Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Di bawah binaan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta, perekonomian warga Jalan Terogong III, Cilandak, mulai terangkat. Maklum, rata-rata yang menjadi perajin di Kampung Batik Betawi itu adalah para ibu yang tidak punya pekerjaan. Kini, mereka punya keahlian membatik tulis, yang bisa menghasilkan uang.
Salah seorang perajin, Aap Hafizoh berbagi teknik membatik yang biasa mereka gunakan di Kampung Batik Betawi. Menurutnya, teknik yang digunakan tidak berbeda dengan teknik membatik pada umumnya.
Masing-masing perajin wajib mengikuti setiap proses, mulai dari menggambar motif hingga pewarnaan. "Kami memilih motif yang berkaitan dengan ciri khas Betawi, seperti ondel-ondel dan Monas," tutur Aap.
Proses membatik diawali dengan menggambar motif batik di atas kain putih menggunakan pensil. Para perajin menggunakan meja kaca khusus, di mana di bagian bawah meja terdapat lampu yang bisa menerangi motif yang akan dijiplak. Setelah motif tergambar, dilanjutkan melukis kain menggunakan canting yang berisi malam atau lilin yang telah diencerkan.
Proses selanjutnya, pewarnaan kain dengan mencelupkan ke dalam cairan pewarna. Bagian yang telah tertutup lilin akan terhindar dari pewarnaan.
Perajin lain yang juga Ketua Paguyuban Batik Bewati, Siti Laela bilang, proses pasca pewarnaan yang memakan waktu cukup lama. Pasalnya, kain harus dijemur seharian.
Tahap terakhir adalah proses penghilangan lapisan lilin, dilakukan dengan merendam kain di dalam air panas. "Keseluruhan proses membatik paling tidak membutuhkan waktu dua hari," kata Laela.
Ia mengaku, selama ini, tidak ada kendala teknis yang dirasakan para perajin anggota paguyuban. Hanya, alat produksi yang digunakan memang masih terbatas. Para perajin belum memiliki alat sendiri, sehingga masih menggunakan peralatan yang tersedia di rumah paguyuban.
Di samping itu, kata Laela, masih sulit mengajak warga Jalan Terogong untuk ikut bergabung menjadi perajin batik betawi. "Di benak warga, membatik itu butuh proses lama dan tidak menghasilkan uang besar. Inilah tantangan bagi kami untuk mengubah mindset mereka," ujarnya.
Beragam cara pernah dilakukan Laela supaya warga yang belum mau membatik tergerak minatnya untuk ikut membatik. Misalnya, ia pernah menggandeng Kasandra Putranto, mantan finalis Abang-None 1989 untuk sosialisasi batik betawi. "Waktu itu yang hadir banyak, antusias sampai 40 orang. Tapi, yang sekarang bertahan orang-orangnya itu-itu juga," keluh Laela.
Meski begitu, pengurus paguyuban tidak putus asa. Aap yang juga salah satu pengurus yakin, jika pamor batik Betawi melejit, maka bisa menjadi magnet besar bagi warga lain untuk ikut terjun membaik tulis. (Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News