Krisis politik yang menghantui Mesir, beberapa waktu ini, tak membuat Diki kesulitan mendapatkan lukisan. "Justru banyak mahasiswa yang pulang ke Tanah Air dan membawa lukisan ini," terang Diki.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan Bambang yang mengaku kesulitan mendapatkan lukisan papirus. "Akibat perang, tidak banyak petani Mesir yang menanam tumbuhan papirus," ujar Bambang.
Selama 3 bulan, ia hanya mampu menjual 70 lukisan mulai dari harga Rp 300.000 untuk ukuran 60 cm x 40 cm hingga Rp 3 juta untuk ukuran 120 cm x 60 cm.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News