kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis pembuatan kompor batubara makin memanas


Senin, 13 Desember 2010 / 14:42 WIB
Bisnis pembuatan kompor batubara makin memanas
ILUSTRASI. Proyek properti PT Jasamarga Properti


Reporter: Gloria Natalia, Dharmesta | Editor: Tri Adi

Selain tingkat polusi yang rendah, batubara sebagai sumber bahan bakar alternatif, kini makin dilirik banyak pihak karena harganya yang murah. Seiring dengan maraknya penggunaan batubara, kebutuhan kompor batubara pun meningkat. Pangsa pasarnya sangat menjanjikan. Hanya, pengusaha yang memproduksi kompor batubara masih sedikit.

Salah satu pengusaha yang melihat peluang ini adalah, Oktavianus Erfianto. Dua tahun lalu, ia mendapat ide usaha pembuatan kompor batubara dari sang paman. Oktavianus mengikuti jejak pamannya sebagai produsen kompor batubara.

Maklum, saat itu, harga minyak tanah terus melonjak. Dia pun yakin, pangsa kompor batubara akan terbuka lebar. "Selisih pemakaian minyak tanah dengan batubara sangat besar," ujarnya.

Oktavianus lantas mengajak sang paman dan adiknya untuk bekerjasama memproduksi kompor batubara. Mereka membuka bengkel di Jl. Ngadel No 165 Surabaya. Kompor batubara itu diberi merek Haka 181.

Di bengkelnya, Oktavianus memperkerjakan lima karyawan untuk memproduksi kompor batubara. Bahan baku berupa lembaran besi pelat baja 8 mm diperoleh dari pemasok besi.

Setiap bulan, pembelian pelat baja itu berkisar 125 lembar dengan ukuran panjang empat meter dan lebar 1,5 meter. "Jumlah bahan baku yang dibeli, saya sesuaikan dengan pesanan," kata Oktavianus.

Untuk membuat empat kompor, Oktavianus membutuhkan tujuh lembar besi. Dalam sehari, perusahaannya mampu membuat lima hingga enam kompor. Kompor itu mempunyai diameter satu meter dan tinggi 1,8 meter hingga 2 meter.

Corong kompor ini dapat menampung maksimal 60 kilogram batubara. Kompor bisa digunakan selama enam jam terus menerus.

Haka 181 memang jenis kompor batubara yang cukup besar. Spalnya, kompor itu banyak dipakai oleh kalangan industri. "Sebagian besar pelaku industri yang mengolah tembakau, cengkeh dan teh," tutur Oktavianus.

Ia kerap memasok kompornya ke Lombok, Bandung, dan Tegal. Oktavianus bilang, Lombok dan wilayah di Nusa Tenggara Timur merupakan pasar terbesar kompor batubaranya. Dalam sebulan, terjual 50 Haka 181 di kedua daerah tersebut.

Harga jual satu unit kompor batubara itu Rp 8,5 juta. Selain kompor batubara, di setiap unit yang dijual, Oktavianus juga menyertakan pengontrol kerak, sistem kontrol abu, grail yang dapat diganti, serta kipas untuk mendorong api.

Dalam sebulan, Oktavianus mengantongi omzet Rp 100 juta dari pangsa pasar di Lombok dan Nusa Tenggara Timur saja. Sayang, ia enggan menyebut keuntungan bersih dari jualannya itu.

Ia berharap, di masa mendatang bisa memperkuat pangsa pasarnya di Jawa Timur, seperti Lawang, Jember, Banyuwangi dan Lumajang. Pasalnya, di daerah-daerah ini banyak berdiri industri.

Sembari mememperluas pasar, Oktavianus juga mengembangkan produknya. Ia sedang merancang kompor batubara khusus untuk pengolah tembakau dengan diameter hingga dua meter. Harga kompor besar ini berkisar Rp 20 juta.

Selain Oktavianus, produsen kompor batubara lainnya di Kota Pahlawan, yakni Aditya. Dia melihat ceruk pasar kompor batubara makin melebar setelah kenaikan harga bahan bakar minyak beberapa waktu lalu. "Harga minyak yang terus membumbung mengakibatkan banyak pihak yang beralih menggunakan batubara," kata Aditya.

Sejak empat tahun lalu, Aditya sudah memulai usaha ini dengan bendera Mitra Industri. Ia pun lebih fokus memproduksi kompor yang digunakan untuk mengeringkan biji-bijian.

Aditya bilang, dengan produknya, para petani dapat menjemur biji-bijian tanpa tergantung perubahan cuaca. Apalagi, kompor batubara dapat mengkonversikan lebih banyak panas.

Saat ini, kompor batubara buatan Aditya sudah menembus pasar di wilayah Indonesia Timur, seperti Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi. Ia pun berniat memasuki pasar di Kalimantan.

Saban bulan Aditya mampu menjual 50 hingga 100 kompor batubara dengan harga Rp 8,5 juta per unit. Tak heran, omzetnya bisa sampai Rp 850 juta per bulan.

Hanya saja, meski penggunaan kompor batubara makin meluas, tetap saja ada kendala. Menurut Aditya, masih banyak orang yang susah beralih dari kompor minyak. Itu sebabnya, ia belum berniat memasuki pasar rumah tangga. "Saya ingin fokus dulu dengan kompor batubara untuk pengeringan," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×