kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Berkah melimpah jelang Lebaran buat produsen bumbu instan


Rabu, 20 Juli 2011 / 15:21 WIB
Berkah melimpah jelang Lebaran buat produsen bumbu instan
ILUSTRASI. Pencegahan infeksi Virus Corona. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Dharmesta | Editor: Tri Adi

Pada saat Lebaran, hidangan opor, rendang, dan rawon sering menjadi menu wajib. Namun, kini, banyak orang tak mau repot untuk meracik bumbu sendiri. Mereka pun mengandalkan bumbu instan. Alhasil, produsen bumbu instan pun menuai lonjakan permintaan.

Bulan Ramadan memang bulan penuh berkah. Tak terkecuali bagi produsen bumbu instan. Gunawan Widjaja salah satunya. Pemilik Agung Sari, produsen bumbu instan merek Dua Kuali asal Surabaya, ini mulai menuai kenaikan permintaan sejak Juli ini.

Peningkatan permintaan ini terutama pada bumbu masakan khas Lebaran, seperti rawon, rendang, dan opor ayam. "Banyak toko belajar dari pengalaman. Mereka memasok persediaan jauh-jauh hari," jelasnya. Alhasil, omzet Agung Sari pun naik hingga 20%. Dari yang biasanya Rp 34 juta, kini omzet jadi Rp 40,8 juta per bulan.

Gunawan memulai usaha pembuatan bumbu sejak 2003, setelah adiknya selalu meminta kiriman bumbu masak buatan ibu. Lantas, ia melihat adanya peluang orang-orang yang rindu masakan rumah.

Sekarang, ia memproduksi 24 jenis bumbu yang terdiri dari tiga kategori, yaitu bumbu instan berbentuk pasta dengan harga produk antara Rp 3.500 sampai Rp 3.600 seperti bumbu lodeh, ayam goreng, soto, rawon, opor ayam dan rendang.

Lalu, bumbu dasar dapur seperti merica bubuk, ketumbar bubuk, dan pala bubuk, yang harganya Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Terakhir, bumbu pelengkap dapur seperti petis dan terasi yang harganya Rp 5.000 sampai Rp 8.000.

Gunawan mendapatkan bahan baku segar untuk bumbu itu dari para pedagang langganannya. Ia mengolah bahan baku itu bumbu dengan cara biasa. Setelah jadi, bumbu ditumis dengan minyak goreng agar lebih awet.

Gunawan pun telah memasarkan produknya ke Batam, Samarinda, Makassar, dan Papua. "Melalui tangan kedua, produk saya juga sudah diekspor ke Belanda, Malaysia, dan India," ujarnya.

Pengusaha bumbu instan lainnya adalah Inggrid. Berbeda dengan Gunawan, Inggrid menjual produknya ke rumah makan di Jakarta, Depok, dan Bekasi. "Berdasarkan pengalaman tahun lalu, seminggu menjelang Lebaran ada kenaikan sampai 30%," ujar Inggrid, yang kini omzetnya berkisar Rp 10 juta per bulan.

Inggrid yang mulai membuat bumbu instan sejak tiga tahun lalu, menjual bumbu dalam bentuk pasta seharga Rp 15.000 per bungkus. Ia menyediakan bumbu untuk memasak soto ayam, soto betawi, sop buntut, nasi goreng, dan rendang.

Sebenarnya, bumbu instan sudah banyak diproduksi oleh perusahaan-perusahaan besar. Namun, karena berbentuk serbuk, bumbu itu kalah sedap dengan bumbu instan berbentuk pasta.

Gunawan pun mengungkapkan bahwa pesaing terberat mereka justru berasal dari pedagang-pedagang bumbu giling yang ada di pasar, karena jauh lebih segar dibandingkan dengan bumbu masak instannya yang harus ditumis agar tahan lama. "Tapi, tak semua orang punya waktu untuk pergi ke pasar," ujarnya.

Sedangkan Inggrid mengutamakan faktor higienitas. Ia pun mewajibkan pekerjanya memakai peralatan lengkap, seperti sarung tangan dan masker. "Kalau sampai ada orang yang sakit setelah memakan makanan yang memakai bumbu kita, reputasi bisa hancur," kata Inggrid memperingatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×