kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bisnis cuci pakaian selalu basah


Minggu, 20 Januari 2013 / 17:45 WIB
Bisnis cuci pakaian selalu basah
ILUSTRASI. Beberapa mitos seputar kebersihan rumah berikut masih banyak dilakukan.


Reporter: Revi Yohana, Noverius Laoli, Marantina | Editor: Havid Vebri

Bisnis jasa cuci pakaian alias laundry tak pernah kering. Usaha ini terus menjamur terutama di kota-kota besar. Malah, tak sedikit yang mengembangkan usaha dengan menawarkan kemitraan atawa waralaba.

Tapi, di tengah ketatnya persaingan bisnis binatu, tidak semua pemain bisa berkembang. Setidaknya itu dialami sejumlah pemilik kemitraan atau waralaba usaha binatu yang diulas KONTAN dalam review kali ini.

KONTAN mengupas perkembangan usaha beberapa kemitraan laundry, seperti Sunpretty Laundry, Limas Shop, dan Laverie LaundryMat. Dan, KONTAN pernah mengulas tawaran usaha mereka pada tahun lalu.

Nah, dari tiga pemain bisnis  binatu itu, ada semakin berkembang, tapi ada pula yang stagnan dan bahkan menutup tawaran kemitraannya. Seperti apa persisnya perkembangan usaha mereka sekarang? Berikut ulasannya:

Sunpretty Laundry

KONTAN pernah mengulas tawaran kemitraan Sunpretty Laundry pada Maret 2012. Saat itu, usaha binatu asal Solo, Jawa Tengah ini telah memiliki delapan cabang. Sebanyak tujuh cabang di antaranya ialah milik mitra.

Setelah hampir setahun berselang, Sunpretty mengalami pertumbuhan jumlah cabang milik mitra menjadi 19 gerai. Outlet milik mitra ini tersebar di Bekasi, Semarang, Yogyakarta, Solo, Karanganyar, Surabaya, Denpasar, dan Makassar.

"Bisnis kami terus berkembang, apalagi sekarang musim hujan, banyak yang membutuhkan jasa laundry," kata Sasi Kirana, pemilik Sunpretty Laundry.

Menurut Sasi, banyak yang tertarik menjadi mitra karena tarif jasa binatu di Sunpretty tergolong murah. Selain itu, mitra juga sudah tidak meragukan kinerja usaha Sunpretty, baik dalam pengelolaan bisnis maupun omzet.

Cuma, Sasi kini mengerek biaya kemitraan Sunpretty Laundry. Awal 2012 lalu, dia menawarkan empat paket kemitraan dengan biaya investasi mulai Rp 11 juta hingga Rp 40 juta.

Sekarang, paketnya terdiri dari Paket Cute dengan nilai investasi sebesar Rp 18 juta dari sebelumnya Rp 11 juta, Paket Charm Rp 23 juta dari awalnya Rp 14 juta, Paket Smart Rp 33 juta dari tadinya Rp 20 juta, dan Paket Briliant Rp 63 juta dari sebelumnya Rp 40 juta.

"Kenaikan ini saya lakukan secara bertahap, dan nilai investasi sekarang sudah tahap ketiga," ujarnya. Kenaikan biaya investasi ini dibarengi dengan semakin besarnya kapasitas mesin cuci dan pengering yang digunakan.

Selain itu, di paket kemitraan dengan biaya investasi baru, mitra juga sudah mendapatkan setrika boiler yang Sasi klaim bisa menyetrika lebih cepat dan efisien.

Sasi juga mengklaim, target omzet yang dia janjikan kepada para mitra usahanya sudah tercapai. Penghasilan tersebut berkisar mulai Rp 40 juta- Rp 60 juta per bulan.

Dengan omzet sebesar itu, mitra rata-rata bisa balik modal dalam waktu kurang lebih satu tahun pasca beroperasi. Dalam kerjasama ini, Sasi tidak memungut royalty fee, sehingga memudahkan mitra bisa cepat balik modal.

Limas Shop

Limas Shop merupakan usaha binatu yang berdiri sejak April 2010 di Jakarta Timur. Ketika KONTAN menulis tawaran kemitraan Limas Shop pada Mei 2012, usaha  binatu ini memiliki 27 mitra. Saat ini, setelah hampir setahun, mitra Limas Shop bertambah jadi 44 mitra.

Mia Arsofthin, pemilik Limas Shop, mengatakan, sistem kemitraannya menjadi faktor utama dari kemajuan usahanya. Dalam sistem yang ia terapkan, mitra bebas dari pungutan biaya royalti, penggunaan merek usaha, dan pembelian bahan baku.

