kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Banyak bahan baku dipasok dari Padang (2)


Rabu, 22 Mei 2013 / 13:48 WIB
Banyak bahan baku dipasok dari Padang (2)
ILUSTRASI. Film He's Just Not That Into You adalah film yang bisa ditonton untuk menghibur hati pasca putus cinta.


Reporter: Marantina | Editor: Havid Vebri

Faktor terpenting dalam kerajinan rotan adalah bahan baku. Jika bahan baku bagus, maka untuk membuat produk yang berkualitas juga akan menjadi lebih mudah. Itu pula yang dialami oleh para perajin di sentra kerajinan rotan Jalan Yos Sudarso, Rumbai, Pekanbaru.

Itulah sebabnya, seperti diceritakan Sarbani, pemilik gerai kerajinan rotan Alfurqon Perabot, ia membeli sebagian besar bahan baku rotan dari Padang, Sumatera Barat, meski ada juga rotan yang dibeli di Pekanbaru.

Sarbani bilang, rotan dari Padang memiliki kualitas lebih bagus ketimbang yang berasal dari Pekanbaru. “Rotan dari Padang sudah halus, sementara rotan Pekanbaru masih ada kulitnya,” tuturnya.

Jenis rotan yang dipasok dari Padang ialah rotan manau. Harga beli rotan hutan ini berkisar Rp 8.000 sampai Rp 15.000 per batang untuk ukuran 3 meter. Adapun rotan yang dibeli di Pekanbaru ialah rotan getah dan dahan. Dengan ukuran yang sama, kedua jenis rotan itu dibeli seharga Rp 3.000 hingga Rp 7.000 per batang.

Ridwan juga mendapat pasokan rotan dari Padang dan sekitar Pekanbaru. Dalam sebulan, setidaknya ia menghabiskan 300 batang. Ia juga memadukan anyaman rotan dengan bahan baku alam, seperti pandan dan enceng gondok yang dibeli dari Jawa.

Namun, Sabarni mengakui, belakangan ini, kualitas bahan baku rotan semakin turun. Ini lantaran kian sulit mendapatkan rotan di hutan. Saat ini, kebanyakan rotan yang beredar di pasar rotan tanaman dan masih berusia muda, sehingga kualitasnya kurang bagus. "Sekarang, baru ditanam lima tahun saja sudah dijual. Padahal, setidaknya butuh 10 tahun supaya hasilnya bagus,” paparnya.

Selain kualitas rotan yang menurun, para perajin mengeluhkan sulitnya mencari pekerja yang terampil. Sabarni bilang, pengerjaan perabot rumah tangga dari rotan ini harus dilakukan dengan cermat, teliti dan memiliki nilai seni tinggi dan kualitasnya konsisten.

"Tidak mudah mendapatkan karyawan yang terampil membuat kerajinan rotan, karena dibutuhkan seni tersendiri. Kalaupun ada, upahnya pun tidak murah," ungkap Sabarni.

Ia membandingkan upah perajin di Pekanbaru dan Cirebon, Jawa Barat, yang masih terbilang murah. Sekadar gambaran, upah menganyam rotan di Pekanbaru mencapai Rp 85.000 per stel kursi. Sementara, pekerjaan yang sama di Cirebon dibayar Rp 25.000.

Karena itu, ongkos produksi kerajinan rotan di Rumbai menjadi lebih tinggi dari biaya di Cirebon. Untuk satu set kursi, Sabarni bilang, ia harus mengeluarkan ongkos produksi Rp 300.000.

Kendati demikian, ia mengakui margin kerajinan ini bisa mencapai 50%. “Kalau upah bisa ditekan, keuntungan bisa jauh lebih besar,” ucapnya.
Ridwan mengaku mengerjakan semua produknya sendiri. “Kadang-kadang ada tenaga kerja harian, tapi saya lebih percaya kalau saya mengerjakan sendiri,” ujarnya.                                 

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×