kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Butuh lahan luas dan sinar matahari terik (2)


Rabu, 24 April 2013 / 15:36 WIB
Butuh lahan luas dan sinar matahari terik (2)


Reporter: Pravita Kusumaningtias | Editor: Dupla Kartini

Garam diproduksi ditambak yang biasanya ada di bibir pantai. Garam dihasilkan dari proses pengeringan air laut dengan bantuan sinar matahari. Ketersediaan lahan penggaraman yang luas sangat penting karena untuk memproduksi satu ton garam, setidaknya membutuhkan pasokan air laut mencapai 50 m3.

Kebutuhan lahan yang luas inilah yang sering menjadi kendala para petani garam, selain cuaca. Oleh karena itu, Gazali, pedagang garam asal Surabaya, Jawa Timur, memilih untuk menggandeng mitra petani garam sebanyak-banyaknya sehingga hasil produksinya mencukupi.

Selain petani garam Madura, Gazali mengaku juga bekerjasama dengan petani garam asal Pasuruan dan Sidoarjo untuk bisa mendapatkan 25 ton garam dalam waktu satu bulan.

Sedangkan Lia Elings melalui PD Danam Garam lebih banyak berkecimpung dalam bisnis garam di Jawa Barat. Untuk mendapatkan pasokan garam sebanyak 30-60 juta ton garam, perusahaannya telah menjalin kerjasama dengan petani garam di Serang, Indramayu, dan Cirebon. Beberapa wilayah itu memang terkenal sebagai penghasil garam karena memiliki terpaan sinar matahari yang terik.

Sinar matahari yang terik diperlukan agar proses evaporasi atau penguapan air laut cepat terjadi. Penguapan akan membuat ladang penggaraman yang tadinya diisi air laut kering dan meninggalkan garam murni.
 
Gazali menjelaskan, sebenarnya membuat garam murni dari air laut dengan cara tradisional cukup mudah. Pertama, pembuatan dan pembersihan penggaraman. Ladang penggaraman atau ladang kristalisasi garam  dibuat di atas tanah dekat pantai dengan menggunakan terpal warna hitam. Ukuran tambak atau ladang penggaraman bisa disesuaikan menurut kebutuhan. “Lahan tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu,” ujarnya.

Setelah itu air laut dimasukkan ke dalam tambak dengan terlebih dahulu dilakukan penyaringan. Saringan air laut bisa dibuat dari tong yang telah dilubangi bagian bawahnya dengan pasir sebagai media penyaring. Banyaknya air laut disesuaikan dengan luas tambak penggaraman, namun tinggi permukaan air laut disesuaikan agar pengeringan bisa berlangsung lebih cepat.

Setelah kering, kurang lebih 2 bulan tergantung kondisi cuaca, akan terlihat kristal garam yang bisa dipanen untuk kemudian diolah kembali. “Rata-rata dua bulan sudah kering dan bisa panen,” ujar Gazali.

Karena sangat tergantung cuaca, menurut Lia, pasokan garam menjadi tidak stabil. "Apalagi pembuatan masih banyak tradisional,” katanya.  Selain cuaca, faktor lain yang  menentukan kualitas dan kuantitas panen garam adalah kondisi air laut dan kondisi lahan penggaraman.

Jika tidak menggunakan terpal, lahan penggaraman yang baik tingkat porositas rendah, sehingga air laut tidak cepat merembes. Untuk bisa bisa dikonsumsi maka garam murni tadi harus diolah kembali dan ditambahkan berbagai zat seperti yodium.  (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×