Kebebasan inilah yang menjadi nilai tambah Limas Shop dibandingkan kemitraan binatu lain yang sudah menjamur. "Yang saya lihat, mitra lebih senang kalau mereka dibebaskan, jadi bisa memilih merek usaha sendiri atau beli detergen sendiri," katanya.

Perkembangan usaha Limas Shop ini mendorong Mia untuk menambah paket investasi. Dulu, Limas Shop memiliki tiga paket investasi dengan biaya mulai Rp 27 juta hingga Rp 57 juta.

Namun sekarang, usaha binatu ini menambah dua paket baru, yakni paket usaha binatu kampus dan profesional binatu.
Paket usaha binatu kampus ditujukan bagi mahasiswa yang mau mulai berwirausaha.

Karena sasarannya mahasiswa, Mia mematok biaya investasi yang relatif murah, yaitu Rp 15 juta-Rp 20 juta. Sementara, paket profesional binatu menyasar pengelola hotel dan ditawarkan dengan investasi Rp 75 juta.

Limas Shop mempertahankan sistem kerjasama kemitraan tanpa biaya royalti. Selain itu, Limas membolehkan mitra menggunakan brand usaha sendiri, tak harus memakai Limas Shop. "Tujuannya untuk menarik lebih banyak mitra," ujar Mia.

Mitra tetap bisa membeli bahan baku dari pusat, dan harganya tidak ada kenaikan dari tahun lalu. Limas Shop masih membanderol harga detergen ukuran 1 kilogram (kg) sebesar Rp 15.000, softener pakaian ukuran lima  liter Rp 65.000, dan parfum ukuran lima liter Rp 125.000.

Demikian juga untuk tarif jasa laundry. Limas Shop tetap mematok tarif antara Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per kg. Tapi, Mia bilang, omzet mitra kini sudah meningkat. Jika sebelumnya maksimal hanya Rp 600.000 per hari, sekarang naik menjadi Rp 1,4 juta dalam satu hari.

Mia menargetkan, tahun ini, Limas Shop bisa menambah dua mitra setiap bulan. "Dalam jangka panjang, kalau bisa saya punya mitra di setiap kota di Indonesia, karena prospek usaha ini masih sangat luas," ucap dia.

Laverie LaundryMat

Awalnya, Laverie LaundryMat lahir dari keinginan Dedi Setiadi, sang pemilik, untuk menciptakan konsep bisnis yang berbeda. Dedi mulanya sukses mengembangkan Dressed Laundry di Tangerang. Dressed Laundry sendiri adalah binatu yang membidik kelas premium.

Nah, dengan membesut Laverie LaundryMat, Dedi menawarkan usaha laundry dengan konsep swalayan. Konsep ini banyak diterapkan di sejumlah negara Eropa dan Amerika Serikat.

Dalam konsep ini, tempat  binatu menyediakan mesin cuci dan konsumen bisa melakukan sendiri proses pencucian dengan fasilitas mesin cuci tersebut. Tarifnya tidak berdasarkan berat pakaian, namun berdasarkan frekuensi mencuci. Sekali cuci dipungut biaya Rp 20.000.

Tapi ternyata, perkembangan konsep ini masih kurang bagus. "Kurang ada peminatnya karena masyarakat Indonesia cenderung lebih ingin dilayani, sementara gaji pembantu juga masih relatif murah," ungkap Dedi.

Di salah satu gerainya, Dedi menuturkan, meski telah diberitahu cara-cara mencuci, pelanggan tetap meminta customer service untuk menunggui proses pencucian.

Lantaran stagnan, saat ini Dedi menutup gerai Laverie LaundryMat miliknya. Laverie LaundryMat sendiri resmi dibuka Agustus 2010. Selain menutup gerainya, Dedi juga menyetop tawaran kemitraan.

"Kami tidak membuka kemitraan dulu sampai situasi pasarnya pas baru buka lagi," ujarnya. Tawaran kemitraan Laverie LaundryMat resmi dihentikan sejak pertengahan tahun 2011.

Sebelumnya, Dedi menawarkan tiga paket kemitraan. Pertama, paket Laverie 1 senilai Rp 650 juta. Kedua, paket Laverie 2 sebesar  Rp 850 juta. Dan ketiga, paket Laverie 3 senilai Rp 1,2 miliar.

Mitra mendapatkan mesin cuci, mesin pengering, boiler, setrika gas, meja vacum, steamer, dan beberapa peralatan laundry lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×